“Buku Sejarah Nabi!” jawab tamu bincang santai, siang itu, ketika ditanya buku yang paling mengesankannya.

Ya, tamu narasumber siang itu, seorang ibu yang tak biasa. Ia cantik sekaligus pintar. Aneu Susimie Hilmi nama lengkapnya, dan biasa disapa Bu Aneu. Ia seorang dosen, trainer, dan aktivis sosial. Kini ia didaulat sebagai Bunda Literasi, mendampingi sang suami yang menjadi camat di Kecamatan Cibeunying Kidul, Bandung.

Jumat siang, 19 Maret 2021, ibu dua anak ini memapar banyak hal berkait literasi dan pendidikan keluarga dalam Aku, Buku, dan TBM episode #8. Bersama Suhartina, host dari Pengurus Pusat Forum TBM, perbincangan itu berlangsung seru, renyah, ringan, dan menginspirasi.

Bu Aneu kini tertarik untuk mencecap buku-buku tentang ketahanan keluarga, seperti buku pembinaan keluarga, pola asuh anak, dan peningkatan ekonomi keluarga. Bu Aneu juga meminati buku-buku pendidikan.

Sedari kecil, Bu Aneu bertumbuh dalam bimbingan keluarga literat, maka tidak aneh dalam usia yang masih hijau telah melahap habis buku Sirah Nabawiyah. Buku tebal dan berbobot yang berkisah perjalanan hidup Nabi Muhammad Saw. Selain memang terpesona dengan figur sang nabi, Aneu kecil sangat mengagumi sosok Khadijah, yang telaten mendampingi suami, yang tiada henti mendukung perjuangan Nabi. “Dulu itu saya suka membayangkan, kalau suami saya menjadi apa gitu, saya mesti seperti Khadijah.” kenangnya.

Ia juga menakjubi Aisyah, sebagai sosok muda, cerdas, dan pembelajar. Dan, lagi-lagi ia menuturkan, ia ingin cerdas seperti istri Rasul Saw itu.

Bersama sang suami, Bu Aneu membangun biduk keluarga yang bercita rasa literasi. Di rumahnya, terkoleksi banyak buku. Ada sudut baca. Ada program keluarga “jajan buku”, yaitu mengajak dua anaknya weekend dengan berbelanja buku.

Sungguh, pasangan suami-istri yang konsisten menerapkan tradisi literat di tengah keluarga. Tatkala anak-anak masih kecil, mereka bikin jadwal menonton televisi hanya untuk hari Sabtu dan Minggu. Di luar hari itu, tak sedetik pun televisi menyala. Hari Senin hingga Jumat adalah hari bersama buku, hari berliterasi, hari bercerita. Hari-hari reading habbit.

Sehingga, bagi keluarga ini, televisi (dan mungkin handphone kalau untuk sekarang) bukanlah candu. Karena, mereka sendiri memang “keras” mendidik diri komitmen untuk rutin membaca. Anak-anak pun terbiasa melihat kedua orangtua sedemikian mencintai buku. Sedemikian terampil menulis, terampil berbicara, dan terampil menyimak.

Lantas, sebagai Bunda Literasi, sang ibu kelahiran Bandung itu tiada patah terus mengedukasi masyarakat Cibeunying Kidul bahwa membaca itu penting. Ia menginisiasi program Donabucica (Donasi Buku Ciptakan Sudut Baca). Sebuah program penggalangan buku untuk disalurkan kepada sudut baca-sudut baca di 89 posyandu. Program donasi buku yang diikuti ASN dan masyarakat umum. Para ASN di lingkungan Kecamatan Cibeunying Kidul wajib mendonasi minimal tiga buku per enam bulan. Sedangkan untuk masyarakat umum lebih fleksibel.

Tak berhenti sampai di situ, Bu Aneu juga memunculkan program Berlita (Berliterasi Lewat cerita). Pertama-tama ia menjaring duta cerita dari enam kelurahan yang ada di Kecamatan Cibeunying Kidul. Para duta cerita itu berasal dari kader-kader PKK, kader-kader Posyandu, dan kader masyarakat yang berminat pada literasi. Tugas duta cerita ini kemudian, mengenalkan pengetahuan umum kepada anak-anak (terutama usia dini) melalui cerita.

Program berikutnya ialah Sabugapot (Sayur, Buah, dan Toga dalam Pot). Sebagai kesinambungan dari program Donabucica dan Berlita. Program yang membuka peluang anak-anak Cibeunying Kidul menikmati hasil pengetahuan yang berwujud rupa tanaman-tanaman dalam pot, dan terpampang di tempat layanan Posyandu.

Kemudian, rupanya sang bunda literasi itu benar-benar pantang lelah, ia pun berancang-ancang menjadikan salah satu RW di kecamatannya sebagai kampung literasi. Di RW tersebut telah terselenggara literasi tematik, dengan memuralkan segenap sudut RW.

Singkatnya, bagi Bu Aneu, literasi tak semata jargon “ayo membaca”, tapi juga bersikait dengan duta cerita, pengenalan lingkungan, pemanfaatan lahan. Literasi adalah mendidik diri untuk belajar dan terus belajar. Literasi ialah mendarmakan diri sebagai madrasatul ula. Maka, “Jangan pernah berhenti membaca! Jangan pernah berhenti berliterasi!” pintanya.