Oleh. Ito Lawputra*

Bagaimana mungkin literasi dapat berdampak pada isu seperti kekerasan seksual?

Pertanyaan penting ini menengahi obrolan Devi Artini Uga dan Ito Lawputra; keduanya merupakan pengurus di Forum Taman Bacaan Masyarakat (Forum TBM) Sulawesi Tengah yang melangsungkan percakapan lewat telepon. Devi sebagai Ketua, di saat yang sama melakukan tugasnya sehari-hari sebagai tenaga kesehatan dan seorang ibu rumah tangga, menyampaikan kegelisahannya atas beberapa kasus kekerasan seksual yang terjadi di sekitarnya. Hal pertama yang menjadi perhatian kita semua tentunya adalah berempati dengan korban, memikirkan bagaimana kesedihan yang mereka rasakan, beban fisik maupun batin yang harus mereka pikul, aneka label yang disematkan kepada mereka oleh orang-orang di sekitar, termasuk keadilan yang apakah berhasil ditegakkan atau malah berlarut-larut tanpa ada kejelasan.

Bersama dengan pengurus Forum TBM Sulawesi Tengah lainnya, dirumuskanlah agenda webinar lewat aplikasi zoom dengan tema Peran Literasi di Sulawesi Tengah dalam Mengecam dan Melawan Kekerasan Seksual. Dihelat pada Rabu, 23 Februari 2022, pukul 20.00 Wita. Webinar ini dihadiri sekitar 59 peserta, termasuk 4 narasumber kunci. Narasumber terdiri dari Maryam (Manajer Advokasi dan Pendampingan di Yayasan Sikola Mombine), I Putu Ardika Yana., M.Psi. (Psikolog dan Founder Sejenakhening.com), Maman Suherman (Penulis/Konsultan Media/Penasihat Forum TBM), serta Dr. Zubair, S.Sos., M.Si (Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Sulawesi Tengah).

Banyak informasi memenuhi ruang webinar tersebut, memperkaya data, wawasan sekaligus gagasan dari para narasumber, maupun peserta yang hadir lainnya. Kang Maman memaparkan narasi pembukanya dengan mengangkat wacana bagaimana seharusnya menghadapi kekerasan seksual bagi pegiat literasi. Kang Maman sendiri lebih menekankan pentingnya menyadari bentuk tindakan kekerasan seksual dan tidak berdiam diri ketika terjadi. Salah satu peserta yang antusias, bernama panggilan Nunung dari Bone, Sulawesi Selatan, mengungkapkan kebingungannya untuk melapor ke pihak yang mana, ketika ada orang terdekatnya yang mungkin saja sudah menjadi korban kekerasan seksual. Opsi ke aparat keamanan sepertinya menjadi pilihan terakhir yang terlintas di benaknya. 

Narasumber lainnya, I Putu Ardika Yana membahas relevansi buku yang belum lama ini dirilisnya, berjudul Utuh, yang memaknai pengalaman kekerasan seksual dari sejumlah klien yang pernah ditanganinya. Pemerintah seolah tidak bertaji dalam merespon peristiwa ini, setidaknya tergambar dari uneg-uneg yang disampaikan oleh psikolog sekaligus founder Sejenakhening.com tersebut. Terlebih program pendampingan psikolog di puskesmas yang dirintisnya bersama beberapa pihak, sudah akan berakhir pada Maret 2022 dan tidak lagi diperpanjang oleh pemerintah. 

Pak Zubair dari DP3A Provinsi Sulawesi Tengah menjelaskan secara gamblang bahwa memang terjadi kesenjangan antara kebutuhan di masyarakat dengan birokrasi dan keterbatasan yang ada di dinas terkait yang sepenuhnya masih di bawah kendali pemerintah. Itu sebabnya, ia sangat mengapreasiasi adanya masukan serta pertanyaan tentang isu kekerasan seksual. Dari data di dinas tempatnya bertugas tersebut, memperlihatkan angka yang cukup memprihatinkan, telah mencapai sekitar 50-an kasus baru menjelang penghujung Februari 2022. 

Maryam dari Yayasan Sikola Mombine menambahkan angka-angka yang mewakili kasus kekerasan seksual di Sulawesi Tengah, terbilang cukup kritis dan butuh penanganan lanjut. Padahal ini bukan suatu pekerjaan yang dapat dilakukan sendiri atau hanya sekelompok orang saja.

Diskusi berlangsung selama lebih dari dua jam, memperkenalkan dinamika dan problematika penanganan kekerasan seksual secara umum khususnya di Sulawesi Tengah. Salah seorang peserta bernama Melda, dari kabupaten Parigi Moutong memberikan kesaksiannya tentang sebuah kasus kekerasan seksual yang melibatkan sepasang suami istri Nakes yang hingga kini masih menanti proses penanganan secara hukum. Sosialisasi termasuk edukasi tentang isu kekerasan seksual dan pendidikan seks, ikut pula dikemukakan oleh sejumlah peserta. Hal ini menjadi potensi kolaborasi yang memungkinkan Forum TBM terlibat dan memiliki andil penting dalam melawan kekerasan seksual.

Pada webinar tersebut memang sengaja tidak memberikan kesimpulan. Webinar ini sebagai langkah awal, sekaligus memperkenalkan pihak-pihak yang peduli dan prihatin terhadap isu kekerasan seksual. Komunitas literasi, khususnya Forum TBM ikut berperan mendorong perlawanan, sekaligus mengecam adanya kekerasan seksual dalam bentuk apapun dan di manapun.

Antusiasme peserta masih terjaga dengan baik. Terlebih lewat obrolan di grup media sosial whatsapp yang kini berganti nama menjadi Forum Kekerasan Seksual dengan tujuan menjadi media informasi sementara dalam aneka agenda kegiatan terdekat yang akan coba digarap oleh Forum TBM bersama jejaringnya. 

Beberapa ide yang telah lebih dulu diluncurkan, seperti kelas menulis fiksi dengan tema Aku dan Kekerasan Seksual yang akan dilangsungkan Senin 28 Februari 2022 secara daring lewat aplikasi zoom dengan harapan menghasilkan sejumlah tulisan maupun kontemplasi terkait isu kekerasan seksual yang nanti dapat dibukukan. Kegiatan susulan lainnya yang dapat menunjang seperti musikalisi puisi dan sajak, forum diskusi susulan, dan rencana kolaborasi program P3K Mental; mitra psikolog untuk keperluan sosialisasi maupun pendampingan korban kekerasan seksual yang diinisiasi Sejenakhening.com.

Siapa yang menyangka, dari obrolan sederhana antara dua orang, berkembang menyatukan puluhan orang dari berbagai komunitas, untuk memiliki kesamaan tekad, mengecam dan melawan kekerasan seksual. Literasi baru saja menunjukkan kekuatan ‘taji’-nya, tidak sekadar baca-tulis-berhitung, tetapi dengan komunikasi, merangkul orang-orang, dan mencoba mendorong, melakukan perubahan. Jika semangat dan keberanian kami semua malam itu dapat menciptakan sesuatu yang bermanfaat, tentunya akan lebih dahsyat lagi, jika dapat diteruskan dan dikembangkan oleh sahabat literasi di seluruh tanah air, bahkan di seluruh dunia.

Program literasi yang dapat diciptakan, digagas, dibudayakan dan disebarluaskan terkait isu kekerasan seksual, dapat kita jalin bersama, dan rangkul sebanyak mungkin pihak, lembaga, dinas, instansi, komunitas dan kelompok lainnya. Mari kita rayakan, keberanian kolektif ini, untuk masa depan, untuk dunia yang bebas dari kekerasan seksual.

 

*Pengurus Wilayah Forum TBM Sulteng