Cahaya ilmu rupanya belum menyinari seluruh wilayah Indonesia secara merata.
Beberapa pelosok desa masih harus berjuang lebih keras hanya untuk menikmati setitik cahaya itu.
Perjuangan ini betul-betul dirasakan seorang pemuda desa bernama Akbar G atau yang lebih akrab disapa Emil (26).
Pemuda kelahiran 20 Oktober 1994 ini miris melihat potret pendidikan di kampung halamannya Parangbebbu, Desa Tabbinjai, Kecamatan Tombolopao, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Hal ini menggerakkan hati Emil untuk mendirikan taman baca yang ia beri nama Nurul Jihad.
Bukan sembarang nama, Nurul Jihad memiliki makna yang mendalam baginya yaitu “Perjuangan menuju cahaya”.
Sebuah nama yang berisi harapan warga Desa Tabbinjai untuk mendapatkan pendidikan yang kelak dapat menyinari desanya.
Rendahnya kesadaran untuk mengenyam bangku pendidikan serta tingginya angka putus sekolah menjadi pemantik bagi Emil menyediakan wadah untuk belajar berupa taman baca.
Apalagi pada saat libur semester, yang terfikir dalam benak anak-anak sekolah sudah pasti ini adalah hari di mana mereka terbebas dari buku dan kegiatan pembelajaran.
Sehingga mereka mengisi waktu liburnya dengan bermain game online dengan tangan mungil mereka.
Alhasil pada hari masuk sekolah kembali, semua pelajaran yang telah mereka pelajari di sekolah/madrasah seakan hilang dari benak mereka.
“Dengan adanya taman baca yang saya dirikan sejak 20 September 2014 lalu, anak-anak tidak lagi mengisi waktu kosong mereka dengan kegiatan tidak bermanfaat namun menggantinya dengan kegiatan yang lebih positif” kata Emil.
Emil mengakui, memang tidak mudah untuk mendirikan taman baca itu.
Selain membutuhkan waktu yang panjang, mendirikan taman baca juga membutuhkan biaya yang cukup besar.
Beruntung, masyarakat setempat saling bahu-membahu membantunya hingga taman baca itu bisa berdiri sampai sekarang.
Sejauh ini, Emil mengaku sudah memiliki puluhan siswa yang menjadi peserta didik di Taman Baca Nurul Jihad.
Kegiatan belajar mengajar mereka lakukan setiap Sabtu dan Minggu.
“Kegiatan kami mulai pukul 09.00 hingga 11.00. Kita tidak menarik biaya. Semuanya gratis. Kita justru memfasilitasi peralatan sekolahnya” kata Emil menambahkan.
Lokasi taman baca sendiri cukup fleksibel. Mereka bisa belajar di mana saja.
Emil memanfaatkan posyandu, teras masjid, bahkan pematang sawah sebagai tempat pembelajaran.
Kehadiran Taman Baca Nurul Jihad semakin membantu masyarakat ketika anak-anak di masa pandemi ini harus mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
“Kegiatan kami mulai pukul 09.00 hingga 11.00. Kita tidak menarik biaya. Semuanya gratis. Kita justru memfasilitasi peralatan sekolahnya” kata Emil menambahkan.
Lokasi taman baca sendiri cukup fleksibel. Mereka bisa belajar di mana saja.
Emil memanfaatkan posyandu, teras masjid, bahkan pematang sawah sebagai tempat pembelajaran.
Kehadiran Taman Baca Nurul Jihad semakin membantu masyarakat ketika anak-anak di masa pandemi ini harus mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Apalagi sistem PJJ yang melaksanakan pembelajaran secara daring atau online, justru membuat anak-anak cenderung bermain game di handphone.
“Kami memfasilitasi buku untuk adik-adik. Nama programnya adalah Bulir Cinta (Buku Bergulir Cinta Membaca). Hal ini tentu saja meringankan sedikit beban orang tua para peserta didik untuk mencari media pembelajaran kepada anaknya” kata Emil.
Kepala Desa Tabbinjai, Zubair mengaku sangat mendukung program Emil di Kampung Parangbebbu.
“Ini wadah yang bagus. Saya sangat mengapresiasi, kami selalu mensupport kegiatan positif seperti ini. Semoga taman baca ini menciptakan pelajar yang berprestasi, berkarakter dan inovatif” ujar Zubair.