Bincang santai Aku, Buku, dan TBM episode #7, bersama Yusrizal KW, dengan host Rudi Rustiadi. Yusrizal KW (akrab dipanggil Bang KW) sendiri adalah pendiri TBM Tanah Tombak, tahun 2015, sebuah taman baca di pesisir, serta inisiator Kampung Baca Bukik Ase tahun 2018.
Ketertarikan Bang KW pada dunia baca, berawal ketika SD, kerap baca koran dan majalah. Ia sedemikian menyenangi cerita bersambung, cerita silat yang tiap hari tayang di koran. Barulah kemudian, ketika SMP, Bang KW benar-benar menyadari asyiknya membaca. Perpustakaan sekolah baginya menjadi tempat idaman lantaran koleksinya banyak dan beragam.
Terlebih, di dekat sekolahnya, ada taman bacaan yang menyewakan komik silat Wiro Sableng dan novel-novel karya novelis legendaris macam Fredy S, Marga T, dan Abdullah Harahap. Sehingga, keruan turut membentuk Bang KW remaja, betapa membaca itu sungguh menyenangkan. Betapa ia mesti sanggup menyisihkan uang untuk bisa menyewa buku-buku di tempat penyewaan tersebut.
Ketika SMA, Bang KW tak sengaja menemu kumpulan cerpen Anton Chekhov. Ia pun tertarik dengan kumpulan cerpen penulis Rusia itu, dan berpengaruh besar pada kesastrawanan Bang KW di kemudian hari. Ia terpesona akan kesatiran Anton Chekhov.
Bang KW juga baca cerpen-cerpen Danarto yang dimuat di harian Kompas. Cerpen-cerpen yang tak langsung dapat dimengerti, memang, tapi justru itulah yang menantang Bang KW untuk kian menekuni dunia sastra.
Bang KW pun bertumbuhkembang, dari membaca lantas menulis. “Saya menulis itu otodidak, belajar sendiri, dan patron saya ya, si Anton Chekhov itu. Juga A.A. Navis.” ungkapnya.
Tak berhenti sekadar sebagai penulis, tapi ia juga bergiat menggerakkan masyarakat, Bang KW meyakini bahwa yang mengubah masyarakat maju itu berkat ilmu pengetahuan. Yang menyelamatkan generasi-generasi penerus itu adalah pengetahuan. Bahwa pengetahuan-pengetahuan itu akan merambah masyarakat secara masif lantaran bacaan. Sehingga, ketersediaan bacaan-bacaan itu yang memudahkan bangsa ini bakal keluar dari jeratan masalah-masalah. Tercetuslah darinya gagasan Gerakan Wakaf Buku. Upaya pengumpulan buku-buku, yang kemudian disebar ke TBM-TBM yang masih minim bacaan.
Memang, fakta menunjukkan bahwa matinya sebuah TBM, lebih sering karena keterbatasan bahan bacaan. Nah, Bang KW dengan program Gerakan Wakaf Buku yang maujud dalam Festival Wakaf Buku, membentuk OKB (Orang Kaya Buku), Ia menghimpun orang-orang yang peduli literasi dalam OKB, dengan syarat memiliki minimal 500 buku, untuk berjejaring dan mendonasi buku.
“Artinya, kenapa OKB, ya, orang harus bangga memiliki koleksi buku. Kita selama ini terjebak dengan jargon ‘ayo membaca’, tapi jarang menghadirkan orang-orang yang memiliki koleksi buku banyak, Kita nyaris tak pernah menjadikan buku sebagai kebanggaan, sebagai harta yang bisa diwariskan. Padahal buku mesti dihadirkan sebagai kekayaan yang lebih bernilai daripada yang lain.” terang Bang KW.
Bang KW lantas melukiskan kepada para penyimak live instagram siang itu betapa penting dan berharganya buku sekaligus gerakan taman bacaan. Bahwa di Tanah Ombak pernah digelar acara Buku Membaca. Bahwa ada 10 anak dengan berkomitmen menyelesaikan 20 judul buku dalam waktu tiga bulan. Mereka bergiliran membaca dan kemudian mencatatkan dilis: judul buku, jumlah halaman—ditulis urut dari buku pertama yang dibaca, kedua, ketiga, dan seterusnya hingga akhir batas waktu—dan keterangan isi buku. Prinsipnya dalam kegiatan ini, yang diapresiasi adalah seberapa jumlah halaman yang dibaca, bukan berapa judul buku yang dibaca.
Terus ada pula kegiatan menulis quote dari cerpen yang dibaca. Kemudian yang lain, yang tak kalah menantang adalah pagelaran Hantu Buku Malam Jumat, yakni membacakan kutipan-kutipan dari buku yang dibaca seraya berkostum ala hantu di depan penonton. Yang kesemuanya itu tak lain tidak bukan sebagai upaya Bang KW untuk memupuk tradisi intelektual sedari dini.
Sehingga, taman bacaan itu, menurut Bang KW, sedianya sebagai energi untuk menggerakkan kesadaran masyarakat. Dan, literasi saat ini mesti berpijak pada kesadaran bahwa masa depan kita itu adalah wabah. Masa depan adalah pandemi. Artinya, kita tidak berhenti untuk terus-menerus meratapi COVID-19 yang kini mendera, karena di kurun kelak pun kita akan menemu wabah-wabah baru.
Maka, tugas pegiat literasi kini tiada lain adalah menebar pengetahuan tentang kesehatan, tentang hidup sehat, tentang imunitas, tentang pentingnya tumbuhan obat, dan sebagainya, dan seterusnya. Karena, sekali lagi, “gerakan literasi ke depan adalah literasi pandemi, apa pun pandeminya,” tandasnya.