Oleh. Moh Syaiful Bahri*
Dalam buku yang berjudul Kisah Dewi Sri ini tidak dituliskan siapa yang menuliskan kembali Kisah Dewi Sri dalam versi cerita rakyat Jawa Tengah, hanya tertulis ilstrator yang bernama Astari Etti Nurcahyani dan Pengawas Mata Kuliah Ilustrasi dan Desain Buku Anak, Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung: Riama Maslan Sihombing, Triyadi Guntur, Dianing Ratri, dan Banung Grahita; Penyunting: Refita Ika dan Novita Elisa. Namun apapun itu, buku ini tetap sebagai buku yang enak untuk dibaca.
Kisah Dewi Sri membawa saya pada kisah-kisah masa kecil. Dulu, nenek suka mendongeng pada cucu-cucunya. Aktivitas mendongeng biasa dilakukan di taneyan (halaman) rumah bersama nenek. Kadang saya dan adik sepupu saling sahut-menyahut. Sesekali menyela cerita yang dilempar nenek sebelum kami tidur. Hidup di kampung yang baru mengenal lampu listrik tahun 2015 kemarin membuat malam-malam kami tidak pernah ramai dengan tayangan televisi. Jalan satu-satunya berkelana adalah cerita dari nenek. Dari dongeng bintang-bintang sampai rahwana.
Bangun cerita Dewi Sri pun demikian, asyik untuk disimak oleh siapa saja, terutama anak-anak. Berawal dari kisah seorang putri yang dikutuk menjadi seekor ular sawah. Dimana ular jelmaan Dewi Sri hidup dalam kesedihan sepanjang hari. Tanpa arah hidup yang jelas. Pada akhirnya tiba di sebuah lumbung pada milik seorang petani di desa.
Pada suatu hari, si petani bersama istrinya terkejut melihat seekor ular sawah di lumbung padinya. Petani yang merasa heran dan kesal dengan seekor ular sawah tersebut berencana mengusirnya. Takut padi di lumbungnya habis dimakan dan lebih-lebih seekor ular dianggap bahaya untuk keselamatannya. Tapi, istrinya melarang untuk mengusir ular itu. Si istri meyakinkan bahwa seekor ular itu bisa menjaga padi dari hama tikus. Beruntung petani mengikuti sang istri. Tidak jadi mengusir seekor ular sawah dari lumbung padi.
Sampai pada suatu malam, petani bermimpi seseorang yang datang padanya. Orang tersebut mengatakan bahwa seekor ular di lumbung padinya akan membawa berkah untuk keluarganya. Panennya akan melimpah ruah. Berhasil dengan keuntungan yang besar. Tapi dengan syarat membawakan ular makanan enak dan lezat. Meskipun kurang yakin dengan mimpi itu, petani mencoba untuk mengikuti seseorang yang hadir dalam mimpinya. Ia kemudian membawakan makanan lezat pada ular. Tak menunggu lama, panennya benar-benar melimpah dan berhasil.
Berita tentang seekor ular sawah yang memberikan kesuburan pada sawah petani terdengar Batara Guru, ketua para dewa di Kahyangan. Batara Guru sangat terkesan pada kebaikan dan ketulusan seekor ular, sehingga berniat untuk mengangkatnya menjadi dewi di Kahyangan. Pada akhirnya, Batara Guru mengutus para dewi menjemputnya, seekor ular sawah senang mendengar hal itu. Dengan ketulusan membantu petani bisa mengembalikan seekor ular menjadi dewi kembali. Seekor ular yang menjadi dewi tidak melupakan petani yang merawat dan memberikan tempat berlindung di lumbung padinya. Dewi Sri terus memberikan kesuburan pada sawah petani sampai akhirnya ia dikenal sebagai Dewi Kesuburan oleh masyarakat.
Dari cerita di atas, kita dapat memetik hikmah bahwa setiap sesuatu yang dilakukan dengan sungguh-sungguh akan menghasilkan sesuatu yang baik. Membantu orang yang kesulitan justru akan dibalas dengan kebaikan-kebaikan yang tidak terduga sebelumnya. Selamat menjadi Dewi Kesuburan di zamannya masing-masing.
Buku digital yang berjudul Kisah Dewi Sri yang diterbitkan oleh Bandung Institute of Technology serta disebarluaskan dalam platform letsreadasia.org seakan menjadi cermin untuk saya mengulang ingatan masa kecil. Saya yang dapat dikatakan pembaca dewasa, senang dengan buku Kisah Dewi Sri, yang mana ditujukan untuk anak-anak, apalagi anak-anak yang membacanya. Pasti lebih senang dengan kisah ini.
.
*Pegiat Literasi DIY