Setiap harinya, anak-anak duduk membaca. Mengelilingi meja panjang berukuran tiga meter yang sengaja memang di pajang di dekat gerobag baca.
Setiap harinya, ibu-ibu berjalan menggendong anaknya. Kemudian, mengajak anaknya mendekati Gerobag Baca. Lalu, memperlihatkan buku-buku yang terpajang di gerobag baca pada anaknya.
Dan anaknya mengambil salah satu di antara pilihan-pilihan buku yang ada di Gerobag Baca. Buku itu di bawa lari. Menuju kelas. Kemudian anak itu mencari posisi paling nyaman. Dan anak-anak membaca.
Tak mau kalah dengan anaknya. Setelah mengajak anaknya memilih buku sendiri, ibunya pun demikian. Berdiri kemudian jalan mengitari Gerobag Baca. Dipandangnya setiap judul buku yang ada digerobak baca. Dia ambillah satu. Kemudian di baca.
Setiap harinya, Kakak-kakak Relawan Pustaka Wadas Kelir duduk manis. Di samping, di depan dan di tanggannya mereka bawa satu buah buku.
Buku itu mereka baca. Penuh dengan beragam ekspresi. Sering saya lihat mereka tertawa. Ya, saat itu saya tahu meski saya belum membacanya, pasti yang dibaca adalah buku yang lucu.
Sehingga mereka pun tertawa. Sering juga saya lihat, mata mereka berkaca-kaca karena terharu. Dan data itu saya tahu buku yang dibaca pasti buku ang melow. Buku yang kaya dengan emosi. Sehinngg mereka pun terbawa perasaan.
Tak kalah sering, Saya melihat dahi mereka berkerut. Seperti baju kusam yang belum disetrika. Saat itu saya tahu mereka sedang membaca buku yang membutuhkan konsentrasi teramat.
Saat itulah, tiba-tiba ada aroma yang berbeda. Aroma yang sangat khas. Aroma para pembaca. Aroma pembaca yang membaca emosi. Emosi yang ada dalam setiap buku yang dibaca. Inilah keajaiban selanjutnya. Keajaiban yang saya temukan. Ketika saya duduk memandang mereka yang duduk dan membaca. Di depan Gerobag Baca Wadas Kelir.