Literasi menjadi buah bibir yang manis, penawar dahaga di tengah terik matahari. Dibicarakan serius dari tingkat pusat sampai pelosok-pelosok negeri. Literasi berpijak dalam ruang-ruang yang tidak kosong. Ketika satu sisi di negara ini bermasalah, tentu yang paling awal disenggol adalah literasi. Untuk itu, dalam merespon gerakan teman-teman pegiat literasi Tanah Air, FIL membuka panel diskusi bersama para pembicara dari berbagai komunitas dan pegiat literasi.
Hadir dalam forum bertajuk “Kolaborasi Gerakan Literasi dalam Konteks Merdeka Belajar”, Sekjen Forum TBM, Heni Wardatur Rohmah, Muhammad Samir, Tim Inovasi dari Kalimantan Utara, dan juga Elsa Diana Agustine dari Let’s Read The Asia Foundation pada Kamis (29/9). Acara tersebut dihadiri oleh pengurus Forum TBM dari wilayah dan beberapa mahasiswa Kubu Raya.
Muhammad Samir, bercerita perihal aktivitas yang dilakukan di Malinau, Kalimantan Utara. Kegiatan TBM di Kota yang membutuhkan jarak 2.853,4 km ke Jakarta Pusat berkibar. Di Malinau, TBM mencoba untuk melebarkan sayap. Ia merangkut beberapa pihak, di antaranya koloborasi dengan lima pemangku kepentingan; pemerintah Kabupaten Malinau, Komunitas, Lembaga Pendidikan,, mitra pembangunan dan perusahaan-perusahaan yang ada di Kalimantan Utara.
Samir percaya bahwa membangun basis pendidikan yang literat tidak bisa berdiri sendiri. Pongah pada kemampuan sendiri. Baginya, kegiatan TBM luas, dan perlu berjejaring. Hal inilah yang kemudian memantik Samir untuk kolaborasi dengan perusahaan, seperti batu bara dan kelapa sawit yang dijadikan mitra dalam meningkatkan mutu pendidikan di Malinau. Bahkan, ia juga menyasar Dinas Pendidikan, PMD (Pemberdayaan Masyarakat dan Desa), PKK, dan bebera komunitas desa. Sehingga lahir IKBM (Ikatan Keluarga Baca Malinau).
Kerja sama dengan berbagai mitra ini mampu mendongkrak mutu buku di sekolah-sekolah. Dan yang tak kalah menarik adalah peningkatan kapasistas guru untuk mengajarkan literasi di kelas. Guru sudah bukan lagi subjek yang menjadikan siswa benda mati. Melainkan siswa terus didukung untuk kreatif dan berinovasi dalam kerja-kerja literat. Lebih jauh, Samir dengan teman-teman aktif mendukung percetakan buku anak untuk konten lokal di Kalimantan Utara. Baginya, untuk mendukung Merdeka Belajar, TBM dan sekolah perlu melaksaanakan kerja-kerja kreatif dan kegiatan yang tidak membatasi siswa hanya belajar di sekolah.
Diskusi ini juga membahas tentang Let’s Read yang sebagai gerakan peduli pendidikan. Elsa Diana Agustine menuturkan bahwa Let’s Read perpustakaan digital dari The Asia Foundation, yang mana The Asia Foundation sendiri sudah ada sejak 1955. Salah satu kegaiatannya adalah book for Asia, mereka mengirim buku ke pelosok-pelosok. Elsa juga menceritakan, bahwa pada mulanya buku yang dikirim ke pelosok-pelosok Indonesia adalah buku bahasa Inggris. Coba bayangkan apa yang terjadi? Buku hanya dilihat, dibayangkan dan didiemin.
Oleh karenanya, pada tahun 2017, kemudian lahir aplikasi Let’s Read. Ada ribuan buku cerita anak bergambar. Sudah open akses. Bebas digunakan untuk apapun dan di manapun, kecuali diperjualbelikan. Haram.
Selama ini, sebagai gerakan yang ruang geraknya terhadap mutu pendidikan. Aplikasi Let’s Read menyediakan 700 judul buku, dengan 48 bahasa (Inggris, Indonesia dan beberapa bahasa daerah Indonesia). Dan tentu focus pada buku-buku anak. Lebih lanjut, Elsa juga memaarkan kolaborasi dengan penulis dan ilustrator dalam kerja-kerja penerbitan buku. Ada lima belas penulis dan elustrator setiap tahun yang akan membuat lima belas judul buku. Bahkan juga loka karya yang dilakukan bersama Universita, Balai Bahasa, pemerintah dan komunitas. Sejauh ini untuk menyebarluaskan Let’s Read berkolaborasi dengan Forum TBM, sekolah dan keluarga.
Berbeda dengan dua narasumber lainnya, Heni Wardatur Rohmah (Sekjen PP Forum TBM) berusaha membentangkan peta Forum TBM. Ia juga menyinggung amanah yang diberikan teman-teman Pengurus Wilayah dalam Munas tahun 2020. Sebagaimana tujuan berdirinya Forum TBM untuk berpartisipasi dalam mengembangkan kecakapan literasi dalam berdampak pada sumber daya manusia.
Ia juga berharap bahwa kita perlu bergerak lebih maju untuk memperluas kerjasama antar TBM. Tidak boleh ada yang jalan sendiri-sendiri, tetapi harus berjalan bersama-sama. Sebagai relawan kita juga punya kesempatan untuk mengembangkan diri melalui TBM, mengembangkan nilia-nilai luhur pengabdian, juga melakukan pendampingan ke masyarakat, dan melakukan advokasi terhadap kebijakan publik. Begitu Ibu Sekjen Forum TBM paparkan di tengah suasa ruang yang mulai agak redup.
Tugas Forum TBM tidak mudah, sama dengan pegiat TBM di seluruh daerah. TBM sudah mencapai angka 2048 dari seluruh Indonesia. Untuk itu, Forum TBM mengajak teman-teman untuk bersama-sama mewujudkan tujuan terbentuknya Forum TBM yang kreatif, inovatif dan kolaboratif. Oleh karenanya, untuk sampai pada tujuan terbentuknya Forum TBM membutuhkan mitra untuk berkolaborasi. Seperti ada mitra pengembangan diri, sebelum bisa mengembangkan banyak hal, kita sendiri dijadwalkan secara pribadi mengembangkan kompetensi diri sebagai pribadi, literasi dan pegiat TBM dan Forum TBM juga menjaring beberapa komunitas, pemerintahan, dan lembaga sosial masyarakat lain yang mempunyai nafas sama dengan TBM.