‘‘Sreet…. ngeng,ngeeng, ngeeng’’

‘‘Awaas!!!, Mobil saya mau lewat’’ perintah Anak menuju Ibu.

‘‘Hati-hati Nak,  pelan-pelan mainannya’’ balas Ibu.

‘‘Iya Ibu, Jangan disitu si Bu?’’

‘‘Baiklh, Nak nanti selepas main Ibu punya 2 Buku cerita bagus, nanti dibaca ya?’’

‘‘Ibu, Hari ini sedang asiik bermain besok saja ya Bu !’’ anak tak lepas dengan permainannya karena lebih suka dan nyaman ketika bermain.

Waktu sore saat anak-anak di halaman rumah, mereka lebih suka bermain mobil-mobilan dari start sampai finish membawa pasir. Orangtua saat itu  berpikiran bahwa apakah parmainan yang dimainkan anak hanya sampai situ?. Namun, orang tua tidak menyerah  mencari titik lemah problem ini, dengan aktivitas keseharian anak bermain sehingga lupa belajar tetapi bagaimana agar tertarik  dan suka 2 buku cerita ini dapat tersentuh untuk membaca oleh mereka. Nah, ada salah satu program dari pemerintahan yaitu Gerakan Literasi Sekolah merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat partisipatif dengan melibatkan warga sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, Komite Sekolah, orang tua/wali murid peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat (tokoh masyarakat yang dapat merepresentasikan keteladanan, dunia usaha, dll.), dan pemangku kepentingan di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Oleh karena itu, Budaya Membaca merupakan keterampilan berbahasa dan faktor yang penting dalam proses pembelajaran, karena dengan membaca anak dapat memperoleh informasi. Membaca merupakan salah satu kegiatan dalam berliterasi. Literasi tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan. Literasi menjadi sarana anak dalam mengenal, memahami, dan menerapkan Ilmu yang didapatkannya di bangku Sekolah maupun Rumah bisa dijadikannya.

Pada tingkat sekolah menengah (usia 15 tahun) pemahaman membaca peserta didik Indonesia (selain matematika dan sains) diuji oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD—Organization for Economic Cooperation and Development) dalam Programme for International Student Assessment (PISA). Hasil penelitian yang dilakukan oleh PISA pada tahun 2012 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-64 dari 65 negara yang turut bertasipasi dalam PISA dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 496). Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2015 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-62. Indonesia memperoleh skor 397 (skor rata-rata OECD 493). Pada penelitian tahun 2015 terdapat 70 negara yang turut berpartisipasi dalam PISA. Sebuah siklus pemaparan teks diatas bahwa  mirisnya negara bangsa kita sudah dilihat minat bacanya rendah. Namun, ada  beberapa cara anak gemar membaca melalui budaya literasi sebagai berikut.

Pertama, tumbuhkan kesadaran membaca dengan melalui permainan, anak kecil lebih suka, senang, nyaman ketika mendapatkan hal baru dari permainan dan ketika ia memperoleh suasana baru maka ia akan mencoba lagi sampai bosan, misal: ketika anak sedang jenuh maka hidangkan buku sebagai obatnya. Seperti ‘‘Ibu punya Buku baru gambarnya bagus anak-anak mau liat?’’, carilah gambar yang menarik dan bacakanlah, jika Ibu punya permainan boleh diterapkan sewaktu membacakannya.

Kedua, Budayakan di sekolah atau rumah membaca (Peran seorang pendidik dalam menerapkan  budaya membaca). Budaya Gerakan Literasi adalah gerakan sosial dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen. Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca peserta didik di Sekolah dan Rumah. Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca (guru membacakan buku dan warga sekolah membaca dalam hati, yang disesuaikan dengan konteks atau target sekolah). Ketika pembiasaan membaca terbentuk, selanjutnya akan diarahkan ke tahap pengembangan, dan pembelajaran (disertai tagihan berdasarkan Kurikulum 2013). Variasi kegiatan dapat berupa perpaduan pengembangan keterampilan reseptif maupun produktif.

Ketiga, Biasakan hadiah berupa Buku. Memang anak lebih suka jika diberi hadiah permainan yang mereka inginkan dari sebelumnya meminta. Tetapi dari hadiah tersebut bisa kita rangkai seperti merubah isi hadiah yang biasanya permainan sekarang diganti buku cerita atau buku kekinian artinnya yang terbaru, kemudian bungkusan hadiah harus menarik sehingga anak terkesan meliahatnya. Melalui hadiah anak akan merasakan berbagi keindahan ketika diberikan hadiah buku.

Keempat, Bentuk komunitas membaca. Anak boleh bergabung di luar untuk merasakan berbagai keterampilan membaca dan diskusi tentang budaya membaca. Boleh, anak diajak ke Perpustakaan, TBM, Toko Buku dan lain-lain.  Sehingga dari situlah dampak gemar baca anak  muncul merasakan ketertarikan membaca sampai masa selanjutnya.

Kelima, Biasakan menulis buku harian (literasi buku hanya baca tetapi juga menulis). Apabila anak usia dini belum bisa menulis maka dalam konteks ini harus mengikuti pertumbuhan perkembangan anak, orangtua yang melayani, mendidik, merawat, dan mengasuhnya ketika anak belum bisa menulis. Lakukan dengan kegiatan sehari-hari untuk memproses pertimbangan anak membaca dan menulis dengan baik.

Permainan  bisa dialihkan sebagai media belajar melalui buku. Kepedulian pendidik terhadap anak sangat penting untuk di korbankan, lalu pengalaman membaca bisa membuka cakrawala budaya anak gemar baca ketika kesehariannya tidak membaca maka akan merasakan  rugi seketika tidak membacanya, budaya membaca dapat menumbuhkan pengetahuan dan menambah kata bahasa serta aspek tumbuh kembang bisa di dapat. Positif  yang diharapkan yaitu menuju masa depan dengan gemar membaca untuk meraih cita-cita setinggi langit.[]