Oleh. Munasyaroh*

Webinar Pengembangan Literasi Masyarakat di Era Digital kembali hadir menyapa masyarakat Indonesia di Bulan Juli 2022. Webinar yang diselenggarakan sebagai rangkaian Hari Aksara Internasional ini telah menginjak episode 3. Rencananya tiap bulan, mulai Juni hingga Oktober 2022 akan ada 2 webinar dengan tema-tema berbeda. Jadi totalnya ada 10 webinar.

Pada webinar episode 3 kali ini, tema yang diambil adalah “Peran Satuan Pendidikan dan Lembaga Masyarakat dalam Kegiatan Sosial”. Beberapa narasumber yang berkompeten telah dihadirkan untuk menambah wawasan serta pemahaman masyarakat.

Narasumber tersebut adalah :. Aswin Wihdiyanto, S. T., M. A selaku plt. Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kemdikbudristek, Dr. Firman Hardiansyah, M. Hum yang merupakan Pegiat Literasi dan Akademisi, Wien Muldian sang tokoh Pegiat Literasi, Perpustakaan Baca di Tebet serta Saida Husna Wokas dari TBM Kompostifa.

Kegiatan Webinar dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 12 Juli 2022 pukul 12.30 – 16.00 WIB di platform ZOOM. Bertindak sebagai moderator adalah Asri Juleha yang merupakan salah satu Pengurus Forum TBM Jawa Barat, dan MCnya adalah Sari Firman dari Rumah Baca Salsabila.

Selain melalui platform ZOOM, Webinar yang diselenggarakan oleh Forum TBM pusat bersama Direktorat PMPK ini, dapat disaksikan secara langsung di kanal YouTube Direktorat PMPK. Bagi yang sibuk atau tidak sempat untuk mengikuti secara langsung, bisa menyimak ulang di saluran tersebut.

Webinar yang diselenggarakan Ini adalah upaya Direktorat Pendidikan masyarakat dan pendidikan khusus Kementerian Pendidikan Kebudayaan riset dan teknologi dalam menyosialisasikan pentingnya literasi serta pendidikan masyarakat. Di masa kini, peran satuan pendidikan serta lembaga masyarakat dalam kegiatan sosial membangun literasi telah banyak dilakukan di kota maupun di daerah. Hal ini tentu menjadi spirit positif untuk gerakan literasi yang pernah digencarkan oleh pemerintah Indonesia.

Sebagai pembuka acara, Pak Cecep Suryana selaku Koordinator Fungsi Keaksaraan dan Budaya Baca Kemdikbudristek memberikan sambutan yang sangat mengena. Pada sambutannya tersebut Pak Cecep menyampaikan apresiasi terhadap kegiatan literasi masyarakat yang saat ini telah banyak digerakkan oleh para relawan dan pengelola TBM.

Dari ribuan data TBM yang telah terkumpul, ternyata sudah ada beberapa TBM yang bergerak di bidang pelayanan disabilitas dan berkebutuhan khusus. Mereka yang berkebutuhan khusus seperti tuna rungu, tuna daksa atau tuna netra bisa mendapatkan alat ketrampilan dan mengikuti berbagai kegiatan di TBM serta komunitas. Ini tentunya patut didukung dan dikembangkan supaya bisa lebih baik lagi.

Kebijakan Pemenuhan Hak Pendidikan Bagi Penyandang Disabilitas

Sejalan dengan sambutan dari Pak Cecep, pada sesi pertama Pak Aswin Wihdiyanto menyampaikan materi mengenai kebijakan pemenuhan hak pendidikan bagi penyandang disabilitas yang masuk dalam kurikulum merdeka.

Menurut plt. Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus, Kemdikbudristek tersebut, salah satu bentuk keterpihakan pemerintah dalam pendidikan inklusif dan akomodatif untuk semua adalah disusunnya kurikulum merdeka yang bisa mencakup semua aspek.

Terhadap penyandang disabilitas, ada banyak dasar hukum di Indonesia yang memayungi mereka dalam hal kesetaraan pendidikan. Berbagai pintu bisa dibuka untuk mengakomodir para penyandang disabilitas tersebut. Bisa melalui PKBM, SKB maupun lembaga formal serta informal lainnya.

Seperti diketahui ada beragam penyandang disabilitas di Indonesia. Mulai penyandang disabilitas fisik, disabilitas intelektual, disabilitas mental, disabilitas sensorik hingga disabilitas ganda. Mereka ini memiliki hak yang sama dengan yang hidup normal terutama dalam hal pendidikan. Untuk itu pemerintah pusat dan daerah memiliki kewajiban dalam memprioritaskan mereka.

Berbagai pembelajaran sudah dimodifikasi sehingga memudahkan dalam pembelajaran penyandang disabilitas. Kehadiran PKBM, SKB dan SLB patutlah diapresiasi tinggi. Mereka bisa mengakomodir para penyandang disabilitas melalui pendidikan khusus yang dimilikinya.

Kebijakan pemerintah dalam pendidikan inklusif mengemukakan bahwa sistem penyelenggaraan pendidikan memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

Dari kebijakan tersebut, pe-er bersama adalah bagaimana mendekatkan para disabilitas kepada sekolah. Di satu sisi perlu diperhatikan bahwa penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat diintegrasikan dalam kehidupan bermasyarakat, dimulai dari satuan-satuan pendidikan atau sekolah. Di sisi lain perlu diupayakan supaya keberadaan penyandang disabilitas dapat diterima di masyarakat. Hingga pada akhirnya dalam mindset masyarakat terbentuk pembiasaan bahwa penyandang disabilitas itu adalah bagian dari masyarakat itu sendiri.

Peran Satuan Pendidikan dan Lembaga Masyarakat dalam Kegiatan Sosial

Pada sesi kedua, Ketua Umum Forum TBM Pusat tahun 1995 sd 2020 Firman Hadiansyah menyampaikan berbagai hal mengenai gotong royong dalam menguatkan gerakan literasi masyarakat. Tema ini kemudian mengerucutkan pada peran satuan pendidikan dan lembaga masyarakat dalam kegiatan sosial.

Berkaitan dengan peran satuan pendidikan, Firman Hadiansyah yang pada saat ini masih diamanahi sebagai ketua Badan Akreditasi Nasional mengapresiasi tinggi 144 partisipan yang hadir dalam Webinar episode #3 kali ini. Para partisipan yang berasal dari SKB, PKBM, TBM dan juga PAUD tersebut, selalu setia dengan webinar literasi. Hal ini menjadi bukti bahwa ada banyak semangat gerakan literasi di tingkat masyarakat.

Menurut Firman, Secara global potensi masyarakat digital saat ini lumayan besar. Generasi muda menjadi bagian subculture literasi yang bisa membawa banyak perubahan. Fakta di lapangan mengungkapkan bahwa 202,6 juta penduduk Indonesia telah mengakses internet secara aktif tiap hari. Dari jumlah tersebut mereka mengakses 8 jam 52 menit perhari di depan internet dan mengakses 3 jam 14 menit untuk akses media sosial.

Dari fakta tersebut, tentunya tidak bisa terlepaskan dari literasi digital. Meskipun buku klasikal tetap ada, namun masyarakat saat ini sudah berubah haluan menjadi bentuk digital sehingga harus berbenah untuk menyongsong dunia digital.

Tantangan yang dihadapi kala menjadi masyarakat digital adalah rentannya miskomunikasi dan dis-informasi karena informasi yang searah. Masyarakat hanya menjadi pengkonsumsi saja belum menjadi inovator. Akibatnya bisa tidak waras secara digital dan juga terpapar situasi saling benci serta ujaran kebencian.

Disinilah peran kaum muda perlu didayagunakan. Ada beberapa disrupsi yang di sampaikan oleh pegiat literasi sekaligus Akademisi ini. Disrupsi tersebut adalah :

  1. Menjaga budaya & keberlanjutan alam serta berpikir kritis
  2. Senantiasa memproduksi pengetahuan secara kolektif
  3. Waras Digital

Dari konsep disrupsi itu kemudian masuk pada literasi digitalnya. Dimana konsep awalnya dimulai dari tahun 1971 oleh Michael S Heart. Dia bicara tentang bagaimana source atau sebuah ruang yang bernama Proyek Gutenberg. Buku yang berbentuk html, pdf, epub, mobi dan Flucker yang sampai saat ini sudah mencapai 60.000 buku dapat diakses secara gratis.

Di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia, buku elektronik baik legal maupun tidak sudah menjadi konsumsi Akademisi dan cendekia. Dari fenomena ini dapat dibayangkan bahwa di masa depan, kehidupan akan berkembang seperti ini. Buku digital dapat diakses dengan sebebas-bebasnya.

Kaitannya dengan perguruan tinggi, urusan literasi sudah hadir dengan gegap gempita. Hasil karya dosen sudah dapat diakses tanpa batas melalui platform buku digital. Jika dibisniskan, buku digital juga bisa menarik keuntungan yang signifikan.

Jika membahas gotong royong untuk urusan literasi, menurut Firman memang kolaborasi sudah menjadi tindakan yang amat dibutuhkan. Institusi finansial telah menjadi bagian penting dari gerakan literasi karena dalam 6 literasi dasar, literasi finansial menjadi salah satu bagiannya. Kolaborasi dalam konteks yang jauh lebih luas bisa dimaknai menjadi lebih terbuka tanpa harus mengejar satu sama lain. Masing-masing dapat berperan sesuai kapasitasnya.

Kolaborasi Hexa Helix meliputi pemerintah, komunitas, perguruan tinggi, sektor bisnis, media dan juga institusi finansial perlu diwujudkan. .

Sinergi Komunitas Penggerak Literasi dan Lembaga Pendidikan Masyarakat dalam Penguatan Daya Baca di Masyarakat Urban

Hidup berdampingan dengan Covid-19 bukan berarti menyerah dan menjadi pesimis. Saat ini titik tolak menuju tatanan kehidupan baru adalah dengan beraktivitas kembali sambil melawan ancaman Covid-19 dengan Adaptasi Kebiasaan Baru melalui penerapan protokol kesehatan yang ketat. Demikian yang dikatakan oleh Wien Muldien Pegiat Literasi, Perpustakaan Baca di Tebet pada sesi 3 Webinar Literasi Digital selasa siang kemarin.

Wien Muldien menyoroti kebhinekaan Indonesia yang memiliki 1128 suku bangsa, 746 bahasa, 17.504 pulau dan 108.000 km bentang jalan. Kebhinekaan tersebut membuat banyak sekali keberagaman dalam pembelajaran dan gerakan literasi di Indonesia. Konsep pendidikan tiap tempat jadinya berbeda karena keberagaman tersebut.

Ada 3 tiga hal yang di garis bawahi oleh Wien Muldien dalam materinya terkait permasalahan umum keliterasian yang berkaitan dengan kinerja organisasi dan kelembagaan. Hal tersebut adalah :

  1. Sumber belajar yang terdiri dari buku dan bahan bacaan lainnya
  2. Program pembelajaran, dimana bisa mengelola aktivitas literasi yang berkelanjutan dan tidak berdiri sendiri.
  3. Komunitas Belajar, yang terdiri dari sekolah, keluarga dan juga masyarakat.

Konteks Literasi yang kita kerjakan basisnya adalah ketrampilan berbahasa. Di dunia pendidikan, pembelajaran bahasa secara otomatis akan bergerak ke pembelajaran membaca, menyimak, menulis dan berbicara. Untuk kecakapan hidup, porsi masing-masing sama besar.

Lebih lanjut menurut Pak Wien, membaca jadi kata kunci untuk bergerak dalam kompetensi. Di pendidikan, membaca dalam kontek komparasi dan eksplorasi yang harus dikuatkan. Basisnya adalah komunitas yang dapat berupa perpustakaan dan taman bacaan di masyarakat. Komunitas ini menyediakan bahan bacaan yang dapat digunakan sebagai sarana informasi, rekreasi, koperasi dan juga eksplorasi.

Saat ini daya literasi harus dikuatkan. Daya literasi yang menjadi kemampuan mengakses, memahami mengelola dan menggunakan pengetahuan serta informasi dapat dipilih secara cerdas. Daya Literasi dimulai dari minat baca yang kemudian terus berlanjut menjadi kebiasaan membaca, kemampuan membaca dan pada akhirnya menjadi budaya baca.

Strategi penguatan literasi dan numerasi dengan membangun literasi dan budaya baca menurut Pak Wien bisa dilakukan dalam lingkungan fisik, lingkungan akademik, serta lingkungan sosial dan afektif.

Di jaman sekarang, referensi bukan hanya dari buku. Ada beragam konten yang dapat dijadikan sumber belajar. Konten-konten itu dapat diakses menggunakan teknologi yang semakin canggih saat ini. Dari konten itu bukan hanya sekedar dijadikan informasi dan sarana belajar namun juga bisa menciptakan sesuatu yang berharga.

Ada sekian banyak kompetensi yang dibutuhkan di masa depan. Dari sekian banyak kompetensi tersebut, ada banyak pekerjaan abstrak yang muncul dan perlu disiapkan untuk anak-anak. Bagaimana seseorang bisa menyelesaikan masalah, bisa mengolah manajemen diri sendiri, bisa bekerja dengan orang banyak, dan juga bisa menggunakan teknik teknologi dan mengembangkannya lebih baik menjadi skill penting di luar kompetensi tersebut.

Dalam kaitannya dengan literasi dan realita sosial, sinergi antar unsur perlu diupayakan. Sekolah, rumah, masyarakat, ruang publik dan media sosial harus memiliki satu konteks gerakan yang berkesinambungan. Salah satu upayanya adalah dengan kolaborasi konten literasi.

Langkah Kecil Menggerakkan Komunitas Muda Positif Fakfak (KomposTIFA)

Sesi terakhir webinar literasi Digital episode 3 disampaikan dengan mempesona oleh Saida Husna Wokas dari TBM KomposTIFA. Melalui materinya yang mengambil judul langkah kecil menggerakkan Komunitas Muda Positif Fakfak, pegiat literasi dari Provinsi Papua ini mencoba memberikan gambaran umum gerakan literasi di Kabupaten Fakfak yang terletak di pesisir Pulau Papua.

Komunitas Muda Positif Fakfak atau biasa disebut dengan KomposTIFA didirikan di Fakfak pada 11 Desember 2015. Relawan Pengurus yang dikenal dengan sebutan Propos (Provokator Positif) berjumlah 20 orang. Mereka ini berasal dari berbagai latar belakang. Ada yang PNS, karyawan swasta hingga pelajar dan mahasiswa.

Gerakan yang dilakukan oleh komunitas literasi di Fakfak di latar belakangi oleh adanya minat baca yang tidak diimbangi olah keterbatasan akses buku. Hal ini diperparah dengan jumlah Perpustakaan Daerah yang hanya 1 saja, sementara toko buku tidak ada sama sekali. Buku bacaan non pelajaran di sekolah yang minim tidak bisa ditambahi karena ongkos kirim yang melebihi harga bukunya.

Dari 70 ribu jiwa penduduk yang ada di daerah tersebut, 50% merupakan anak-anak muda sehingga masih perlu mendapatkan perhatian lebih. Ada banyak sekali potensi dan kreativitas dalam seni, budaya dll yang bisa diolah tapi ketersediaan ruang berekspresi dan dukungan pemerintah sangat minim.

Hal-hal tersebut diatas membuat para relawan membentuk KomposTIFA yang memiliki visi membentuk generasi muda Fakfak yang peduli akan kemajuan berfikir dan pengembangan kreativitas, kritis dan mandiri dengan melakukan aksi-aksi nyata yang positif yang membawa manfaat luas bagi masyarakat dan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai luhur religiusitas, moral dan kearifan budaya lokal.

Dari visi tersebut kemudian diturunkan menjadi beberapa Misi besar KomposTIFA : yakni

  1. Membuka jaringan Rumah Baca KomposTIFA (RBK)
  2. Kampanye Tong Babat (Kitong Baca, Kitong Hebat)
  3. Gerakan Susatu (Seribu untuk satu juta buku)
  4. Menyediakan ruang berkarir dan berekspresi
  5. Ruang Diskusi

Seiring berjalannya waktu, misi besar KomposTIFA mengalami perkembangan yang cukup besar. Ransel Propos sebagian bagian dari program unggulan jaringan RBK telah menyentuh banyak tempat. Mulai dari sekolah, sekolah, komunitas hingga kampung-kampung pedalaman

Program unggulan lainnya yang berhasil dilakukan oleh KomposTIFA secara rutin adalah parade budaya dan inovasi KomposTIFA, semarak Anak Fakfak berkarya, Propos Baca Cerita dan Event Tematik. Tak ketinggalan ada pelatihan menulis dan pembuatan buku. Kegiatan event tematik maupun Parade budaya biasanya dilakukan dalam rangka peringatan hari besar tertentu seperti Sumpah Pemuda, Ultah Fakfak, Hari Anak dsb.

Hal menarik yang didapatkan dari program atau event tematik tersebut adalah banyak budaya Papua /Fakfak yang unik dan belum terekspos akhirnya banyak diketahui oleh masyarakat luas. Ternyata Papua bukan hanya Bonai atau Tifa saja yang unik tapi masih banyak hal unik lainnya yang bisa digali dan ditampilkan untuk umum.

Hasil program unggulan KomposTIFA juga membuat Cerita dan tokoh kepahlawana dari Fakfak Papua dapat diketahui secara luas oleh masyarakat, terutama anak-anak Papua itu sendiri. Ini te tu menjadi kebanggaan tersendiri bagi mereka.

Potensi anak-anak muda fakfak yang luar biasa tak ketinggalan bisa tersalurkan berkat program unggulan yang telah dilaksanakan secara rutin oleh relawan KomposTIFA.

Perjalanan webinar selama 3 jam seolah tidak terasa karena begitu menariknya materi-materi yang disajikan oleh narasumber dalam Webinar. Namun karena keterbatasan waktu sehingga harus diakhiri.

Webinar selanjutnya akan diselenggarakan pada tanggal 25 Juli 2022, tentunya dengan tema yang tak kalah menarik dengan sebelumnya. Informasi selengkapnya bisa pantau media sosial Forum TBM.

 

*Pengelola TBM Bintang Brilliant