Oleh. Atep Kurnia*

Dulu kata “open house” agak kerap terdengar setiap Lebaran Idulfitri tiba. Meski sekarang belum lagi terdengar, beberapa waktu lalu saya baca ada yang akan menyelenggarakan halalbihalal. Dan dulu sekali, zaman penjajahan Belanda, kata yang searti dengan “open house” atau halalbihalal adalah “receptie lebaran”.

Sebagai contohnya, mari kita buka-buka koran Sipatahoenan tahun 1937 hingga tahun 1940. Dalam edisi 8 Desember 1937 (4 Sawal 1356) ada kabar “Lebaran Receptie” yang akan diselenggarakan oleh Paguyuban Pasundan Cabang Cirebon pada 11 Desember 1937, mulai pukul 19.30, di Sekolah Pasundan. Selain akan ada jamuan makan alakadarnya, konon, hadirin akan disuguhi pertunjukan wayang kulit, tarian dari Mardi Kaboedajan Tjirebon, dan pertandingan bridge.

Hadirin yang diundang antara lain anggota Paguyuban Pasundan, Mardi Goena, Tjatoer, Mardi Kaboedajan Tjirebon, dan orang tua murid Pasundan. Maksudnya untuk mempererat persaudaraan (“Etang2 sami ngaraketkeun sasaderekan”).

Paguyuban Pasundan Cabang Garut, Pasundan Istri (Pasi) Garut, JOP, dan JOPI Garut telah mengadakan resepsi lebaran pada malam minggu yang telah lewat menurut kabar Sipatahoenan edisi 17 Desember 1937 atau 13 Sawal 1356 (“Dina malem Minggoe n.a.k. di Pasoendanschool geus diajakeun receptie lebaran koe Pasoendan, Pasi, JOP djeung JOPI”).

Para peserta yang hadir, konon, termasuk banyak, padahal hujan. Apalagi saat itu sudah berdiri JOP dan JOPI. Hiburannya berupa kecapi orkes dan Hawaiian-band. Acaranya dipimpin oleh ketua Paguyuban Pasundan Cabang Garut Endjo, dan diisi oleh sambutan dari ketua Pasi Garut Aledja, ketua JOP Enoch, uraian puasa oleh Mami, dan Achdiat (yang kemungkinan besar Achdiat Kartamihardja) yang saat itu menyampaikan tentang pendidikan “zelfbeheersching” dan periode “Sturm und Drang”.

Dari edisi 21 November 1939 (9 Sawal 1358) kembali saya menemukan resepsi lebaran di Cirebon. Tidak tanggung-tanggung dalam berita singkat bertajuk “Lebaran …” tersaji empat acara resepsi lebaran yang diselenggarakan di Cirebon oleh perserikatan sepak bola PSIT pada malam Minggu yang baru lalu (“Malem Ahad n.a.k. koe P.S.I.T. geus diajakeun gempoengan receptie lebaran”); Paguyuban Pasundan Cabang Cirebon, Pasi, JOP dan JOPI juga menyelenggarakan resepsi pada malam yang sama; demikian juga di Karoekoenan, Ciledug; dan keesokan harinya Madjlis Islam Tjirebon (MIT) di Taman Siswa juga sama melaksanakan resepsi lebaran.

Satu contoh lagi saya temukan dalam Sipatahoenan tanggal 4 Oktober 1940 atau 3 Sawal 1359. Kali ini dari pendopo Kabupaten Bandung, sehingga diberi tajuk “Lebaran di Kaboepaten”. “Patali djeung lebaran, powe Djoemaah n.a.k. mimiti poekoel 5 nepi ka poekoel 7 pasosore Kg. R.A.A. Wiranatakoesoema geus ngajakeun ‘tea” di pendopo Kaboepaten Bandoeng” (berkaitan dengan lebaran, hari Jum’at yang baru lalu, mulai pukul 17.00 hingga pukul 19.00, Bupati R.A.A. Wiranatakoesoema telah mengadakan jamuan ‘teh” di pendopo Kabupaten Bandung). Demikian awal kabarnya.

Acara tersebut disebut-sebut sangat ramai dan memuaskan, karena dihadiri ratusan orang, ditambah para pejabat pamongpraja dan militer, bahkan Residen Priangan Tacoma dan Letnan Jenderal Berenschot pun hadir (“Ieu receptie teh kadjadian katjida ramena sarta njoegemakeun pisan, sabab di antara istri pameget noe saroemping teh, kadjaba aja ratoesna, oge para gegeden, boh ti golongan B.B. boh Militair bestuur djst., malah oge aja Resident Priangan Toean Tacoma djeung Z.E. Luitenant Generaal Berenschot”).

Kalangan terkemuka lainnya adalah semua anggota dewan Kota Bandung dan anggota dewan Kabupaten Bandung, beberapa orang anggota dewan Provinsi Jawa Barat dan anggota dewan rakyat (Volksraad), perwakilan Pengurus Besar Paguyuban Pasundan oleh R. Oekar Bratakoesoema dan Pasundan Istri Emma Poeradiredja, para wedana dan camat, serta beberapa petinggi Masjid Agung Bandung. Sementara pers Indonesia yang datang hanyalah perwakilan dari Sipatahoenan (“Ari pers Indonesia noe ngiring kana ieu ‘tea’ teh ngan ti Sip”).

Terakhir, penulis laporan menyebutkan, “Koe soempingna para djrg. ti golongan dagang jeung partikoelir, boh bangsa Europa, Tionghoa, Arab djeung Indonesia oge djadi boekti jen lain saeutik djoemlahna noe njoemponan kana pamaksadan Kg. Boepati dina lebaran noe ajeuna teh” (Dengan datang para pedagang dan kalangan swasta, baik bangsa Eropa, Tionghoa, Arab dan Indonesia, juga menjadi bukti bahwa tidak sedikit jumlah orang yang memenuhi maksud bupati Bandung untuk lebaran sekarang).

Artinya, acara “open house” atau halalbihalal atau resepsi setelah Hari Raya Idulfitri sudah lama terjadi, sudah berjalan berpuluh tahun atau bahkan beratus tahun ke belakang. Penyelenggaranya bisa siapa saja atau lembaga apa saja dan tata caranya pun tidak jauh berbeda dengan yang berlangsung sekarang. Termasuk saya, barangkali, minggu depan sudah mulai menghadiri acara tersebut, bila ada yang mengundang, tentu saja.

 

 

Keterangan foto:

 

Bupati Bandung R.A.A. Wiranatakoesoema menyelenggarakan resepsi Hari Raya Idulfitri tahun 1359 H. Sumber: Sipatahoenan, 4 Oktober 1940.

 

*Pengurus Pusat Forum TBM Divisi Litbang