Awal perkenalanku dengan dunia kerja di sebuah sekolah dasar pada bulan Nopember 2013. Aku seorang lulusan sekolah menengah kejuruan program bisnis dan manajemen jurusan akuntansi. SDN. Perumnas Cisalak adalah tempat kerja pertama setelah selama enam bulan menganggur. Enam bulan berikutnya menjadi pekerja buruh industri rumahan milik tetangga. Jam kerja menghabiskan waktu hampir 24 jam, karena pekerjaan dapat dibawa ke rumah.

Bagaimana bisa lulusan SMK bekerja di sekolah dasar? Seharusnya lebih cocok bagi mereka yang mengeyam pendidikan perguruan tingga jurusan PGSD. Kuliah itu hanya bisa menjadi sebatas mimpi untukku, aku hanya anak dari keluarga yang biasa saja. Memang di lingkunganku setelah lulus sekolah kebanyakan langsung bekerja, jadi orang tuaku pun mengharapkan begitu. Menuruti kemauan orang tua awalnya, karena bagiku orang tua lebih tahu apa yang terbaik untuk anaknya.

Saat itu, seorang kawan mengundangku ke acara pernikahannya. Aku pun datang dengan kakakku untuk memenuhi undangannya. Dia adalah seorang teman saat duduk di bangku sekolah dasar. Mungkin ini sudah menjadi skenario Alloh SWT ketika hendak pulang. Kakakku bertemu dengan soerang temannya semasa sekolah dasar juga. Dalam obrolan, dia menawarkan sebuah pekerjaan. Dia sendiri pun bekerja di SDN 1 Nagarasari, sebuah sekolah dasar yang satu komplek ketika aku duduk di bangku SDN 7 Nagarasari.

Dia menawarkan untuk menjadi operator sekolah atau tenaga adminstrasi di bagian tata usaha. Akan tetapi, aku bukan bekerja di sekolah satu komplek itu. Justru, aku bekerja di SDN. Perumnas Cisalak. Sekolah ini juga merupakan komplek SDN. Perumnas 1 dan SDN. Perumnas 2 sebelumnya. Kini telah berubah menjadi SDN Perumnas Cisalak setelah merger pada tahun 2015. Keputusan tersebut berdasarkan program pemerintah Kota Tasikmalaya. Ketika ditawari, aku merasa bingung apakah aku bisa? Terkadang, aku tidak percaya dengan kemampuankku sendiri, mudah ragu, putus asa, pemalu, bahkan pendiam. Keseharianku lebih senang menghabiskan waktu di rumah, mengasuh ke empat keponakan. Sama sekali tidak tahu dunia luar. Beberapa teman yang aku tahu pun karena jaringan internet. Meskipun waktu itu begitu sulit mengakses internet, tidak  seperti sekarang.

Kakakku pun tidak mempunyai pekerjaan, tadinya akan mengisi lowongan pekerjaan itu pada awalnya. Akan tetapi, dia punya anak-anak yang lebih penting untuk diperhatikan. Dengan restu dari kedua orang tua, aku memenuhi lowongan pekerjaan itu akhirnya. Senyum orang tua menyertai setiap keberangkatan. Apalagi ibu, dia malah bilang mungkin nanti kamu bisa diangkat menjadi guru (menjadi PNS). Menuruti keinginan orang tua adalah surga. Mereka pendorong terbesar dalam kehidupanku. Meski awalnya tidak bersedia, mereka khawatir ketika aku menganggur, menjadi perempuan yang sering berdiam diri di kamar. Mereka sangat berharap kepadaku agar memiliki semangat baru.

Teman kakakku datang ke rumah dan memberitahukan bahwa kepala sekolah SDN 1 perumnas agar aku segera memulai bekerja. Aku pun memenuhi panggilannya untuk datang dengan membawa amplop cokelat lamaran. Berisi persyaratan untuk melamar pekerjaan, diantar oleh doa ibu dan ayah yang juga mengantarku dengan becaknya. Ayahku seorang tukang becak yang hebat. Ayah dan ibu bersusah payah untuk menyekolahkan anaknya hingga lulus SMK dan berhasil bekerja. Pengorbanan mereka tidak akan pernah bisa tergantikan.

Ibu kepala sekolah menyambutku dengan hangat, aku duduk di sebuah kursi tamu ruang kantor. Beberapa hal pertanyaan diajukan beliau untuk menyakinkan bahwa aku pantas bekerja di sana. Ini semua keajaiban dari sang Maha Pencipta yang memudahkan jalan. Hari itu, aku langsung diterima untuk bekerja. Bahagia, haru bercampur dengan perasaan bahagia. Berkat doa dan dorongan orang tua, pekerjaanku berjalan dengan lancar dan menyenangkan. Bisa bertemu dengan anak-anak yang ceria, terkadang aku dibuat malu oleh mereka yang sering mengeluh. Banyak hal yang aku pelajari dari mereka, guru-guru kecilku. Bapak-ibu guru pun begitu baik, mereka seperti orang tua bagiku.

Namun, ada satu guru yang berbeda saat itu, dia bapak guru wali kelas 4. Guru paling muda di sana. Cara mengajarnya, menurutku berbeda dengan guru lain. Anak-anak diberi ruang berkreativitas. Banyak kegiatan yang digeliatkannya yang cocok untuk anak-anak sekolah dasar. Mereka memang masih dalam suasana tumbuh-kembang dengan ruang belajar dan bermain yang tidak mengekang. Aku tertarik dengan cara mengajarnya, tetapi tidak lantas membuatku ikut terlibat dalam kegiatannya. Selain mengajar di sekolah, dia juga bergeliat di komunitas kreatif yang saat itu bernama Pers Cilik Cisala. Sebuah ruang kreativitas untuk anak-anak sekolah SDN. Perumnas Cisalak dan sekitar yang diasuhnya. Saat itu, hanya sebatas tertarik dan kagum dengan apa yang dilakukannya. Meski tidak ikut terjun langsung, saat itu pemikiranku hanya terbatas untuk bekerja saja.

Pada tahun kedua bekerja di sana, ibuku meninggal dunia karena penyakit stroke yang dideritanya, Januari 2015. Bekerja menjadi tidak sesemangat karena kehilangan sosok yang paling memberikan pengaruh dalam hidup. Namun, tidak baik jika terus menerus dalam keterpurukan. Aku bangkit dan kembali melanjutkan kehidupan seperti biasanya.

Kegiatan Pak Dude Abdul Rahman, bapak guru yang berbeda itu kiprahnya semakin kelihatan. Ia memberikan ruang seluas-luasnya untuk anak-anak didiknya. Hingga menghasilkan sebuah karya berupa album lagu dan beberapa film pendek. Komunitas literasi anak yang didirikannya terus bergeliat.

Satu tahun kemudian, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menggaungkan sebuah program literasi bernama West Java Leader Reading Challenge.  Program ini diikuti oleh seluruh sekolah yang terplih sebagai sekolah perintis WJLRC. SDN. Perumnas Cisalak menjadi salah satu sekolah yang terpilih. Dibentuklah sebuah komunitas sekolah untuk mengikuti tantangan membaca tersebut. Pak Dude Abdul Rahman ditunjuk sebagai guru perintis oleh Ibu Ade Rastuti, S. Pd., kepala sekolah penggerak yang ditugaskan ke SDN. Perumnas Cisalak, tahun 2015. Sekolah Bacaan SDN. Perumnas Cisalak (Sabak Percisa) pun digagas Pak Dude untuk menaungi kegiatan literasi sekolah. Termasuk dalam menjalankan program WJLRC. Sebuah kelompok bernama TIM H. Agus Salim yang beranggotakan 16 peserta didik berkomitmen untuk menaklukkan tantangan WJLRC. Mereak harus mampu membaca buku sebanyak minimal 24 buku dalam waktu 10 bulan.

Wanti Susilawati – Rumpaka Percisa

#TBMstory2017 #forumtbm #sahabatliterasi #gerakanliterasilokal #gerakanliterasinasional