Jalan Panjang 379 Tahun dan Tantangan Kita di Era 4.0
Oleh. Ahmad Sofyan
Hari Buku Sedunia atau World Book Day (WBD) dirayakan pertama sekali pada tanggal 23 April 1995. Jalan yang panjang membentang hingga 379 tahun. Dari tahun 1616, hingga akhirnya ditahun 1995 UNESCO memilih dan menetapkan tanggal 23 April sebagai hari Buku Sedunia. Jalan yang sangat panjang juga bagi kita untuk bukan hanya mengetahui atau memperingatinya Namun, mengisi dan memaknainya.
Sejarah mencatat. Ide Awalnya dari Vicente Clavel Andrés (1888-1967), seorang penulis dari Valencia, Spanyol. Untuk menghormati Miguel de Cervantes Saavedra (Henares 1547–Madrid 1616). Seorang novelis dan penyair, yang namanya paling dikenal lewat novel Don Quixote de la Mancha (Don Kisot), salah satu karya terbesar dalam Sastra Barat dan dianggap oleh sebagai novel modern pertama. Bahkan Fyodor Dostoyevsky (Moskow, 1821-1881) menyebutnya “kata yang paling puncak dan paling luhur dari pemikiran manusia”
Tanggal 23 April sebagai hari kematian Miguel de Cervantes diperingati dengan buku pertama dibuat oleh toko buku di Catalonia, Spanyol pada tahun 1923. Kemudian menyebar ke banyak tempat dan belahan dunia lainnya. Dimasing-masing juga memilki ciri khasnya. Semarak peringatan yang hampir menyeluruh kemudian ditahun 1995 UNESCO menetapkan 23 April sebagai Hari Buku Sedunia.
Ibukota Buku Sedunia/ World Book Capital.
Setiap tahunnya UNESCO juga memilih, menobatkan satu kota sebagai Ibu Kota Buku Dunia. Dengan semboyan“Kota Yang Gemar Membaca Adalah Kota Yang Peduli.” Selama satu tahun penuh di kota terpilih mengadakan kegiatan-kegiatan perayaan buku dan membaca. Untuk membangkitkan minat baca, memperluas akses buku, juga tentunya memberdayakan masyarakat.
Ibu Kota Buku Dunia, digelar pertama kali pada tahun 2001. Kota Madrid di Spanyol menjadi ibukota Buku Dunia pertama. Dilanjutkan kemudian pada 2002, di Alexandria, Mesir. 2003, DI New Delhi, India. 2004, Antwerp, Belgia. 2005, Montreal, Kanada. 2006, di Turin, Italia. 2007, Bogota, Kolombia. 2008, Amsterdam, Belanda. 2009, Beirut, Lebanon. 2010, di Ljubljana, Slovenia. 2011, Buenos Aires, Argentina. 2012, Yerevan, Armenia. 2013, Bangkok, Thailand. 2014, Port Harcourt, Nigeria. 2015, Incheon, Korea Selatan.2016,Wroclaw,Polandia. 2017, ada di Conakry, Republik Guinea. 2018, di Athena, Yunani. 2019, Sharjah, Uni Emirat Arab. 2020, Kuala Lumpur, Malaysia. Serta 2021 ini, di Tbilisi, Georgia.
Bagaimana Indonesia ? Untuk tahun 2022, Jakarta seyogyanya masuk daftar kandidat sebagai Ibu Kota Buku Dunia, bersaing salah satunya dengan Tashkent, Uzbekistan. Namun, pandemi Covid-19 yang masih menyelimuti mengakibatkan pemilihan Ibu Kota Buku Dunia ditunda.
Hari Buku Sedunia, dikenal pula dengan Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia. Ada tiga kata penting yang selalu menyertai makna perayaan hari buku sedunia ini. Pertama, mempromosikan peran membaca, Kedua, Penerbitan, dan Ketiga, hak cipta.
Refleksi Buku
Dari peringatan hari Buku sedunia. Kemudian perlu untuk kita merefleksikan kembali. Makna Apa Itu Buku?? Untuk Apa Ia Ada dan Disediakan?
Apakah sebenarnya buku, bergantung pada cara kita melihatnya. Apakah dilihat dari karakteristik fiskal ataukah dari karakteristik fungsionalnya. Secara karakteristik fiskal, buku terdiri dari lembaran kertas tercetak, disatukan menurut urutan tertentu, ditutupkan dan beralaskan karton tebal yang tercetak pula. Secara fungsional, buku adalah sarana komunikasi tercetak, tersusun di dalam satu atau lebih dan penyajiannya mengikuti suatu sistematika yang wajar. Buku dikatakan sebagai alat penyampaian informasi, sebagai sumber dan tempat penyimpanan informasi sejak dahulu sampai sekarang.
Lalu, apakah keberadaan buku digerakkan oleh kepentingan yang kekal atau tentatif. Jika bergerak dalam kepentingan yang kekal, keberadaan buku haruslah mengutamakan satu transfer of knowledge. Yang terkait dengan proses pendistribusian pengetahuan. Transformasi dari ilmu pengetahuan, pelestarian nilai-nilai luhur intelektual, pemikiran, karya-karsa dan proses generousity. Beserta transfer of values (perpindahan nilai) yang lebih dekat dengan internalisasi ukuran manusia.
Akan tetapi, bila hanya berpijak pada kebutuhan tentatif, maka buku [penerbitan buku, pergerakan buku dll] dipastikan di dorong oleh motif mencari untung. Ada euforia di dalamnya.
Jika demikian, keberadaan, buku mempunyai potensi membangun humanisme, sekaligus juga mengandung bahaya yang digerakkan oleh kekuasaan pasar. Jika demikian keberadaan buku yang diterbitkan, dibeli, didistribusikan mempunyai potensi membangun humanisme, sekaligus juga mengandung bahaya yang digerakkan oleh kekuasan pasar. Jika demikian lupakan apa yang dikatakan Louis L ’Amour ’bahwa buku adalah kemenangan terbesar yang diraih manusia’. Karena, jika demikian waktu sudah memasuki injury time, dimana, buku adalah penakluk terbesar dari pasar.
Selamat hari Buku Sedunia. Semoga Kita semua masuk kedalam golongan orang-orang yang mencintai buku. Walau selalu dihujat oleh golongan orang-orang yang mencari keuntungan melalui buku. Salam Literasi (Ahmad Sofian).