Categories
Artikel

Anda Termasuk Pada Tipe Humor Yang Mana?

Oleh Heri Maja Kelana

 

“Rasa humor dari sebuah masyarakat mencerminkan daya tahannya yang tinggi di hadapan semua kepahitan dan kesengsaraan. Kemampuan untuk menertawakan diri sendiri adalah petunjuk adanya keseimbangan antara tuntutan kebutuhan dan rasa hati di satu pihak dan kesadaran akan keterbatasan diri di pihak lain. Kepahitan akibat kesengsaraan, diimbangi oleh pengetahuan nyata akan keharusan menerima kesengsaraan tanpa patahnya semangat untuk hidup. Dengan demikian, humor adalah substansi dari kearifan masyarakat.”

Institut Humor Indonesia Kini (IHIK3) menggelar kegiatan Humor Resources Department, Kamis, 8 April 2021. Acara tersebut dihadiri oleh Dr. Jennifer Aaker sebagai penulis buku Humor, Seriously. Pembicara lain pada kegiatan ini adalah Novrita Widiyastuti (CEO of IHIK3, Lecturer, dan Humor Justice Warior) juga Yasser Fikry (CCO of IHIK3, Lecturer, dan comedian). Kegiatan ini berlangsung kurang lebih 3 jam.

Anda termasuk pada tipe humor yang mana?

Apabila dihadapkan pada situasi yang tegang dan kaku, maka yang muncul adalah rasa takut, mandek kreativitas, dan pikiran (kita) akan menjadi kerdil. Ketegangan ini sering terjadi pada sebuah organisiasi, perusahaan, serta instansi lain, di mana terdapat banyak orang dengan struktur hirarki yang harus ditaati. Humor dapat mengubah situasi yang tegang menjadi cair.

Ada beberapa gaya orang berhumor yang disampaikan oleh Dr. Jennifer kemudian disampaikan ulang oleh Novrita yaitu The Magnet (Affiliative – Expressive), The Sweetheart (Affiliative – Subtle), The Stand-up (Aggressive – Expressive), The Sniper (Agressive – Subtle).

The Magnet tipe orang yang gampang menghibur dan terhibur. Kemudian gaya selanjutnya adalah The Sweetheart. Tipe orang dengan gaya The Sweetheart menghindari humor yang menyakiti (kerena orang tersebut tidak mau disakiti). Gaya lain adalah The Stand-up, di mana orang tersebut senang tampil dan ngejoke di depan umum. Tipe orang dengan gaya stand-up, jadi “tatakan” juga tidak masalah. Ia akan berterima dan tidak akan marah. Kemudian tipe yang terakhir adalah The Sniper, orang ini memiliki selera humor yang spesifik, hingga jarang dipahami atau diapresiasi oleh orang lain. Anda termasuk pada tipe humor yang mana?

Humor di perusahaan atau instansi belum begitu berkembang, seperti juga disampaikan oleh Novrita dan Yasser. Namun saya kira, di tengah atmosfir politik, ekonomi, agama, yang tidak menentu humor menjadi penting perannannya. Pentingnya keberadaan humor di instansi sudah dibuktikan oleh Presiden Indonesia ke-4, yaitu Abdurrahman Wahid, atau masyarakat mengenalnya dengan sebutan Gus Dur.

Abdurrahman Wahid memiliki selera humor yang tinggi. Humor-humornya sangat kontekstual dengan situasi yang sedang terjadi, baik di Indonesia maupun di dunia. Misalnya ketika Gus Dur bertemu dengan Fidel Castro di Kuba.

Semua Presiden Indonesia punya penyakit gila.

“Presiden pertama Bung Karno gila wanita” kata Gus Dur.

“Lalu presiden kedua?” tanya Castro.

“Kalau yang itu, gila harta,” kata Gus Dur sambil nyengir.

“Kalau presiden yang ketiga bagaimana?” Castro terus mengejar.

“Wah, dia sih gila ilmu, gila teknologi.”

“Kalau yang keempat,” Castro bertanya sambil tersenyum.

“Itu artinya saya ya…,” kata Gus Dur sambil terkikik. “Kalau presiden keempat sih sering membuat orang gila karena orang yang memilihnya juga orang-orang gila.”

Gus Dur dan Castro ngakak bersama-sama. Sebelum tertawa Castro reda, Gus Dur langsung bertanya.

“Yang mulia Presiden Castro termasuk yang mana?”

“Saya termasuk ketiga dan keempat,” jawab Castro sambil tertawa.

Gus Dur tidak pernah kehilangan joke-joke humornya. Bahkan ketika nyindir Akbar Tandjung, sewaktu Gus Dur pidato di depan DPR. Siapa pada waktu itu yang berani nyindir Akbar Tandjung yang menjadi ketua DPR, selain Gus Dur.

Akbar Tandjung ketika berpidato selalu dimulai dengan “Marilah kita memanjatkan syukur”.

Gus Dur pun membuka pidato dengan “Sukur memang perlu dipanjatkan karena syukur tidak bisa memanjat.” Serentak anggota DPR tertawa.

Humor-humor Gus Dur ini ditulis dan dibukukan oleh Guntur Wiguna dengan judul Koleksi Humor Gus Dur diterbitkan oleh penerbit Narasi tahun 2010.

Kembali pada humor di perusahaan atau di instansi, maka memang perusahaan atau instansi membutuhkan atmosfir humor. Humor disadari atau tidak, sudah ada pada diri (kita). Semua orang suka dengan humor, meski caranya berbeda-beda. Terpenting, dengan humor akan muncul krativitas, persaudaraan yang lebih baik. Seperti yang dikatakan oleh Gus Dur pada pengantar buku Mati Ketawa Cara Rusia yang saya kutip di awal tulisan ini, bahwa humor adalah substansi dari kearifan masyarakat.

Pada kalimat tersebut ada kata “substansi” maka, seharusnya kita (masyarakat) memiliki selera humor, dan humor sudah melebur menjadi budaya di masyarakat. Sehingga humor dapat dengan mudah masuk di perusahaan atau instansi juga oranisasi.

Apakah humor dapat meningkatkan minat baca?

Indonesia sedang memperbaiki kemampuan literasi di masyarakat. Salah satunya adalah minat baca masyarakat indonesia yang rendah. Lalu, menjadi pertanyaannya adalah “Apakah humor dapat meningkatkan minat baca?”

Yasser mengatakan pada sesi webinar, bahwa Cak Lontong dan Komeng adalah pembaca yang hebat. Mereka mendapatkan bahan humor dari buku-buku serta pembendaharaan kata yang semakin banyak dari membaca.

Membaca memang dibagi menjadi dua bagian, yaitu membaca makro (Kauniyah) dan membaca mikro (Qualiyah). Membaca makro sendiri adalah membaca lingkungan, alam, manusia, dan keadaan yang sedang terjadi. Sedangkan mikro adalah membaca teks buku, koran, majalah, dan lain sebagainya berhubungan dengan aksara. Kedua unsur ini tentu dimiliki oleh manusia. Artinya ketika humor dapat meningkatkan minat baca, maka jawabannya “ya”. Karena humor ada di kedua unsur membaca tadi, mikro dan makro.

Masyarakat Indonesia sangat akrab sekali dengan humor, bahkan dalam kesehariannya humor menjadi gaya hidup di masyarakat. Ketika humor menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia dan masyarakat Indonesia rendah minat bacanya, seharusnya tidak terjadi hal demikian. Karena masyarakat Indonesia menyenangi humor, maka akan membaca makro, dan seirisan dengan itu juga akan membaca mikro atau membaca kauniyah dan qualiyah.

Jadi sebenarnya pertanyaannya berbalik, apakah masyarakat Indonesia masih memiliki selera humor? atau sudah terjadi pergeseran budaya di Indonesia, sehingga masyarakat Indonesia sudah tidak memiliki selera humor? Sehingga muncul indeks minat baca di Indonesia untuk anak, remaja, dan dewasa rendah. Kalau memang sudah terjadi pergeseran budaya, maka wajar ketika situasi politik, ekonomi, agama, di Indonesia begitu tegang.

Ketegangan politik, ekonomi, serta agama yang sedang terjadi di Indonesia tidak akan terjadi apabila masyarakat Indonesia memiliki tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Karena semakin tinggi ilmu seseorang, akan semakin besar hati dan memiliki pandangan yang terbuka, tidak cepat marah dan terbawa emosi. Hal ini sudah dibuktikan oleh Gus Dur.

Kembali pada konteks humor di perusahaan atau instansi, belajar dari sosok Gus Dur yang ketika menjabat sebagai presiden maupun sebagai manusia biasa sisi-sisi humor selalu ada pada diri Gus Dur. Sosok Gus Dur dibuat parodi oleh banyak tokoh humor di Indonesia dia tidak marah, bahkan ketika Gus Dur dipertemukan dengan Gus Pur (A.P. Handojo) pada salah satu acara di televisi, Gus Dur sangat apresiasi terhadap Impersonete Gus Pur. Maka ciptakanlah atmosfir humor di dunia kerja, supaya kreativitas meningkat. Supaya tidak tegang dan stres dengan pekerjaan yang menumpuk.

Terlepas dari rumitnya situasi politik, ekonomi, serta agama di Indonesia, IHIK3 memiliki program yang bagus dan menarik untuk terus diikuti dan diaplikasikan.

 

 

 

 

 

 

 

 

  

Leave a Reply