Saya merasa semua orang tua memiliki pengalaman yang sama. Pada awalnya adalah anak yang tidak mau diam. Orang tua kesal. Menganggap anak yang baik dan manis itu lebih banyak diamnya. Duduk rapi tidak banyak teriak dan lari-lari. Sebab sekali anak banyak berteriak dan lari-lari, maka orang tua cemas dan terganggu.
Orang tua pun mencari solusi. Dan dilihatlah disaku, dompet, atau genggaman tangan: sebuah gadget yang ekstra smart. Gadget yang kemarin diminta anak, tetapi orang tua tidak memberikannya. Karena waktu itu masih ingat kata Pak Ustadz dalam suatu pengajian, “Jangan berikan mahluk bernama gadget pada anak!”
Tapi, orang tua sekarang lupa. Sebab, melihat anak ribut dan berlari itu memusingkan kepala. Anak harus didiamkan, dan jika susah beranggapan demikian, maka oran tua dengan mudahnya akan memberikan gadget pada anaknya, “Sini, Nak! Main gadget saja. Jangan lari-lari terus!”
Dan adegan selanjutnya bisa ditebak, anak akan menghabiskan banyak waktu. Berjam-jam lamanya dengan bermain gadget. Saat sudah berhari-hari larut dengan gadgetnya, mendadak orang tua ingat kembali dengan pengajian entah kapan, “Jangan berikan gadget pada anak! Nanti anak akan kecanduan!”
Dan orang tua telah mengalami sendiri, anaknya menghabiskan banyak waktu hanya duduk bermain game melalui gadget yang super cerdas. Saat sudah bermain, perkataan orang tua berapapun panjangnya tetap dicuekin.
Orang tua kemudian bingung dan menyesal. Telah tidak menuruti nasihat Pak Ustadz hanya karena merasakan risih anak-anaknya setiap hari ribut dna lari-lari. Dan setelah sudah berhari-hari tidak ribut dan lari-lari, orang tua baru menyadari suara keributan anak berteriak dan lari itu jauh lebih indah daripada suara bunyi game yang menyiksa orang tua.
Saat seperti ini orang tua bisa putus asa. Orang tua kemudian mengambil paksa gadget-nya, tetapi apa yang terjadi. Anak akan meronta, mengamuk, dan menangis sejadi-jadinya tanpa berkesudahan seakaan gadget sahabat sejatinya yang tak bisa dipisahkan.
Melihat anak menjadi demikian, orang tua pun akhirnya memberikan gadget itu lagi. Orang tua tak berdaya, dan kadang menyerah begitu saja. Setiap hari hanya bisa menggerutu mendengar bunyi game yang keluar dari gadget, dan melihat anaknya senyum senang sendiri bermain game.
Padahal, di luar rumah teman-temannya sedang bermain petak umpet, dan berteriak berlari-lari merayakan kabahagiaan yang alamiah. Di situlah orang tua kemudian merasa tersiksa, dan kemudian, saat berkali-kali saya mengisi seminar dan pelatihan, pasti pertanyaan sering yang mencul adalah:
“Anak saya sudah kecanduan gadget, setiap harinya selalu bermain game dengan gadget sampai lupa waktu. Bagaimana cara agar ini tidak terjadi. Anak tidak kecanduan?”
Dan dari sinilah saya pun mengelus dada. Saya berpikir keras. Saya mengumpulkan pengalaman sendiri dalam menangani anak-anak yang kecanduan gadget. Dan saya menemukan tiga terapi penting yang bisa dilakukan orang tua dalam mengatasi kecanduan gadget.
Pertama, terapi pengalihan. Pada awalnya adalah orang tua yang tidak mau anaknya aktif dan ribut, sehingga gadget pun diberikan ke anak. Dan anak-anak bermain gadget seharian karena merasa hari itu tidak ada kegiatan wajib yang harus dilakukan, jadi anak bermain dengan gadget karena merasa waktu santai.
Tapi hasilnya, saat sudah main gadget jadi lupa waktu semuanya. Untuk itu, langkah awal mengurangi kecanduan gadget adalah dengan membuat pengalihan waktu luang dengan kegiatan yang bermanfaat. Orang tua harus membuat aktivitas wajib bagi anak yang menyenangkan, yang dilakukan saat anak-anak memanfaatkan waktu itu dengan bermain gadget.
Aktivitas waktu pengalihan ini bisa berupa bimbingan belajar, bimbingan seni, wisata, nonton film, sampai pengalihan kewajiban untuk bermain di luar rumah. Dengan cara pengalihan ini, anak-anak akan terkurangi waktu bermain dengan gadget, dan perlahan-lahan jika terapi pengalihan bisa menghadirkan kegiatan yang lebih menyenangkan dengan bermain gadget, maka anak pun perlahan-lahan akan meninggalkan gadget.
Kedua, terapi literasi. Dasar berpikirnya bahwa tidak ada yang salahnya anak-anak menggunakan gadget. Tapi, menjadi persoalan jika yang diakses adalah game. Kenapa anak-anak menggunakan gadget hanya untuk bermain game. Ini disebabkan budaya literasi atau membaca yang rendah dari anak. Jika anak memiliki hobi baca yang bagus, maka gadget akan digunakan untu mengakses berbagai dongeng, cerita, dan informasi lain yang penting. Anak-anak akan menggunakan gadget untuk membaca.
Untuk itu, terapi penting yang perlu dilakukan orang tua adalah terapi literasi. Anak-anak dikondisikan untuk memiliki budaya baca yang bagus sebelum menggunakan gadget. Sehingga anak-anak akan menggunakan gadget dengan benar, tidak sekadar untuk bermain game seharian, tetapi digunakan untuk membaca berbagai informasi dan cerita yang menarik. jika kenyataannya demikian, maka anak menggunakan gadget bisa maklumi.
Untuk terapi literasi ini, orang tua harus aktif menciptakan budaya membaca di rumah secara intensif, yang dimulai dari penyediaan buku-buku bacaan di rumah, pemberian contoh dan keteladanan bahwa ornag tuanya senang membaca, menyuruh anak-anak untuk sehari harus membaca, sampai pada orang tua aktif dalam membacakan buku ke anak. Langkah ini akan membuat anak-anak kita hobi membaca, saat sudah hobi membaca, maka gadget akan digunakan untuk media mencara informasi untuk dibaca.
Ketiga, terapi ketegasan. Terapi ini dilakukan bila anak sudah akut kecanduan terhadap gadget. Orang tua pun harus bertindak tegas. Ketegasan ini dilakukan dengan, misalnya, melarang keras anak untuk bermain dengan gadget. Jika sudah ada ketegasan begini, maka orang tua juga harus memberikan contoh. Orang tua tidak boleh menggunakan gadget untuk hal tidka penting di hadapan anak.
Untuk terapi anak awal mulanya anak akan protes dan melakukan berbagai cara agar gadget-nya tidak disita. Tapi, saat keadaan ini orang tua harus tegas melaksanakan aturan. Dalam keadaan demikian, anak yang sedang kecewa, orang tua datang dengan terapi pengalihan dan literasi.
Anak diajak untuk melakukan hal yang menyenangkan, bisa melalui bermain atau bercerita. Dan ini harus dilakukan secara intensi sampai anak benar-benar melupakan gadget. Anak mulai asyik dengan dunia aktivitas dan literasi yang dilakukan orang tua dengan dirinya.
Di sinilah, saat orang tua resah dengan kebiasaan anak menghabiskan banyak waktu seharian hanya untuk bermain dengan gadget, tiga terapi ini bisa dilakukan oleh orang tua secara intensif. Tujuannya agar anak-anak kita bisa lepas dari main game di gadget seharian, dan kedepan bisa menggunakan gadget untuk pengembangan literasi yang lebih baik.[]