Setiap kali mendengar kata “Relawan”, pasti setiap orang punya opini yang hampir sama tentang relawan, yaitu orang yang rela berkorban untuk membantu saat terjadinya bencana. Seperti evakuasi korban atau membantu memberikan dorongan psikologis untuk para korban pasca bencana di penampungan dan kejadian-kejadian bencana yang seringkali terjadi di Indonesia maupun di dunia. Namun, apakah relawan akan datang hanya sebatas pada saat bencana terjadi?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) relawan diartikan ‘sukarelawan’. Sedangkan menurut Duta Baca Indonesia, Najwa Shibab mengatakan bahwa relawan ada di barisan terdepan, jika kepentingan rakyat menjadi tujuan. Ada arti luas dari kata relawan. Relawan bukan hanya pada saat bencana yang nampak terjadi secara kasap mata, namun krisis literasi, krisis moral, krisis kepercayaan dan sebagainya. Keadaan saat ini, bencana tidak dapat diartikan sebagai gejala alam saja, tapi lebih luas pada lingkup karakter manusia. Kalangan generasi millenial yang pada abad 21 ini sudah menjadi generasi produk teknologi mulai tidak minat dengan literasi baca-tulis. Padahal sudah mulai digerakan program GLS (Gerakan Literasi Sekolah). Namun, belum juga menuai dampak untuk anak-anak di sekolah secara masif. Ini menjadi tantangan terbesar bagi para pegiat literasi baik di sekolah maupun masyarakat.

Dari sinilah muncul kata relawan taman bacaan masyarakat yang bertujuan untuk mengembalikan ruh literasi. Dari berbagai pandangan masyarakat tentu kita sudah memahami bahwa seorang relawan bukan hanya dikenal sebagai sebutan orang yang membantu pada saat bencana alam, namun untuk orang yang berjuang dalam bidang sosial di desa-desa, atau yang  mengelola taman bacaan, bahkan saat ini ada relawan dalam bidang politik seperti sebutan relawan pada sebutan calon presiden.

Namun, bagaimana relawan dari kaca mata orang-orang yang menjadi relawan? Saya pernah bertanya ke beberapa orang yang menjadi relawan di beberapa TBM di Banyumas, tidak jauh berbeda dengan pengertian sebelumnya, yaitu orang yang mau berkorban demi orang lain. Ada makna mendalam dari pendapat relawan di beberapa TBM di Banyumas ini. Kita dapat memaknai bahwa seorang relawan akan melakukan apa saja untuk orang lain.

Seperti makna dalam KBBI, menurut saya, relawan di Taman Bacaan Masyarakat Wadas Kelir memaknai relawan sebagai orang yang bahagia dalam menggunakan  waktu, tenaga dan pikirannya untuk belajar bersama orang lain yang akan berdampak positif bagi keduanya. Kami menyebutnya sebagai relawan pustaka yaitu relawan-relawan yang dengan senang hati mengabdikan dirinya untuk meningkatkan budaya baca masyarakat.

Atribut seorang relawan pustaka, bukan seragam yang dipakai setiap hari atau sebuah topi pengaman dan sepatu anti air. Namun, sebuah kepercayaan yang dibangun untuk dirinya dan orang lain untuk sebuah perubahan yang lebih baik. Bangunan kepercayaan inilah yang memunculkan kesadaran pada masyarakat tentang keberadaan seorang relawan. Melalui berbagai kegiatan literasi yang diadakan oleh relawan pustaka, seperti sekolah literasi, literasi sebelum memulai kegiatan, olimpiade literasi, pemilihan duta literasi, membacakan buku kepada anak-anak dan pengembangan literasi di setiap TPQ membuat masyarakat mulai menyadari pentingnya literasi.

Tapi, seringkali orang mempertanyakan eksistensi dan kondisi sosial-ekonomi seorang relawan. Melakukan sesuatu tanpa mengharapkan imbalan? Rasanya sangat sulit dibayangkan di zaman sekarang. Memang tidak semua percaya bahwa tidak ada motif di balik sebuah kebaikan. Tentu saja ada motif di balik kebaikan seorang relawan. Bagi seorang relawan pustaka, dapat meliterasikan satu keluarga atau bahkan satu desa akan ada keuntungan yang diperoleh dari seorang relawan.

Ada banyak cerita yang didapatkan, metode yang ditemukan, dan hasil yang dapat dijadikan sebuah penelitian. Dampak inilah yang menjadikan relawan pustaka seringkali gagal move on untuk berhenti menjadi seorang relawan. Seorang relawan pustaka pasti dekat dengan buku. Setiap harinya, hadir dengan buku-buku yang menumpuk banyak ilmu. Walaupun dari berbagai latar belakang yang berbeda, namun saat banyak buku berada di sampingnya dan aktivitas literasi serta membacakan buku, maka wawasan dan pengetahuan seorang relawan pustaka akan bertambah. Dari sinilah, seorang relawan bisa berkuliah tinggi dengan beasiswa, mendapatkan penghasilan dari menulis cerita pengalaman, dan mendapatkan dana penelitian.

Keberadaan relawan yang selalu mempunyai inovasi baru dalam aktivitas literasi yang menjadikan candu pada masyarakat untuk berliterasi secara menyenangkan. Akan selalu ada pertanyaan dan pernyataan,

“Mbak, ada buku baru apa lagi di TBM?” 

“Mbak Nis, buku masakan yang itu bagus, saya suka, diperpanjang boleh, ya!” 

Kak, aku mau baca buku ini! 

Kak, aku mau ikut lomba ini! 

Kak, aku mau pinjam buku yang kemarin dibaca Dini!”

 

Pertanyaan dan pernyataan ibu rumah tangga, bapak-bapak, anak-anak dan remaja di Wadas Kelir ini adalah dampak dari rasa percaya pada hati relawan dan kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat sehingga dapat tercapai sebuah perubahan. Standar masa depan dan keingintahuan masyarakat tentang literasi menjadi lebih tinggi. Di sinilah peran relawan dapat dirasakan dan diidamkan oleh banyak orang.

Selamat Hari Relawan Sedunia!

Salam Literasi! J