Categories
Cerpen Kolom

Pemulung Cilik

Pemulung Cilik

            Cuaca tampak agak cerah. Di langit sedikit dibayangi mendung menyelimuti angkasa sekitar kota Malang. Bocah cilik itu memikul sebuah karung berukuran sedang. Bekas karung beras yang berukuran 20 kg nampak pada tulisan karung itu. Dengan semangat ia berjalan menghampiri kotak sampah yang berada dekat bangsal SDK Mardi Wiyata 1 Malang. Dilihat dan diambilnya beberapa botol dan gelas plastik dari kotak sampah berwarna hijau dan menyimpan dalam karungnya sambil dipikul. Dihampirinya kembali kotak sampah berwarna kuning berada sekitar 15 m dari kotak sampah hijau. Namun ia tak menemukan sesuatu dari kotak kuning itu karena hanya melihat lalu meninggalkan tanpa mengambil sesuatu.

              Dari jauh mataku memandang dan mengamati. Perlahan mengikuti dan mendekatinya yang bergegas hendak meninggalkan kotak sampah itu. Hallo dek, ku coba menyapanya. Iya kak, jawabnya singkat. Kami melanjutkan percakapan. Saya pun bertanya tentang dirinya. Namamu siapa ya …? Fio, ia menjawab sambil memandang ke arahku. Truussss, kamu sudah sekolah…? jawabnya: sudah…. di mana kamu sekolah…? TK Bina Putra. Saya pun kaget. Tempat Fio mengenyam pendidikan sebelum ke tingkat SD hampir setiap hari saya lewati dan lihat. Dalam hatiku bergumam, anak seumur Fio tapi memulung mengadu nasib untuk hidupnya. Apakah ia disuruh orang tuanya atau melakukan sendiri untuk memulung? Semua penuh tanda tanya dalam hatiku.

             Saya pun membatasi diri untuk bertanya tentang hidup Fio. Kebetulan di tanganku sedang memegang salad buah dan sepotong kue (kue itu seperti pizza) yang tadi dibelikan teman di kantin sekolah tempat ia bertugas. Kebetulan kami bertemu ketika saya hendak ke sekolah di seberang yang melewati jembatan kecil kali Brantas. Saya coba menawarkan salad dan kue kepada Fio dan menyuruh Fio untuk memilih mana yang dia mau. Ia pun menunjukkan ke tanganku yang memegang kue. Kue itupun saya berikan kepadanya. Ia mengambilnya. Raut wajahnya kelihatan senang dan gembira. Fio asyik memakan kuenya itu. Saya pun pamit dan meninggalkan Fio yang sedang menghabiskan kuenya. “Syukur dan terima kasih Tuhan atas pengalaman ini yang telah mengajarkanku untuk selalu mensyukuri hidup ini, atas anugerah rezeki yang Tuhan berikan. Berikanlah jalan, kekuatan, dan kebahagiaan bagi semua orang yang mengalami kesusahan, penderitaan, dan kemalangan dalam hidup mereka” pintaku dalam hati sambil berjalan melewati jembatan besi menuju tempat kerjaku.

Categories
Artefak Literasi Cerpen

Terima Kasih, Andris

Bel tandai usai sekolah berbunyi. Ibu Elis yang mengajar di kelas kami pun berhenti mengajar dan mengakhiri pelajaran.

“Horeeeee…….” kami pun serentak berteriak girang.

Sebelum keluar kelas, bu Elis mengajak kami untuk berdoa bersama.

“Selamat siang bu……”, ucap kami bersama memberi salam kepada bu Elis.

“Selamat siang anak-anak”, balas bu Elis sambil mempersilakan kami untuk keluar kelas. Dengan tertib sesuai deretan bangku paling depan sampai belakang, satu per satu kami bersalaman dengan bu Elis lalu keluar kelas.

Suasana dingin dalam kelas berubah jadi terik menyengat badan. Siang ini cuaca di langit begitu cerah. SMP tempat sekolahku letaknya cukup jauh dari perumahan warga. Mengayuh sepeda yang melewati daerah persawahan memanjakan pemandangan kami setiap hari, baik pergi maupun pulang sekolah.

Bersepeda bersama-sama menjadi kebiasaan kami. Belum pernah saya melihat seorang siswa mengayuh sepeda dan berjalan sendiri. Dengan bersama-sama kami bisa bercerita, tertawa, dan bersenda gurau bersama di jalan, tanpa mengabaikan keselamatan dengan saling mengingatkan untuk hati-hati.

Perjalanan siang ini, aku dan Monci teman kelas SMP  bersepeda santai. Kadang kami dilewati oleh teman-teman yang mengayuh lebih cepat. Asyik bercerita dan tertawa tiba-tiba Monci terjatuh dari sepeda karena melintasi sebuah batu. Aku kaget dan hanya tinggal kami berdua, sedangkan teman-teman lain sudah tak tampak.

Aku menghentikan sepeda dan mengangkat Monci. Lutut dan siku Monci mengalami luka lecet. Ia meringis kesakitan.

“Bagaimana ya sehingga bisa mengobati luka Monci?” tanyaku dalam hati.

Tak jauh dari kami, terlihat empat batang pohon pisang di pinggir jalan dekat sawah. Aku teringat, ayah pernah mengobatiku dengan menggunakan guratan pisang. Memakai penggaris, aku menggurat batang pisang.

“Sekarang guratan pisang akan kutempelkan pada luka siku dan lututmu, tapi kamu harus bisa tahan nyeri ketika ditempelkan ke lukamu,” kataku kepada Monci.

“Aduuhhhh…… stop….. stop…,” teriak Monci.

Aku tak peduli dengan teriakkannya. Kutempelkan terus guratan pisang ke lukanya. Tampak lukanya mulai kering dan tidak mengeluarkan darah lagi.

Kami melanjutkan perjalanan, namun Monci kelihatan susah mengayuh sepedanya. Kami beristirahat sejenak dan menyuruh Monci menggerakan lutut untuk peregangan sakitnya.

“Andris… kamu hebat dan pintar, bisa obati luka dengan guratan pisang. Beruntung memiliki teman sepertimu,” ucap Monci kepadaku.

Tak terasa, kami akan berpisah menuju ke rumah masing-masing.

“Terima kasih banyak Andris, maaf agak merepotkanmu hari ini, sampai mau menemaniku tiba di rumah.”

“Sama-sama Mon, tidak merepotkan. Sebagai teman kita saling membantu,” balasku dan kemudian pulang menuju rumahku.

Keterangan: sumber gambar dari internet

Categories
Artefak Literasi Cerpen

Chef Sisca

 

Sejak kecil Sisca sering bermain bersama dengan teman – teman seperti memasak. Ketika memasuki bangku sekolah jenjang tingkat atas, ia menyampaikan kepada kedua orang tuanya untuk menyekolahkannya di sekolah yang bisa memasak. “Saya mau jadi chef kok”, ketus Sisca ketika berbicara dengan orang tuanya. Bapak dan ibunya kaget mendengar apa yang disampaikan Sisca kepada mereka karena selama ini Sisca tidak pernah berbicara tentang rencananya untuk sekolah menjadi seorang chef.

Dengan bahagia Sisca menjalani masa sekolah tingkat atasnya bersama teman – temannya yang lain dari berbagai SMP. Mereka hanya berjumlah 30 peserta didik dalam satu kelas ketika awal masuk sekolah. Kekompakan, kebersamaan, menghargai perbedaan seperti agama, dan persaudaraan di antara mereka sekelas maupun dengan kelas yang lain sangat terasa. Walaupun sekolah itu milik swasta katolik, namun menerima peserta didik tanpa memandang perbedaan, entah apapun  perbedaan itu. Yayasan yang mengelola SMK tempat Sisca bersekolah adalah tarekat religius yang dalam gereja katolik disebut biarawati. Niat dan tekad mereka adalah bisa belajar dan lulus serta bisa mengharumkan nama sekolah. Memasuki kelas XII di SMK itu, teman Sisca yang bernama Robby pindah sekolah ke kota lain karena mengikuti perpindahan tugas ayahnya. Ayahnya adalah seorang perwira TNI. Sisca dan temannya yang lain merasa sangat kehilangan Robby. Robby adalah salah satu dari sembilan teman laki – laki yang ada dalam kelas mereka. Dengan berat hati mereka merelakan Robby untuk pindah sekolah mengikuti ayahnya. Mendekat hari perpindahan Rooby, bersama dengan kedua orang tuanya, Robby berpamitan dengan Kepala Sekolah, para guru, dan teman sekelasnya. Sisca dan teman – temannya tak dapat menahan rasa sedih dalam hati, air mata pun menetes perlahan ketika bersalaman dengan Robby.

Waktu Ujian Nasional (UN) tinggal dua bulan. Sisca dan teman – teman sibuk mempersiapkan diri untuk menghadapi UN. Setelah selesai UN, tibalah waktu yang ditunggu – tunggu, pikiraan dan perasaan diliputi dengan rasa bimbang dan ragu, antara lulus atau tidak. Pengumuman kelulusan pun dilaksanakan, Sisca dan teman – teman dinyatakan LULUS 100 %. Semua menyambut dengan gembira hasil kelulusan ini. “Hore…….. kita lulus semua…” teriak mereka setelah keluar dari ruang pengumuman dan berada di halaman.

Setelah dinyatakan lulu, Sisca mengurus semua administrasi ijazahnya dan menyerahkan ijazah kepada orang tuanya. Melihat kondisi kehidupan keluarganya yang pas – pasan, Sisca pun tidak berniat untuk melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi. Ayahnya sebagai seorang buruh bangunan dan ibunya hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Penghasilan kedua orang tuanya hanya mencukupi kebutuhan untuk hidup sehari – hari.  Sedikit membantu untuk membayar uang sekolah Sisca dan kedua adiknya. Ketika masih sekolah, Sisca dan kedua adiknya memperoleh bantuan dana pendidikan untuk orang tua kurang mampu sehingga dapat meringankan  beban orang tuanya. Agar bisa membantu kedua orang tuanya, Sisca memutuskan untuk bekerja. Sisca pun melamar pekerjaan ke sebuah restoran berbekal membawa ijazah SMK yang dimiliki. Setelah dua minggu menunggu, Sisca dipanggil pihak restoran untuk bekerja. Ia sangat bersyukur telah memperoleh pekerjaan yang dapat membantu ekonomi keluarganya. Walaupun telah memiliki pekerjaan, namun Sisca tetap hidup sederhana. Menggunakan uang yang dimiliki sesuai kebutuhannya ataupun kebutuhan dalam keluarga. Sisca bahagia menjalani hari – hari hidupnya bersama keluarga dalam kesederhanaan.

Categories
Event Kabar TBM

Gema Pencandu Literasi Zaman Now

 

Pada umumnya masyarakat populer dengan membaca (lihat) dan mendengar dengan ucapan pecandu narkoba, pecandu mainan (game), pecandu alkohol, pecandu gadget, pecandu buku, pecandu kopi, dan masih banyak kata lain yang bisa dipadankan dengan kata “pecandu”. Setiap orang akan memahami dan memaknai menurut nalar logikanya serta sesuai dengan pemahaman dan pengetahuannya. Maknanya bisa secara positif tetapi bisa juga bermakna negatif. Seperti pecandu narkoba akan memberi kesan dan makna yang negatif, pengguna narkoba tingkat tinggi, hidupnya selalu dengan narkoba, tiada hari tanpa narkoba yang membawa efek gangguan kesehatan pada orang yang memakai narkoba. Sedangkan seperti pecandu buku maka akan bermakna positif, orang yang suka (gemar) dengan buku, suka membaca, tentunya membaca buku tentang hal – hal positif bukan hal – hal negatif.

Menurut KBBI online, pecandu berarti 1) n: pemadat; pengisap candu; 2) ki: penggemar dan pencandu artinya n: pecandu. Dapat disimpulkan bahwa pecandu dan pencandu memiliki arti yang sama karena pencandu merujuk pada pecandu. Tetapi yang lebih sering digunakan adalah pecandu bukan pencandu. Untuk tulisan ini, penulis lebih cenderung menggunakan “pencandu” untuk mengakrabkan akan kekayaan yang terdapat dalam ilmu Bahasa Indonesia.

Jarang kita mendengar tentang “pencandu literasi”, kalaupun mendengar atau menyebut akan merujuk pada “pecandu literasi”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia online bila di-search tidak ditemukan kata “literasi”. Namun dari website Komunikasi Praktis, dapat ditemukan arti kata literasi. Kata literasi dalam bahasa Inggris yaitu “literacy” artinya kemampuan membaca dan menulis (the ability to read and write) dan “kompetensi atau pengetahuan di bidang khusus” (competence or knowledge in a specified area). Secara harafiah, “literacy” berasal dari bahasa Latin yaitu “literatus” artinya “a learned person” yaitu orang yang belajar, atau bahasa Latin lainnya yaitu “litera”(huruf) serta dari kamus Merriam – Webster disebut “literature”dan bahasa Inggris “letter”.

Menurut Nationale Institute for Literacy (NIFL), Literasi adalah kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga, dan masyarakat.”

Menurut Education Development Center (EDC), literasi merupakan kemampuan individu untuk menggunakan potensi dan keterampilan (skills) dalam hidupnya yang mencakup kemampuan membaca kata dan membaca dunia.

Dari pengertian – pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa literasi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang tentang membaca dan menulis serta menggunakan potensi, pengetahuan, keterampilan (skills) yang dimiliki untuk memecahkan masalah hidup yang dihadapi pada tingkat pekerjaan, keluarga, serta masyarakat, dan kemampuan untuk membaca dunia. Maka “Pencandu Literasi” merujuk pada makna yang positif. Pencandu Literasi adalah orang yang gemar dalam kegiatan literasi seperti membaca, menulis, menciptakan kreativitas dalam hubungan dengan pekerjaan, kehidupan keluarga, kehidupan masyarakat sekitar, dan kemampuan membaca tentang kejadian dan peristiwa dunia. Arti lain pencandu literasi sama dengan pegiat literasi, dalam konteks ini adalah para pencandu literasi secara online seperti Forum Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dan Pustaka Bergerak Indonesia (PBI), para pengelola TBM yang tersebar di seluruh pelosok nusantara, para koordinator dan penggerak literasi wilayah (kota, kabupaten, dan provinsi), dan semua yang telah bergabung serta memanfaatkan taman bacaan di tempatnya secara baik dari anak – anak sampai oang dewasa (lansia pun bisa). Ada beberapa paradigma dalam kaitan dengan pencandu literasi dalam sudut pandang ini.

  1. Membaca dan menulis : meningkatkan kepedulian membaca bagi semua orang, mengajar dan melatih anak – anak usia PAUD/ TK untuk belajar membaca dan menulis serta anak SD kelas bawah (I – III), menulis sebuah karangan sederhana seperti kisah pengalaman pribadi, menulis sebuah pemikiran yang dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan, melatih dari hal yang sederhana akan berkembang menuju luar biasa. Membuat sebuah mading sehingga dapat mengakomodasi dan menyalurkan kegiatan membaca dan menulis secara konkret dari hasil karya sendiri baik pribadi maupun bersama dalam komunitas taman baca.
  2. Menciptakan kreativitas dalam pekerjaan : pekerjaan menjadi pengelola taman baca adalah pekerjaan sukarela, tidak dibayar tetapi atas kemauan dan ketulusan hati untuk menjalankan. Para pengelola bisa menciptakan kreativitas kegiatan pada taman baca sehingga tidak menyebabkan bosan dengan kegiatan yang sama, seperti membuat game, ekspresi dalam gerak dan lagu, menciptakan kegiatan membaca dan menulis outdoor, dan kreativitas lain yang bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat.
  3. Menciptakan kreativitas dalam kehidupan keluarga : keluarga yang dimaksud adalah keluarga baru dalam komunitas taman baca bukan keluarga yang terdiri dari bapak, ibu, dan anak – anak. Keluarga baru ini turut ambil bagian dan mendukung kegiatan yang dilaksanakan sehingga kreativitas – kreativitas pribadi atau kelompok dapat tersalurkan untuk mendukung apa yang telah ada pada menciptakan kreativitas dalam pekerjaan. Setiap pribadi bisa menciptakan kreativitasnya sendiri untuk mengatasi kejenuhannya dalam pengembangan kemandirian dan tanggung dan menciptakan kreativitas untuk bersama dalam mengembangkan kekompakan, kebersamaan, dan persaudaraan. .
  4. Menciptakan kreativitas dalam Masyarakat sekitar : keberadaan komunitas keluarga taman baca tak lepas dari lingkungan masyarakat di sekitar. Kreativitas yang telah dimulai dalam komunitas taman baca dapat ditularkan dalam lingkungan masyarakat, misalnya mengadakan dialog bersama dengan aparat pemerintah desa dan masyarakat, mengajak masyarakat yang belum terlibat untuk terlibat, mengadakan suatu diskusi yang berkaitan dengan komunitas taman baca dan pencandu literasi sehingga ada masukkan dan evaluasi untuk perkembangan masa mendatang.
  5. Kemampuan membaca kehidupan dunia : adanya kegiatan membaca dapat membantu para pencandu literasi untuk mengetahui perkembangan dunia baik dalam negeri maupun luar negeri. Kejadian dan situasi yang terjadi dapat diikuti. Tidak hanya itu, dapat menulis tentang sesuatu yang berhubungan dengan dunia, menuangkan ide – ide yang baik dalam sebuah tulisan, bercerita dan berpendapat tentang dunia.

Sebagai pencandu literasi dalam hubungan dengan TBM dan PBI yang telah dikenal oleh masyarakat membutuhkan adanya gerakan bersama. Dengan kode khusus #BERGERAK, memudahkan interaksi bagi para pecandu literasi dalam mengirimkan paket buku dan dapat menjalin relasi persaudaraan bagi pegiat literasi yang baru pertama kali bertemu. Pemerintah bekerja sama dengan PT. Pos Indonesia telah mensuport dan memfasilitasi bagi semua pencandu literasi nusantara untuk pengiriman paket buku secara gratis pada tanggal 17 setiap bulan. Kemauan, kerja keras, pengorbanan, dan niat tulus akan membangkitkan semangat untuk melanjutkan “Gema Pencandu Literasi Zaman Now”.

Oleh: Carolus S. Waikelak

Pegiat Literasi Buku Bagi NTT

Regio Malang – Jawa Timur

 

#TBMStory2017

Categories
Artefak Literasi Puisi

Sahabatku

Sahabatku

Adalah sebuah anugerah indah

akan kisah pertemuan kita

Walaupun kita berbeda dan lemah

namun kita sama – sama diciptakan – Nya

Sahabatku……

Bukan karena elok tubuhmu

Tapi karena tulus hatimu

Bukan karena gagah ragamu

Tapi karena rendah hatimu

Sahabatku…….

Terima kasih akan kisah kita bersama

Tentang kisah hidup ini

Akan getir dan suka hidup kita

Sahabatku……

Terima kasih atas kasihmu

Terima kasih atas pengorbananmu

Terima kasih atas kebaikanmu

Sahabatku……..

Terimalah pinta maafku

atas ketakberdayaan dan kelemahanku

atas lancangnya kataku

atas kilaf tingkahku

Sahabatku……

Selamat jalan menuju seberang

Doaku menyertaimu

Panjatkan doa pada Tuhan

Untuk perjalananmu nanti

Sahabatku……

Satu harapanku

Dalam bergilirnya waktu

Kita akan bertemu lagi

Untuk membagikan kisah kita kembali

 

Categories
Artefak Literasi Cerpen

Pemulung Cilik

 

Cuaca tampak agak cerah. Di langit sedikit dibayangi mendung menyelimuti angkasa sekitar kota Malang. Bocah cilik itu memikul sebuah karung berukuran sedang. Bekas karung beras yang berukuran 20 kg nampak pada tulisan karung itu. Dengan semangat ia berjalan menghampiri kotak sampah yang berada dekat bangsal SDK Mardi Wiyata 1 Malang. Dilihat dan diambilnya beberapa botol dan gelas plastik bekas dari kotak sampah berwarna hijau dan menyimpan dalam karungnya sambil dipikul. Dihampirinya kembali kotak sampah berwarna kuning berada sekitar 15 m dari kotak sampah hijau. Namun ia tak menemukan sesuatu dari kotak kuning. Hanya melihat lalu meninggalkan tanpa mengambil sesuatu.

Dari jauh mataku memandang dan mengamati. Perlahan mengikuti dan mendekatinya yang bergegas hendak meninggalkan kotak sampah itu. Hallo dek, ku coba menyapanya. Iya kak, jawabnya singkat. Kami melanjutkan percakapan. Saya pun bertanya tentang dirinya. Namamu siapa ya …? Fio, ia menjawab sambil memandang ke arahku. Truussss, kamu sudah sekolah…? jawabnya: sudah…. di mana …? TK Bina Putra, ia pun menjawab. Aku pun kaget. Tempat Fio mengenyam pendidikan sebelum ke tingkat SD hampir setiap hari saya lewati dan lihat. Dalam hatiku bergumam, anak seumur Fio tapi memulung mengadu nasib untuk hidupnya. Apakah ia disuruh orang tuanya atau melakukan sendiri untuk memulung? Semua penuh tanda tanya dalam hatiku.

Saya pun membatasi diri untuk bertanya tentang hidup Fio. Kebetulan di tanganku sedang memegang salad buah dan sepotong kue (kue itu seperti pizza) yang tadi dibelikan teman di kantin sekolah tempat ia bertugas. Kebetulan kami bertemu ketika saya hendak ke sekolah di seberang yang melewati jembatan kecil kali Brantas. Saya coba menawarkan salad dan kue kepada Fio dan menyuruh Fio untuk memilih mana yang dia mau. Ia pun menunjukkan ke tanganku yang memegang kue. Kue itupun saya berikan kepadanya. Ia mengambilnya. Raut wajahnya kelihatan senang dan gembira. Fio asyik memakan kuenya itu. Saya pun pamit dan meninggalkan Fio yang sedang menghabiskan kuenya. “Syukur dan terima kasih Tuhan atas pengalaman ini yang telah mengajarkanku untuk mensyukuri hidup ini, atas anugerah rezeki Tuhan berikan. Berikanlah jalan bagi semua orang yang mengalami kesusahan, penderitaan, dan kemalangan dalam hidup mereka” pintaku dalam hati sambil berjalan melewati jembatan besi menuju tempat kerjaku. []