Categories
Kabar TBM

Dari Diskusi di Malam Ganjil, Pustaka Kabanti Kendari

 

Jumat, 9 Juni 2018, diskusi di Pustaka Kabanti Kendari berlangsung khidmat. Topik yang menjadi pembicaraan adalah komunitas sebagai ladang bermain, belajar, dan berkarya.

Pukul 21.30, saya persilakan Sahlan dari Obat Manjur (Orang Hebat Main Jujur) Makassar, berbagi pengalaman dan pengetahuan. Sahlan berkisah tentang latar keluarga, pendidikan, dankomunitas. Ia menuturkan bagaimana di Pesantren Immim Makassar membentuk iklim berliterasi yang menjadi nilai plus bagi lembaga keagamaan tersebut. Poli Integritas. Itulah nama sudut baca di Immim, menyediakan buku dan dialog nilai integritas.

Ia juga paparkan betapa pentingnya dunia pendidikan mengintegrasikan filosofi bermain, belajar, dan berkarya dalam tarikan nafas pengabdian. Pendidikan harus menyenangkan. Membahagiakan.

Menariknya, walau hanya diikuti peserta sebanyak 16 orang, tetapi diskusi di malam ganjil Ramadan itu, malam turunnya Lailatul Qadar, berjalan khidmat. Setiap perwakilan komunitas saya beri kesempatan untuk, mengisahkan pengalaman masing-masing. Pahit-getir berproses diutarakan. Bahkan ada yang menahan isak. Semalam, sekat dan rasa kikuk di hadapan yang lain, menjadi luruh.

Adhy Rical berkisah pengalamannya di Teater Sendiri, TAM, dan kini di komunitas film. Katanya, dalam visi kreatifnya,  antimaen stream, selalu ada tantangan baru. Kenali karya yang sementara berlangsung di sekitarmu. Lalu masuklah dengan perspektif yang lain. Begitu kira-kira maksudnya. Adhy bilang,untuk mengenali dunia anak-anak, kadang menjadi lebih relevan saat kita memiliki anak sendiri. Ada pengalaman bersama anak. Jika masih jomblo, panggillah masa kanakmu untuk kamu bawa ke dunia anak yang kamu geluti sekarang. Adhy memberikan pandangannya bahwa sejak ia mahasiswa tahun 1996 hingga zaman milenia ini, demonstrasi selalu identik dengan bakar ban. Orang-orang sekitar hanya akan merasakan hawa racun dari polusi udara. Kenapa tidak bakar ikan, misalnya? Bukankah itu dapat menarik simpati? Sudut pandang seperti ini perlu diterapkan dalam kerja kesenian dan kerja literasi, katanya.

Eross sampaikan pengalamannya menggeluti musikalisasi puisi sebagai jalan pedang kreatifnya. Tangan takdir membawanya ke Laskar Sastra (Lastra). Tersebab ia tidak bertalenta di tari, teater, dan sastra, ia pun memilih musikalisasi puisi. Hasilnya, ia kini dikenal di Kendari sebagaipemusikalisasi yang hebat. Suaranya bening dan menggetarkan. Mau dengar suara dan petikan gitarnya? Search Eross Lastra di youtube.

Asniwun Nopa mengabarkan prosesnya di Gerakan Kendari Mengajar. Baginya, lambaian kerelawanan dan pengabdian, membawanya ke haribaan anak-anak tak bernasib baik di “Kota LayakAnak” ini. Kisah di tempat pembuangan akhir dan perjalanan ke Lembah Harapan didengar hadirin dengan serius. Asni berharap ada kelak Pesta Komunitas Kendari. Perayaan kebersamaan dalam keberagaman.

Begitu juga saat Derick dari Aksi Indonesia Muda (AIM) Kendari, berbagi kisah. Ia harus bertungkus-lumus dengan dunia sampah di tempat pembuangan akhir, Kendari. Anak-anak dibuatkan jalan lapang agar dapat juga meraih kesempatan belajar walau dalam udara tak sedap. Khalik dari Duta Bahasa tak ketinggalan berbagi pengalaman. Di Ika Dubas membuka jalan bagi gerak literasi di TBM Tanjung Tiram. Saya memetik pengalaman  indah bersua dengan anak pesisir, pungkasnya.

Nindah dan Sugiarto dari GKM turut berbagi suka-duka. Nindah bahkan curhat sebagai pengajar di GKM. Ia mengalami proses ketika hanya satu dua orang pengajar GKM saja yang diikuti anak-anak. Apalagi, ditambah lagi ada perbedaan pandangan yang sengit sesama pengajar GKM tentang teknik mengajar. Nindah beberapa kali mendesah dan menyeka mata air dari matanya yang disambut tepuk tangan dukungan dari peserta. Sugiharto juga berbagi pandangan bahwa lika-liku jomblo, eh berliterasi, menjadi keniscayaan sebuah komunitas yang tumbuh. Engkau timbul-tenggelam dalam berproses, maka engkau ada. Begitu bahasa filosofisnya.

Putra Hanuddin juga menyampaikan masa awalnya masuk di dunia menulis. Mulanya ia ikut pelatihan menulis cerita di Kantor Bahasa Sultra. Tetapi ia sebelumnya telah menulis puisi. Dia lalu cari orang yang suka puisi sebagai teman berbagi. Dia lalu ketemu seseorang yang biasa disapa Om Puding dan menariknya ke dunia kata-kata. Ke ruang persegi malam itu

Kembali ke Sahlan. Ia bilang betapa pentingnya semangat berkarya dinyatakan dalam bentuk karya itu sendiri. Daeng Sahlan sampaikan bahwa dulu di Makassar ada namanya Pesta Komunitas Makassar sebagai pertemuan komunitas dengan latar belakang beragam. Mungkin di Kendari juga bisa dilaksanakan. Sahlan juga menekankan pentingnya fokus dalam literasi, ke arah mana engkau akan menunjukkan karya. Penting bagi penggiat dunia anak, mengerti dunia anak. Keluh-kesah dan konflik di komunitas itu adalah dinamika, dialektika. Selebihnya ia berpesan agar semangat penggiat di Kendari terus dipertahankan. Jangan lupa berjejaring, berkomunikasi yang baik. Sahlan sampaikan pesan tersirat bahwa kerja kebudayaant idak boleh bergantung pada materi.

Menanggapi Nindah, Sahlan katakan bahwa perbedaan pandangan yang tajam dapat berbuah positif jika dikelola dengan indah. Jika sabar, jika rela dan direlakan, Nindah indah.

Adhy Rical kembali berbicara. Katanya, komunitas membutuhkan debat bahkan ketegangan. Dari sanalah kita saling memahami. Jika ada perbedaan gagasan di dalamnya, tanda bahwa komunitas hidup. Menghadapi anak-anak harus sabar dan kreatif. Jika mereka nakal jangan beri bahasa kekerasan. Beri ia bahasa kasih sayang. Dengan lain kata,bahasa cinta yah, bro.

Jarum jam merangkak pelan tapi pasti. Tak terasa peralihan waktu Masehi berlangsung. Sang waktu di telepon genggam, menujukkan angka 00.00.

Kita butuh karya dan pengabdian. Begitu kata saya, di ujung acara. Teman-teman telah turut berkontribusi nyata bagi kota ini. Kendari dibangun dengan sentuhan beragam dari tangan kreatif seperti Anda. Ada yang membangun Kendari melalui film, fotografi,puisi, menerbitkan buku, bermain musik, mengantar buku,kritikus, pengamat, menggerakkan pengetahuan, bedah buku, seni pertunjukan, dan berbagi kasih sayang. Pelan-pelan Anda menjejakkan sejarah di kota ini.

Diskusi usai. Jarum bergerak menujuangka satu. Semuanya pulang. Kecuali satu orang yang memang biasanya menjadipeserta paling terakhir pulang.

“Masih ada kopi? Saya merokok-merokkan dulu nah. Sa’ kasih habis dulu satu batang.” Asap mengepul dari bibirnya yang tipis. Air putih-sebab kopi sudah habis–ia reguk. Topi pet hitamnya ia putar ke belakang.

“Sosoito deela. Mainkan sajakone. Ayo kita lanjut”, jawab saya.

Kami masih lanjut ngarol-ngidul tentang puisi,film, komunitas. Di sela-sela itu, sesekali saya hampir ambruk. Saya menyimaksambil sesekali tertidur. Teman saya yang satu ini, memang tetap semangat seperti dulu.

Ketika jarum jam menuding angka satu kami pun berpisah. Putra jalan kaki ke rumahnya karena dekat. Teman saya ngegas motornya membelah malam ganjil . Malam ini, semoga kami dijatuhi Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari 1000 bulan.

Selamat jalan Putra, selamat jalan Adhy. Kita bersua lagi yah. Jangan lupa berkarya. Selamat jalan Daeng Sahlan ke Makassar lagi….

Kendari, 10 Juni 2018

Pustaka Kabanti, pagi hari

Categories
TALI INTEGRITAS

“Om, Kapan Lagi Diputar, Saya Suka Kasiaaan”

Malam sudah mulai kenakan jubah hitamnya ketika anak-anak mulai berdatangan. Generasi pertama di BTN Puri Tawang Alun 2 yang didiami sejak tahun 2010 itu, datang di Pustaka Kabanti Kendari, di antara iringan jamaah salat Isya dari Masjid Jabal Rahmah.

Gemintang di langit Kendari mulai berkedipan. Angin dingin ditiup dari bukit hutan di sebelah kompleks perumahan.

Yah, hari Sabtu, 13 Januari 2017 itu, sebuah pemutaran film perdana di Pustaka Kabanti Kendari sejak berdiri tahun 2016 silam. Malam itu, “Sahabat Pemberani” sebuah film animasi anak akan menjadi sebuah tontonan.

Sehari sebelumnya, brosur pemutaran film ni sudah beredar di kompleks perumahan. Saya mendesain lalu memperbanyak. Anak-anak yang selama ini menjadi pengunjung dan pembaca aktif di Pustaka Kabanti, menjadi pengedar brosurnya. Mereka adalah Dede, Hasbi, Faiz, Rada, Khoir, Bumi, Adit, Riski, Reski, Matok, dan Firda.

Anak-anak mungil ini memasuki setiap blok dengan gembira, menemui temannya sambil member brosur dan mengajak datang menonton film.

Saya juga memublikasikan hal ini di media social seperti faceebook, whatsapp, twitter, dan instagram. Sebagian teman saya di Kantor Bahasa Sultra juga ada yang siap datang membawa anaknya.

Saya tidak dapat menduga-duga berapa penonton yang akan datang. Saya akan bercerita dulu dalam merancang pemutaran film ini.

Saya mencoba menghubungi beberapa lembaga untuk ikut serta menjalin kemitraan. Alhamdulillah, Kantor Bahasa Sulawesi Tenggara (KBST) melalui Sandra Safitri Hanan selaku kepala, siap bermitra dengan menyumbangkan buku, juga LCD dan layarnya. Penerbit Erlangga Cabang Kendari, juga siap bekerja sama dalam bentuk penyediaan buku, yang disampaikan langsung oleh Ismail, pimpinan Erlangga Kendari.

Buku dari KBST dan Erlangga akan dijadikan hadiah bagi penonton yang dapat menjawab pertanyaan seputar cerita film, nantinya. Selain itu, Fraksi Sastra dari SMAN 4 Kendari juga siap bekerja sama. Dinda, demikian nama ketua Frasa, malah menjadi pembawa acara pada pemutaran film. Sedangkan Muammar Qadafi menjadi operator teknis pemutaran film.

Satu demi satu penonton berdatangan yang sejak sore sudah berkerumun di Pustaka Kabanti. Mereka penasaran, seperti apa itu “Sahabat Pemberani?”

Tak disangka, puluhan anak sudah menyesaki ruang persegi Pustaka Kabanti. Film yang diproduksi oleh Pusat Edukasi Antikorupsi KPK tersebut akan segera dinikmati. “Sahabat Pemberani” dapat hadir di Kendari berkat kerja sama antara Pengurus Pusat Forum TBM dan KPK dalam sebuah program Tali (Taman Literasi) Integritas. Nah, Pustaka Kabanti Kendari menjadi salah satu taman baca yang menjadi mitra dan peserta Tali Integritas yang diadakan oleh KPK dan Forum TBM di Jakarta pada tanggal 10—12 Desember 2017 di Jakarta.

“Oooom, cepatmi kasian putar itu filmnya”, teriak salah satu anak yang sudah penasaran.

“Iya Om saya ndak tahanmi”, balas lagi yang lain.

Agenda pemutaran film segera dimulai. Dinda mengawali tugasnya sebagai pewara (pembaca acara) dengan menyapa penonton yang terdiri atas anak-anak, beberapa orang tua, dan dari komunitas. Saya dipersilakan oleh Dinda untuk berbicara.

Saya menyapa dan mengucapkan terima kasih kepada anak-anak yang sudah sangat ingin menonton. Juga menyapa orang tua yang hadir dan teman-teman komunitas.

“Mau menontoooon”, tanya saya.

“Mauuuuuuuuuu!” jawab anak-anak serempak.

Pemutaran pun dilakukan.

Kelebat tiga tokoh animasi utama yakni Krisna, Panji, dan Kirana menyedot perhatian anak-anak. Sesekali mereka tertawa, tegang, dan bergerak-gerak.

Anak-anak terobsesi dengan kreativitas Krisna, didukung Panji dan Kirana dalam membuat robot. Sebuah kerja sainstifik, dikerja anak-anak, cocok untuk dunia anak, dan ditonton oleh anak-anak. Ada pesan yang cukup penting di dalamnya yakni ketika Krisna meraih Juara I pada Lomba Sains dan Iptek. Ia tidak menyebut sebagai karya pribadi tetapi karya kita (bersama Panji dan Kirana).

Pada film kedua, “Mesin Waktu” anak-anak mengembara ke wilayah lain Indonesia, ke hutan Kalimantan. Lewat kembara tokoh Panji, penonton diajak bertamasya ke lingkungan alam dan budaya Dayak yang khas. Menghargai keberagaman menjadi poin penting film ini. Anak-anak mengerti bahwa Indonesia, sejatinya, sangat kaya. Kekayaan itu harus dipupuk dan dipelihara. Hadirnya Panji di suku Dayak, berkat mesin waktu yang dapat menembus ruang dan waktu. Pesan saintifik film ini juga sangat menarik.

Film “Main Jujur” mengajarkan betapa kejujuran sangat penting dalam laku bersosialisasi, juga dalam dunia anak-anak. Permainan kelereng dan “ma’asing” dalam bahasa kampung saya di Sulbar, adalah dua dunia main anak yang sangat digemari. Lewat permainan inilah, laku kejujuran dan kecurangan berkelindan. Tetapi, tiga tokoh utamanya dapat memberi contoh permainan jujur yang baik sehingga anak yang curang mengakui kesalahannya. Tidak hanya sampai di situ, Krisna dkk, menghadiahi lawannya dengan segepok kelereng. Sebuah modal sosial yang penting. Kerekatan sosial dapat dirajut dengan modal social. Kereeeen.

Literasi media sangat penting bagi anak. Malam itu, dalam hitungan kasar saya, sekitar enam puluh penonton memelototi layar. Sekitar 50-an anak, tiga orang tua, dan 6—7 dari pegiat komunitas literasi. Anak-anak sangat serius mengikuti adegan demi adegan. Dari jumlah penonton itu, ada yang sudah hadir sejak sore.Hal yang cukup menggembirakan karena ada beberapa anak yang ikut membawa adik kecilnya datang bergandeng tangan.

Film “Pahlawan Kemerdekaan” member nilai kejujuran yang luhur. Tiga sahabat (Krisna, Panji, dan Kirana) bekerja dengan baik dalam sebuah kepercayaan. Saat mereka meminta sumbangan sukarela dari warga, ada beberapa warga yang memberinya makanan. Makanan itu mereka terima tetapi tetap dicacat, dan digunakan sebagai konsumsi pada kegiatan lomba. Bibit kejujuran sudah ditanam sejak dini. Jika pun ada uang di luar sumbangan resmi warga yang diterima, mereka melaporkannya apa adanya. Defenisi pahlawan pun mereka narasikan ulang. Pahlawan bagi mereka adalah seorang tukang pembersih sampah  desa. Sebuah gerobak sampah modern diberikan padanya pada saat upacara kemerdekaan.Gerobak yang dirancang oleh Tiga Sahabat dalam sebuah kerja sains yang sederhana.

Film “Jelajah Pulau” membawa anak untuk berani bersikap menghadapi kesewenang-wenangan atas pencurian hewan yang dilindungi.

Setiap selesai satu film, tepuk tangan meriah dari penonton.

Nah, usai sudah sesi menonton. Saatnya tiba mengapresiasi film dalam bentuk pertanyaan yang akan dijawab anak-anak. Suasana sangat ramai bahkan rebut, ketika anak-anak berebut pertanyaan. Maklum, setiap yang menjawab benar akan mendapat hadiah buku. Mereka berebut. Pada mulanya, direncakan bahwa yang menjawab saja yang akan mendapatkan hadiah buku. Akan tetapi, karena banyaknya stok buku untuk hadiah dan antusiasme anak-anak, sehingga semuanya dapat buku.

Anggi, seorang anak kelas V SD, berkata sebelum pulang, “Om, kapan lagi diputar, saya suka kasiaaan!

“Sabar yah Anggi. Kita akan putar lagi nanti.”

“Baik, Om.”

Kompleks perumahan lengang. Satu-satu anak pulang. Tetapi saya yakin, di benak mereka masih terus berputar sebuah film, para pemberani itu. Semoga di tidurnya, ada mimpi yang datang, mimpi yang membahagiakan.

Kendari, 5 Februari 2018

Categories
Kabar TBM

Kunjungan Fraksi Sastra di Pustaka Kabanti Kendari

Wah, Fraksi Sastra? Berarti ada fraksi khusus yang menangani sastra? Ya ada!

Tapi tunggu dulu, ini bukan sebuah fraksi baru di DPRD kita. Fraksi Sastra adalah sebuah komunitas sastra yang ada di SMA Negeri 4 Kendari. Akronimnya pun terasa indah diucapkan: Frasa! Yah, Frasa adalah sebuah ordibasis (organisasi di bawah osis) yang khusus menangani kegiatan ekstrakurikuler.

Yah, Fraksi Sastra berkunjung ke Pustaka Kabanti Kendari, Jumat sore, 5 Januari 2017. Ini adalah kunjungan pertama dari sebuah organisasi sekolah.

Utusan Fraksi Sastra terdiri atas sepuluh orang.  Lima laki-laki dan lima perempuan. Mereka adalah Muammar Qadafi, Hunaim Zanjani, Muh. Ramadhan Putra, Mufida Saediman, Nurul Habibah, Ryamizard UR, Muh. Aljabar Mutakhir, Faridatun Magfirah, Adinda Febriana, dan Ardiyana AR.

***

Pada mulanya, Muammar Qadafi yang juga relawan Pustaka Kabanti Kendari, menghubungi saya sehari sebelumnya bahwa siswa SMAN Negeri 4 Kendari (salah satu sekolah pavorit di Kendari) hendak jalan-jalan ke Pustaka Kabanti. “Om, bolehkah kami datang berkunjung ke Pustaka Kabanti”, begitu bunyi SMS Ammar. “Boleh to” jawabku singkat.

***

Sekitar pukul 16.15, rombongan Fraksi Sastra tiba menumpangi pete-pete, nama angkot khas Sultra. Saya telah mempersiapkan buku sastra yang memuat karya sastrawan Sultra yang buat berjejer di lantai.

Anggota fraksi mengelilingi buku, saya pun memulainya dengan sepatah kata. Terlebih dahulu saya kenalkan Pustaka Kabanti Kendari sebuah sebuah TBM alias taman bacaan masyarakat. Sebuah taman yang menyediakan buku-buku sebagai tanamannya. Sebagai taman baca, menyediakan layanan bacaan, peminjaman, dan ruang bermain. Selain itu, juga melibatkan masyarakat sekitar, khususnya generasi pelajar, untuk aktif dalam proses berliterasi. Meminjam buku adalah rutinitas di Kabanti. Baik itu warga sekitar, mahasiswa, pegiat komunitas, dan sastrawan.

Pustaka Kabanti Kendari, kata saya, didirikan bulan April 2016 oleh tiga orang yakni saya sendiri, Iwan Konawe, dan Ita Windasari. Pustaka Kabanti Kendari memiliki agenda regular untuk menopang visi keberaksaraannya seperti Kompleks Puisi, Seri Baca Puisi dan Bercerita, Jelajah Kata Jelajah Kota, Diskusi, dan Roda Pustaka Kabanti Kendari. Sejak tahun 2017 lalu, kami bermitra dengan Kantor Bahasa Sulawesi Tenggara dalam program Literasi Anak. Ke depan, satu lagi agenda akan dilaksanakan yakni pemutaran film sebagai bagian dari kemitraan Pustaka Kabanti dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam program Tali Integritas. Hal-hal itulah yang saya sampaikan ke mereka. Selain itu, begitu kata saya, Pustaka Kabanti Kendari memiliki empat media sosial yang berfungsi sebagai sarana dokumentasi, publikasi, komunikasi, dan jejaring atas berbagai aktivitas Pustaka Kabanti. Keempat media social tersebut adalah facebook (Pustaka Kabanti Kendari), instagram (@pustaka.kabanti.kendari), blog (https://pustakakabanti.wordpress.com), dan youtube (Pustaka Kabanti Kendari).

Nah, saya juga menjelaskan mengenai pentingnya membangun jejaring dengan sesama pegiat literasi di tanah air. Sebagai sebuah TBM, Pustaka Kabanti berjejaring dengan banyak TBM serupa di Indonesia. Pustaka Kabanti terdaftar di jejaring http://donasibuku.kemdikbud.go.id/ yang dikelola oleh Forum TBM. Saat ini, Ketua Forum TBM adalah Firman Hadiansyah yang lebih dikenal sebagai Firman Venayaksa. Firman juga mendirikan Moli alias Motor Literasi di Banten dan berkhidmat di Rumah Dunia. Lewat Forum TBM, Pustaka Kabanti Kendari banyak mengikuti kegiatan festival literasi. Terkini, Desember 2017 lalu, Pustaka Kabanti diundang pada kegiatan Tali Integritas yang dilaksanakan oleh Pusat Edukasi Antikorupsi, sebagai bagian dari kemitraan antara Forum TBM dan KPK.

Pustaka Kabanti juga terdaftar di Pustaka Bergerak Indonesia (PBI) yang didirikan oleh Nirwan Ahmad Arsuka. Salah satu bentuk berjejaringnya Pustaka Kabanti dengan PBI adalah bantuan pengadaan Roda Pustaka Kabanti Kendari, sebuah pustaka yang bergerak. Menggerakkan buku ke berbagai tempat di Kendari. Bagi saya, Forum TBM dan Pustaka Bergerak Indonesia telah memberikan kontribusinya masing-masing ke dunia literasi Indonesia.

Atas kerja jejaring dua lembaga ini, Pustaka Kabanti Kendari selalu menerima “berkah tujuh belas” yakni bantuan buku yang dikirim secara gratis setiap tanggal 17 setiap bulan, sebagai kebijakan revolusioner Presiden Jokowi yang dicanangkan tanggal 2 Mei 2017 saat kegiatan Temu Pegiat Literasi Inspiratif di Istana Negara, Jakarta. Perluasan jejaring pun dilakukan hingga bermitra dan mendapatkan bantuan dari lembaga yang aktif di dunia literasi seperti Yayasan 1001 Buku, One1ndonesia, YPPI, Kemdikbud, Motor Literasi, Perpusnas, Anakbertanya.com, dan ratusan lembaga/individu lainnya yang memiliki sifat kedermawanan.

Sebagai bentuk kesyukurannya, Pustaka Kabanti Kendari, kembali menyalurkan buku-buku bantuan tersebut, terutama bagi TBM yang ada di Sulawesi Tenggara.

Begitulah kurang-lebih saya berbicara bersama Fraksi Sastra.

Sesi selanjutnya adalah anggota fraksi mulai membuka buku dan membacanya. Ada yang membaca buku sastra Sulawesi Tenggara, majalah, dan ada yang mengambil buku di rak. Aktivitas ini semakin asik karena sambil menikmati minuman dingin yang disediakan di sebuah kulkas. Tentunya setelah mereka membayarnya. Hehehehe.

Di sela-sela suasana yang akrab itu, saya lalu bertanya juga mengenai dunia sastra yang mereka geluti. Siapa tahu di antara mereka ada yang sudah menghasilkan karya, ‘kan.

Adalah Mufida Saediman, perempuan berhijab, sudah menghasilkan satu novel berbahasa Inggris. Selain itu, ada dua cerpennya  yang dimuat di dua buku berbeda. Muammar Qadafi lain lagi, Dia seorang penyair. Sebuah puisinya termuat dalam antologi puisi terbitan Yogyakarta, Roseace. Akhir 2017 lalu, ia diundang mengikuti Akademi Remaja Kreatif Indonesia (ARKI) di Bogor. Nah, Hunaim Zanjani Karim, sering juara pada lomba cipta cerpen di Sultra. Naim, panggilan akrabnya adalah sekretaris bidang Fraksi Sastra.

Tujuh anggota Fraksi Sastra lainnya berada dalam semangat yang sama yakni mencintai sastra dan berniat menulis sastra, secepat mungkin.  Tidak lama lagi, akan nada pergantian pengurus Frasa yang baru. Nah, dua calon ketuanya hadir di kunjungan tersebut yakni Ardiyana A.R dan Adinda Febriana.

Sebelum pamit, Ruamizard U.R, yang pernah juara satu pada sebuah lomba baca puisi, membacakan sebuah puisi saya “Konawe, Pintu yang Terbuka” di hadapan temannya yang lain.

***

Merah warna kali langit, masuk lewat sela-sela pagar Kabanti. Semakin lama semakin pudar, berubah temaram. Tak lama lagi, bumi menurunkan jubah malamnya.

Bilal memanggil lewat suara azan dari puncak Masjid Jabal Rahmah. Kunjungan berakhir. Saya dan beberapa anggota fraksi menuju masjid. Ada yang buru-buru mencari pete-pete untuk mengangkut mereka pulang.

Saat usai salat Magrib, sebuah pete-pete berwarna biru langit, tiba. Utusan fraksi pulang. Merah senja raib. Malam bertandang. Di langit, bintang terbit.

Sekitar sepuluh menit kemudian, sebuah pesan di WA saya muncul. Sebuah grup baru dibuat. Grup untuk membincangkan kerja-kerja literasi.  Amin.

Kendari, 9 Januari 2017

Categories
Kabar TBM

Rumah yang Menghidupkan Kota Kendari

 

Peradaban sebuah kota, dibangun, bukan hanya di atas sendi ekonomi, apalagi di atas panji-panji-panji politik. Dengan demikian, kemajuan suatu kota dan bangsa, tidak melulu menjadikan ekonomi dan politik, sebagai tolak ukur. Bahkan, apabila sebuah kota menjadikan ekonomi menjadi sandaran utama pembangunannya, jika terjadi krisis keuangan, ia akan akan mudah rubuh. Apabila sebuah kota mengalami huru-hara politik, ia akan gampang mangkrak. Artinya, bukankah ekonomi dan politik  justru sering menjadi biang krisis? Lalu, jika bukan semata ekonomi dan politik, apakah ada sesuatu yang lain, yang menjadi tolak-ukurnya? Ada, yaitu buku!

Saat pertama kali saya tiba di Kota Lulo tahun 1997, sepengetahuan saya hanya ada tiga toko buku yang menjadi sumber untuk mendapatkan bahan bacaan yakni Toko Buku Ade dan Toko Buku Wahyu di Wuawua, serta Toko Buku Mawar di Kota Lama. Sampai saat ini, hanya Toko Buku Ade yang bertahan. Toko Wahyu sudah tutup sebelum tahun 2010. Adapun Toko Mawar, hilang bersama hilangnya Kota Lama Kendari akibat pembangunan Jembatan Bahteramas. Kini, TB Gramedia hadir dengan koleksi yang melimpah.

Akan tetapi, untuk menciptakan dunia keberaksaraan yang hidup, dinamis, dan kreatif tidak cukup menyandarkan pada toko buku yang memperlakukan buku sebagai komoditas industri. Dibutuhkan hadirnya rumah buku berbasis komunitas sebagai cermin adanya gerakan budaya. Nah, mari kita menjelajahi rumah buku di Kendari.

Di lorong Jati Raya 25, Wuawua, terdapat sebuah rumah buku yang bernama Dade Studio. Jika Anda turun di depan Lippo Plaza Kendari dari arah Pasar Baru, Anda hanya berjalan kaki sekitar 10 menit ke dalam lorong. Sebelum pendakian menuju Universitas Muhammadiyah Kendari, terdapat papan nama yang terpasak di bagian dalam pagar, bertuliskan “Dade Studio”.

Dade Studio yang didirikan Muh. Darman tersebut menyediakan buku-buku yang bertema arsitektur. Mengapa arsitektur? Sebab pendirinya adalah seorang arsitek muda, jebolan sebuah kampus di Bandung. Di galeri buku, terdapat beberapa lukisan dan foto arsitektur yang akan memanjakan mata Anda. Oh yah, Anda seorang Pramis? Di sana, hampir semua karya Pramudya tergolek di rak buku. Membaca sambil menyeruput kopi Toraja, membuat Anda akan damai di sana. Dade Studio pernah mengadakan pameran seni lukis tahun 2015 silam dan pameran foto arsitektur di tahun 2017 ini. Jika talenta menulismu menjadi penulis perjalanan, di rak-rak bukunya banyak kisah dari para penulis perjalanan, Indonesia dan mancanegara.

Dari Dade Studio, Anda dapat menggunakan jasa ojek menuju Rumah Pengetahuan. Taman baca tersebut berada di tengah kompleks Museum Sulawesi Tenggara yang didirikan Ashari Amirullah. Ribuan koleksi buku yang terpajang di rak-rak, mulai dari puisi, cerpen, novel, sejarah, antropologi, sosial budaya, pengetahuan umum dan lain-lain. Kini, Rumah Pengetahuan, sudah memiliki koleksi yang cukup beragam, juga mengenai Sulawesi Tenggara. Karya penulis Kendari juga banyak di sini. Nah, membuka lembaran demi lembaran buku sambil mereguk kopi racikan Budur, relawannya, akan menghadirkan suasana yang penuh inspirasi. Apalagi, di sisi-sisi dindingnya terdapat lukisan perupa Sulawesi Tenggara dan foto karya Arif Relano Oba, membuat Anda betah di sana. Tidak hanya menyediakan buku, Rumah Pengetahuan sering mengadakan diskusi dan pertunjukan seni.

Anda harus menempuh perjalanan sekitar 30 menit dari Rumah Pengetahuan, menggunakan jasa ojek atau taksi, menuju Pustaka Kabanti Kendari. Perpustakaan komunitas ini berada di belakang kampus Universitas Halu Oleo, tepatnya di BTN Puri Tawang Alun 2, Blok H/11. Pustaka Kabanti Kendari yang didirikan tahun 2016 ini, agak lebih rumit mendapatkan langsung alamatnya. Ia berada di sebuah lorong di antara sekian lorong yang mengelilingi kompleks perumahan.

Tetapi jika Anda bertanya pada warga di sana “di mana Pustaka Kabanti”, insya allah akan ada yang mengetahuinya. Taman baca ini mengoleksi ribuan buku yang sebagian besar adalah sastra. Selebihnya adalah buku anak, agama, dan filsafat. Jika Anda ingin membaca atau meneliti buku sastra khusus karya sastrawan Sulawesi Tenggara, sebagian besar ada di sini. Pustaka Kabanti Kendari berupaya menjalankan fungsi deposit bagi buku sastra Sultra, juga sastra Indonesia. Buku sastra Sultra sejak awal tahun 1985 sampai 2017 tersedia di sini. Bahkan beberapa naskah dari Kesultanan Buton ada di rak Pustaka Kabanti. Kalau Anda ingin mengantar anak atau ponakan untuk memasuki dunia anak lewat kata dan gambar, Pustaka Kabanti Kendari yang dikelola oleh Syaifuddin Gani (penulis), menyediakannya. Terkini, Pustaka Kabanti menyediakan aneka ragam permainan sebagai bantuan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bermitra dengan Pustaka Kabanti Kendari melalui program Tali Integritas. Nah, menurut para pecandu kata dan kopi, menghikmati bacaan sambil menyeruput kopi adalah perjumpaan yang layak dirayakan. Pustaka Kabanti Kendari menyediakan untukmu.

Pustaka Kabanti Kendari adalah sebuah taman bacaaan masyarakat yang sehari-harinya dikunjungi oleh anak-anak kompleks perumahan. Saya sendiri (penulis catatan ini) adalah Ketua Forum TBM Sultra. Nah, di dalam ruang pustaka terdapat sebuah kendaraan bergerak yang bernama Roda Pustaka Kabanti Kendari, sebagai sumbangan dari Pustaka Bergerak Indonesia.

Perjalanan Anda dapat terus berlanjut. Dari Pustaka Kabanti, Anda ke Rumah Bunyi yang berada di Jalan Haji Lamuse, Perumahan Lepolepo Mas, Kendari, dengan waktu tempuh sekitar 10 menit. Dari Kabanti, setelah melewati BTN Puri Tawang Alun, Anda memasuki BTN Kendari Permai, lalu ke BTN Medibrata, lantas menuruni jalan ke Kaliwanggu. Dua kelokan terlewati, Anda belok kiri memasuki kawasan perumahan warga, lalu belok kanan menanjak ke atas sebuah pinggul bukit. Di atas dataran, tengoklah ke arah jejeran perumahan. Ada rumah yang bagian dinding depannya terdapat sebuah papan nama “Rumah Bunyi”.

Di sana, Anda akan disongsong aneka buku mulai dari buku filsafat, sastra, budaya, sampai pendidikan. Selain membaca buku, Anda juga akan boleh berdiskusi dengan sang empunya, Kahar Mappassomba, sambil menikmati kopi. Diskusi bisa dimulai dari puisi, cinta, buku, dan budaya. Nah, tidak puas hanya diskusi, Anda boleh membeli buku yang ada di sana.

Dari bukulah, seseorang dapat melihat dunia yang luas. Dari bukulah, seorang mengenali keterbatasan dan kekurangannya. Buku adalah sehimpunan kata-kata dari orang yang ingin mengawetkan gagasan dan imajinasinya. Kata-kata ibarat lampion yang menerangi. Buku dan kata-kata adalah jendela pembebasan.

Ingin bertamasya kata-kata di Kota Lulo? Kunjungilah rumah buku di kota Anda.

 

Kendari, Desember 2017