Categories
Artikel

Anda Termasuk Pada Tipe Humor Yang Mana?

Oleh Heri Maja Kelana

 

“Rasa humor dari sebuah masyarakat mencerminkan daya tahannya yang tinggi di hadapan semua kepahitan dan kesengsaraan. Kemampuan untuk menertawakan diri sendiri adalah petunjuk adanya keseimbangan antara tuntutan kebutuhan dan rasa hati di satu pihak dan kesadaran akan keterbatasan diri di pihak lain. Kepahitan akibat kesengsaraan, diimbangi oleh pengetahuan nyata akan keharusan menerima kesengsaraan tanpa patahnya semangat untuk hidup. Dengan demikian, humor adalah substansi dari kearifan masyarakat.”

Institut Humor Indonesia Kini (IHIK3) menggelar kegiatan Humor Resources Department, Kamis, 8 April 2021. Acara tersebut dihadiri oleh Dr. Jennifer Aaker sebagai penulis buku Humor, Seriously. Pembicara lain pada kegiatan ini adalah Novrita Widiyastuti (CEO of IHIK3, Lecturer, dan Humor Justice Warior) juga Yasser Fikry (CCO of IHIK3, Lecturer, dan comedian). Kegiatan ini berlangsung kurang lebih 3 jam.

Anda termasuk pada tipe humor yang mana?

Apabila dihadapkan pada situasi yang tegang dan kaku, maka yang muncul adalah rasa takut, mandek kreativitas, dan pikiran (kita) akan menjadi kerdil. Ketegangan ini sering terjadi pada sebuah organisiasi, perusahaan, serta instansi lain, di mana terdapat banyak orang dengan struktur hirarki yang harus ditaati. Humor dapat mengubah situasi yang tegang menjadi cair.

Ada beberapa gaya orang berhumor yang disampaikan oleh Dr. Jennifer kemudian disampaikan ulang oleh Novrita yaitu The Magnet (Affiliative – Expressive), The Sweetheart (Affiliative – Subtle), The Stand-up (Aggressive – Expressive), The Sniper (Agressive – Subtle).

The Magnet tipe orang yang gampang menghibur dan terhibur. Kemudian gaya selanjutnya adalah The Sweetheart. Tipe orang dengan gaya The Sweetheart menghindari humor yang menyakiti (kerena orang tersebut tidak mau disakiti). Gaya lain adalah The Stand-up, di mana orang tersebut senang tampil dan ngejoke di depan umum. Tipe orang dengan gaya stand-up, jadi “tatakan” juga tidak masalah. Ia akan berterima dan tidak akan marah. Kemudian tipe yang terakhir adalah The Sniper, orang ini memiliki selera humor yang spesifik, hingga jarang dipahami atau diapresiasi oleh orang lain. Anda termasuk pada tipe humor yang mana?

Humor di perusahaan atau instansi belum begitu berkembang, seperti juga disampaikan oleh Novrita dan Yasser. Namun saya kira, di tengah atmosfir politik, ekonomi, agama, yang tidak menentu humor menjadi penting perannannya. Pentingnya keberadaan humor di instansi sudah dibuktikan oleh Presiden Indonesia ke-4, yaitu Abdurrahman Wahid, atau masyarakat mengenalnya dengan sebutan Gus Dur.

Abdurrahman Wahid memiliki selera humor yang tinggi. Humor-humornya sangat kontekstual dengan situasi yang sedang terjadi, baik di Indonesia maupun di dunia. Misalnya ketika Gus Dur bertemu dengan Fidel Castro di Kuba.

Semua Presiden Indonesia punya penyakit gila.

“Presiden pertama Bung Karno gila wanita” kata Gus Dur.

“Lalu presiden kedua?” tanya Castro.

“Kalau yang itu, gila harta,” kata Gus Dur sambil nyengir.

“Kalau presiden yang ketiga bagaimana?” Castro terus mengejar.

“Wah, dia sih gila ilmu, gila teknologi.”

“Kalau yang keempat,” Castro bertanya sambil tersenyum.

“Itu artinya saya ya…,” kata Gus Dur sambil terkikik. “Kalau presiden keempat sih sering membuat orang gila karena orang yang memilihnya juga orang-orang gila.”

Gus Dur dan Castro ngakak bersama-sama. Sebelum tertawa Castro reda, Gus Dur langsung bertanya.

“Yang mulia Presiden Castro termasuk yang mana?”

“Saya termasuk ketiga dan keempat,” jawab Castro sambil tertawa.

Gus Dur tidak pernah kehilangan joke-joke humornya. Bahkan ketika nyindir Akbar Tandjung, sewaktu Gus Dur pidato di depan DPR. Siapa pada waktu itu yang berani nyindir Akbar Tandjung yang menjadi ketua DPR, selain Gus Dur.

Akbar Tandjung ketika berpidato selalu dimulai dengan “Marilah kita memanjatkan syukur”.

Gus Dur pun membuka pidato dengan “Sukur memang perlu dipanjatkan karena syukur tidak bisa memanjat.” Serentak anggota DPR tertawa.

Humor-humor Gus Dur ini ditulis dan dibukukan oleh Guntur Wiguna dengan judul Koleksi Humor Gus Dur diterbitkan oleh penerbit Narasi tahun 2010.

Kembali pada humor di perusahaan atau di instansi, maka memang perusahaan atau instansi membutuhkan atmosfir humor. Humor disadari atau tidak, sudah ada pada diri (kita). Semua orang suka dengan humor, meski caranya berbeda-beda. Terpenting, dengan humor akan muncul krativitas, persaudaraan yang lebih baik. Seperti yang dikatakan oleh Gus Dur pada pengantar buku Mati Ketawa Cara Rusia yang saya kutip di awal tulisan ini, bahwa humor adalah substansi dari kearifan masyarakat.

Pada kalimat tersebut ada kata “substansi” maka, seharusnya kita (masyarakat) memiliki selera humor, dan humor sudah melebur menjadi budaya di masyarakat. Sehingga humor dapat dengan mudah masuk di perusahaan atau instansi juga oranisasi.

Apakah humor dapat meningkatkan minat baca?

Indonesia sedang memperbaiki kemampuan literasi di masyarakat. Salah satunya adalah minat baca masyarakat indonesia yang rendah. Lalu, menjadi pertanyaannya adalah “Apakah humor dapat meningkatkan minat baca?”

Yasser mengatakan pada sesi webinar, bahwa Cak Lontong dan Komeng adalah pembaca yang hebat. Mereka mendapatkan bahan humor dari buku-buku serta pembendaharaan kata yang semakin banyak dari membaca.

Membaca memang dibagi menjadi dua bagian, yaitu membaca makro (Kauniyah) dan membaca mikro (Qualiyah). Membaca makro sendiri adalah membaca lingkungan, alam, manusia, dan keadaan yang sedang terjadi. Sedangkan mikro adalah membaca teks buku, koran, majalah, dan lain sebagainya berhubungan dengan aksara. Kedua unsur ini tentu dimiliki oleh manusia. Artinya ketika humor dapat meningkatkan minat baca, maka jawabannya “ya”. Karena humor ada di kedua unsur membaca tadi, mikro dan makro.

Masyarakat Indonesia sangat akrab sekali dengan humor, bahkan dalam kesehariannya humor menjadi gaya hidup di masyarakat. Ketika humor menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia dan masyarakat Indonesia rendah minat bacanya, seharusnya tidak terjadi hal demikian. Karena masyarakat Indonesia menyenangi humor, maka akan membaca makro, dan seirisan dengan itu juga akan membaca mikro atau membaca kauniyah dan qualiyah.

Jadi sebenarnya pertanyaannya berbalik, apakah masyarakat Indonesia masih memiliki selera humor? atau sudah terjadi pergeseran budaya di Indonesia, sehingga masyarakat Indonesia sudah tidak memiliki selera humor? Sehingga muncul indeks minat baca di Indonesia untuk anak, remaja, dan dewasa rendah. Kalau memang sudah terjadi pergeseran budaya, maka wajar ketika situasi politik, ekonomi, agama, di Indonesia begitu tegang.

Ketegangan politik, ekonomi, serta agama yang sedang terjadi di Indonesia tidak akan terjadi apabila masyarakat Indonesia memiliki tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Karena semakin tinggi ilmu seseorang, akan semakin besar hati dan memiliki pandangan yang terbuka, tidak cepat marah dan terbawa emosi. Hal ini sudah dibuktikan oleh Gus Dur.

Kembali pada konteks humor di perusahaan atau instansi, belajar dari sosok Gus Dur yang ketika menjabat sebagai presiden maupun sebagai manusia biasa sisi-sisi humor selalu ada pada diri Gus Dur. Sosok Gus Dur dibuat parodi oleh banyak tokoh humor di Indonesia dia tidak marah, bahkan ketika Gus Dur dipertemukan dengan Gus Pur (A.P. Handojo) pada salah satu acara di televisi, Gus Dur sangat apresiasi terhadap Impersonete Gus Pur. Maka ciptakanlah atmosfir humor di dunia kerja, supaya kreativitas meningkat. Supaya tidak tegang dan stres dengan pekerjaan yang menumpuk.

Terlepas dari rumitnya situasi politik, ekonomi, serta agama di Indonesia, IHIK3 memiliki program yang bagus dan menarik untuk terus diikuti dan diaplikasikan.

 

 

 

 

 

 

 

 

  

Categories
Artikel

Kuda Putih: Obituari Umbu Landu Paranggi

Oleh Heri Maja Kelana

 

KUDA PUTIH

kuda putih yang meringkik dalam sajaksajakku

merasuki basabisik kantung peluh rahasia

diamdiam kupacu terus ini binatang cinta

dengan cambuk tali anganan dari padangpadangku

 

Umbu Landu Paranggi yang memiliki nama lengkap Umbu Wulang Landu Paranggi, lahir di Waikabubak, Sumba Barat, NTT, 10 Agustus 1943, memandang kuda sebagi representasi tubuh. Kuda dihidupkan oleh gaya personifikasi sehingga menimbulkan efek semangat. Hal ini juga terlihat bagaimana isokronisme subjektif muncul dalam tiap larik puisi Kuda Putih.

“kuda putih yang meringkik dalam sajaksajakku” Larik pertama pada sajak Kuda Putih, terdapat pengulangan diksi sajak. Pengulangan ini tidak memiliki arti signifikan seperti pada diksi sayur-mayur. Namun, apabila disandingkan dengan kalimat sebelumnya akan memiliki arti yang kuat, bahwa “kuda putih yang meringkik dalam sajaksajakku” sesuatu yang dicintai (berharga) terus berbicara pada sajak.

Kemudian pada larik selanjutnya ”merasuki basabisik kantung peluh rahasia”, larik ini terdapat kemajemukan basa dengan bisik. Basa adalah zat kimia yang mengikat hidrogen, lawan dari asam. Sedangkan bisik adalah suara desis perlahan yang apabila disandingkan menjadi basabisik akan memiliki arti yang berlainan. Apabila menengok pada bahasa lokal, basa itu adalah bahasa. Penulis lebih melihat diksi basa dari bahasa lokal, sehingga kalau diartikan basabisik adalah bahasa suara yang mendesis perlahan. Larik yang utuh dapat diartikan menjadi bahasa yang mendesis perlahan masuk lewat embrio keringat pada sesuatu yang disembunyikan.

Larik ketiga pada puisi “Kuda Putih” terdapat pengulangan yaitu diamdiam. Diksi diam mempunyai arti tidak bersuara, tidak bergerak dan tidak berbuat. Namun, apabila diulang menjadi diamdiam akan mengandung arti mengendap-endap atau bergerak secara perlahan. Pada larik ”diamdiam kupacu terus ini binatang cinta”, diksi pacu mengandung arti benda tajam atau roda bergigi yang dipasang pada tumit sepatu (dipakai oleh penunggang kuda), untuk menggertak kuda supaya berlari kencang. Secara keseluruhan larik mengandung makna kerja, bahwa secara mengendap-endap akan kusuruh terus berlari binatang cinta ini (kuda).

Larik terakhir pada puisi “Kuda Putih” terdapat pengulangan diksi padang menjadi padangpadangku. Padang secara harfiah adalah tanah yang luas dan tidak memiliki pohon-pohon yang besar. Ketika diksi padang menjadi padangpadangku terkesan ingin menunjukkan bahwa lahan dalam diri aku lirik luas atau banyak.

“dengan cambuk tali anganan dari padangpadangku” Larik terakhir kemudian dapat diartikan menggunakan cambuk tali impian dari lahan yang ada pada diri aku lirik. Apabila diartikan keseluruhan, puisi “Kuda Putih” bercerita tentang kecintaan aku lirik terhadap binatang kesayangannya, yaitu kuda yang kemudian menjadi inspirasi untuk puisi-puisinya. Untuk aku lirik sendiri, puisi serta kuda adalah darah pada tubuhnya. Puisi dan kuda adalah dua hal yang selalu dicintainya.

Puisi “Kuda Putih” secara eksplisit menceritakan aku lirik yang mencintai binatang kesayangannya, yaitu kuda. Namun, kuda yang diceritakan oleh aku lirik kemudian dikaitkan dengan sajak dan tubuh. Tubuh yang terdapat pada puisi ini merupakan subjek sekaligus objek. Begitu pula dengan sajak. Pada puisi ini tidak ada orang kedua atau ketiga.

Kuda merupakan energi aku lirik untuk sajak-sajaknya. Kuda dan sajak sama-sama memiliki persamaan yaitu menyimpan misteri, dalam bahasa aku lirik dikatakan dengan rahasia. Fenomena ini kemudian menjadi menarik kerena bersinggungan dengan tubuh. Kuda, sajak dan tubuh kemudian menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kuda menginspirasi aku lirik, sedangkan sajak adalah kuda yang terus berontak pada tubuh.

Lesapnya subjek dan objek pada puisi ini mengakibatkan misteri jarak antara benda di luar tubuh terhadap tubuh. Jarak ini menjadi samar, bisa dikatakan lebur karena otoritas yang berada di luar tubuh adalah visual yang sudah disistematiskan. Seperti ketika melihat pemandangan yang indah, atau melihat perempuan cantik, semua itu sudah diset dalam pikiran manusia yang sudah menerima masukan dari pengalaman-pengalaman sebelumnya. Fenomena ini tidak dapat lepas dari wawasan aku lirik.

Secara garis besar puisi “Kuda Putih” menceritakan kecintaan aku lirik terhadap sesuatu yang dapat membangkitkan inspirasinya, dalam hal ini yaitu kuda putih. Kecintaan terhadap kuda sama dengan kecintaan terhadap puisi. Dua hal tersebut tidak dapat terpisahkan dari tubuh aku lirik.

Tubuh adalah potensi yang luar biasa. Tubuh juga bisa berada di titik realis dan di titik lain (imaji atau gaib). Dengan demikian, tubuh juga bisa dikatakan berada di ruang antara atau dengan kata lain ada potensi imaji dalam tubuh yang akan mengajak ke alam lain di luar realitas.

Inspirasi kuda adalah semangat karena kuda adalah binatang yang tangguh dan pekerja keras. Sedangkan puisi adalah buah intelektual dan padang-padangku adalah metafora dari tubuh.

Selamat Jalan Umbu

Di Jogja Umbu berproses dan tumbuh. Di Jogja pula Umbu banyak melahirkan karya-karya puisi serta banyak melahirkan penyair besar seperti Emha Ainun Nadjib, Linus Suryadi AG, Korrie Layun Rampan, Iman Budhi Santosa lewat Persada Studi Klub (PSK). Umbu waktu itu menjadi redaktur puisi di Pelopor Yogya

Umbu yang tidak pernah habis energinya, mendedikasikan hidupnya untuk puisi, berpindah ke Tanah Dewata, Bali. Seperti di Jogja, ia kembali melahirkan banyak penyair hebat seperti Wayan Sunarta, Raudal Tanjung Banua, Nur Wahida Idris, Muda Wijaya, dll. Bali Umbu menjadi redaktur puisi di Bali Post. Bali juga sebagai tempat persinggahan yang kedua dan terakhir.

Saya mendapat kabar dari seorang kawan di Bali, bahwa Umbu wafat pukul 03.55 Wita, di Rumah Sakit Bali Mandara, Sanur. Sosok Umbu telah pergi selama-lamanya, namun karya Umbu abadi. Begitu pula apa yang telah dilakukan oleh Umbu terhadap sastra Indonesia akan selalu diingat. Umbu adalah sosok yang bersahaja, selamat jalan Maha Guru Umbu Landu Paranggi.

 

Categories
Kabar TBM

DONGENG DAN KITA

Oleh Heri Maja Kelana

 

“Digril, anak tunggal seorang pengusaha kaya di sebuah kota, mengajukan permintaan mustahil kepada orang tuanya. Permintaan tersebut adalah membelikan dia satu sekolah sebagai hadiah ulang tahunnya. Permintaan tersebut menurut dia masuk akal karena saat ini sedang masa pandemi Covid-19. Karena terlalu dimanja, Digril bertingkah di luar toleransi orang tuanya, sehingga dia dimasukkan ke dalam ruang kecil di bawah tangga. Ternyata ruang tersebut bukan sekadar ruang penyimpanan barang tak terpakai. Saat dilemparkan ke ruang tersebut, Digril terlempar ke sebuah dunia yang selama ini dia sangka hanya dongeng kakeknya saja.”

 

Kira-kira seperti itu dongeng dari Yussak Anugrah ketika mengisi Hari Dongeng Sedunia. Dongeng yang dibawakan oleh Yussak berjudul “Digril di Negeri Bragalba” dapat disaksikan di youtube Forum TBM atau di youtube raya ussak.

 

Selain Yussak, ada banyak pendongeng lain yang mengikuti Parade Dongeng dari TBM, Hari Dongeng Sedunia 2021 yang tersebar dari Aceh hingga Papua, di antaranya Nur Anisah (Aceh), Nita Juniarti (Aceh), Antonia Humiliata Tukan (NTT), Cherryl Nafiza (DIY), Ratih Analin Osok (Papua), Bany Ahmad (Jawa Barat), dan masih banyak lagi. Pendongeng melakukan aksinya lewat youtube juga langsung mendongeng lewat zoom.

 

Cerita yang dibawakan oleh para pendongeng sangat beragam, ada yang membawakan cerita daerah seperti legenda (kemudian dimodifikasi oleh pendongengnya), ada yang mengambil dari buku-buku cerita, serta ada pula pendongeng yang membuat cerita sendiri, sehingga apabila menyaksikan satu dongeng ke dongeng lain, tidak monoton.

 

Suyadi dan Spirit yang Menular Lewat Unyil

 

Suyadi, ya Pak Raden nama pangungnya adalah salah satu maestro dongeng Indonesia yang sudah banyak melahirkan karya. Pak Raden menciptakan tokoh yang bernama Unyil, kemudian difilmkan dengan judul Si Unyil.

 

Siapa yang menyangka bahwa lelaki kelahiran Jember, 28 November 1932 ini pernah mendalang di Paris menggunakan bahasa Perancis dan bahasa Inggris tahun 1961 – 1964, ketika Suyadi mendapat beasiswa belajar animasi di Paris tahun 1960 – 1964. Berbagai penghargaan telah banyak diraih oleh seorang pendongeng yang mengawali karirnya sebagai ilustrator ini.

 

Pada 1972, Suyadi mendapat penghargaan dari UNESCO lewat Komite Nasional Tahun Buku Internasional sebagai ilustrator terbaik buku anak dengan judul Gua Terlarang. Lalu pada 1998, bukunya yang berjudul Timun Mas mendapat penghargaan dari IKAPI. Selama hidupnya Suyadi telah menulis 25 judul buku anak dan membuat ilustrator untuk 150 buku. Bahkan hari kelahirannya 28 November diperingati sebagai Hari Dongeng Nasional.

 

Sengaja saya menampilkan sedikit biografi mengenai maestro dongeng Indonesia, supaya para pendongeng lain termotivasi oleh seorang Pak Raden. Supaya muncul kembali maestro-maestro dongeng berikutnya dari relawan juga pengelola TBM.

 

Relawan atau pengelola Taman Bacaan Masyarakat (TBM) banyak yang memiliki kemampuan mendongeng yang baik. Bahkan tidak sedikit telah menjadi pendongeng profesional. Dongeng, seperti banyak terdapat pada literatur serta para ahli akademisi pedagogis mengatakan bahwa mendongeng adalah cara terbaik untuk meningkatkan kreativitas anak, berpikir kritis, menumbuhkan minat baca, mengenal budaya, membangun emosional antara orang tua dan anak (apabila dilakukan oleh orang tua), dan lain-lain. Oleh karena itu, mendongeng erat kaitannya dengan literasi yang sedang dibangun oleh pemerintah Indonesia.

 

Tidak sedikit pula relawan serta pengelola TBM telah membuat buku-buku cerita anak yang berlatarbelakang budaya setempat, juga keseharian aktivitas di TBM. Hal ini kemudian menjadi penting untuk dikabarkan dan menginspirasi pegiat literasi yang lainnya. Semakin banyak pegiat yang berkarya, semakin maju kampung (daerah) tempat di mana pegiat tersebut tinggal.

 

Antusias Masyarakat

 

Kembali pada peringatan Hari Dongeng Sedunia yang dilaksanakan oleh Forum TBM, mendapatkan perhatian yang baik dari masyarakat. Peserta yang mengikuti mulai dari Muhibah Dongeng dari TBM hingga Puncak Hari Dongeng Sedunia mencapai 1000. Jumlah pendongeng 59 dengan usia yang beragam, mulai dari usia 6 hingga 60 tahun.  Berasal dari Aceh sebayak 5, Banten 2, Daerah Istimewa Yogyakarta 11, DKI Jakarta 1, Jawa Barat 9, Jawa Tengah 3, Jawa Timur 3, Kalimantan Timur 2, Kalimantan Utara 1, Kepulauan Riau 1, Lampung 1, Nusa Tenggara Timur 4, Papua Barat 2, Riau 2, Sulawesi Selatan 5, Sulawesi Tengah 3, Jerman 1, Spanyol 1, Mali 1, serta Perancis 1 pendongeng.

 

Berikut adalah testimoni Antonia H. Tukan dari Nusa Tenggara Timur, “Saya senang sekali dengan HDS kali ini. Apalagi kali ini HDS diadakan secara virtual (sesuatu yang berbeda buat saya). Acaranya padat dan berisi, kak. Saya merasa menyatu dengan teman-teman dari seluruh Indonesia. Saya berharap acara seperti ini masih bisa diadakan di waktu-waktu yang akan datang.”

 

Testimoni berikutnya Yussak Anugrah dari Jawa Barat “Tidak hanya anak, semua orang senang didongengi. Maka dari itu, untuk membuat semua orang senang, marilah kita saling mendongengi.”

 

Selanjutnya giliran Devie R Uga dari Sulawesi Tengah memberi testimoni “Cerita bisa didengarkan dengan baik, menjadi literasi budaya, menjadi moral dan budi pekerti penuh cinta lewat sebuah dongeng. Selamat Hari Dongeng Sedunia.”

 

Giliran Sari Firman dari Riau memberikan testimoni “Dongeng membersamai kita, sudah sewajarnya kita membersamai dongeng. Sebab dongeng telah menjadi duniaku, duniamu, dan dunia kita. Dongeng mendunia menjadi nyata. Selamat Hari Dongeng Sedunia.”

 

Dari beberapa testimoni di atas, saya menyakini bahwa gerakan literasi di Indonesia melalui dongeng sebagai aktivitas kreatifnya akan semakin maju dan berkembang. Sebab semua orang mencintai dongeng.

 

Kegiatan Hari Dongeng Sedunia tidak akan terlaksana dan mendapatkan apresiasi bagus dari masyarakat tanpa adanya ketua pelaksana yang begitu luar biasa, Aris Munandar. Aris serta panitia yang lain mempersiapkan kegiatan Hari Dongeng Sedunia kurang lebih satu bulan. Selama satu bulan panitia berjibaku mempersiapkan kegiatan. Hasilnya luar biasa dan diterima oleh masyarakat. Bravo!

Categories
Kabar TBM

MENDONGENG DAN BELAJAR PARTISIPATIF

Apabila ada cahaya yang muncul pagi hari dan menghangatkan badan kita setiap hari, tentunya itu adalah matahari. Namun apabila ada cahaya lahir dari Taman Bacaan Masyarakat, maka dapat dipastikan akan menerangi kampung. Cahaya-cahaya itu lahir dari semangat pengelola TBM, relawan, serta anak-anak yang setiap hari membaca, membolak-balikan, hingga mewarnai dan mencorat-coret buku. Seperti yang sedang dilakukan oleh Forum TBM bersama TBM-TBM yang ada di berbagai daerah membuat satu kegiatan positif, menghangatkan anak-anak dengan parade dongeng.

Parade dongeng sendiri diberi nama Muhibah Dongeng TBM, rangkaian menuju peringatan Hari Dongeng Sedunia, yang jatuh pada 20 Maret 2021. Muhibah Dongeng TBM dilaksanakan secara hybrid, mulai dari tanggal 10 – 20 Maret, di mana para pendongeng mendonengeng melalui zoom, sedangakan ada anak-anak dengan titik kumpul di TBM. Selain lewat zoom, Muhibah Dongeng TBM sendiri dapat disaksikan secara langsung di youtube Forum TBM.

Taman Bacaan Masyarakat yang ikut berpartisipasi pada acara Muhibah Dongeng TBM di antaranya adalah TBM Ar Rasyid dari Aceh, TBM Taman Sekar Bandung dari Jawa Barat, TBM Kampung Dongeng dari Kalimantan Timur, TBM Iqro dari Riau, serta TBM Bonua Pontulisi dari Sulawesi Tengah. Tentu yang mengikuti bukan hanya anak-anak yang ada di TBM yang dituliskan di atas semata, melainkan anak-anak dari TBM lainnya ikut pula berpartisipasi dengan mengikuti rangkaian kegiatan Muhibah Dongeng TBM ini.

Para pendongeng yang ikut berpartisipasi adalah Kak Yani dari Sulawesi Selatan, Kak Aina dari Riau, Kak Fitri dari Kalimantan Timur, Kak Tini dari Kalimantan Timur, Kak Evelyn dari Riau, Kak Agus dari Bogor, Kak Joe dari Sulawesi Tengah, Kak Lini Sigilipu dari Sulawesi Tengah, Kak Debby Lukito dari Bali, serta Kak Heru dari Sulawesi Selatan. Para pendongeng ini selain mendongeng, juga memberikan edukasi pada anak-anak tentang pentingnya membaca buku, pentingnya cuci tangan, juga mengajak anak-anak untuk terus semangat belajar meski dari rumah.

Mendongeng dan Belajar Partisipatif

Pandemi membuat pembelajaran tatap muka (luring) terhenti. Anak-anak belajar di rumah. Ada yang berkumpul di TBM untuk belajar bersama, ada pula yang berkumpul di pos ronda, serta tempat terbuka lainnya. Kemudian timbul pertanyaan, apakah ruang (kelas) masih dibutuhkan?

Muncul banyak perdebatan mengenai pendidikan serta infrastuktur pendidikan. Perdebatan-perdebatan yang terjadi sebenarnya tidak lain untuk memajukan pendidikan di Indonesia lebih baik lagi. Selain itu, dengan banyaknya perdebatan mengenai pendidikan, justru pegiat serta praktisi juga lembaga seperti Forum TBM lebih kreatif dalam memberikan pendidikan terutama menanamkan pentingnya literasi pada anak-anak. Salah satunya membuat kegiatan yang dilaksanakan secara hybrid seperti Muhibah Dongeng TBM.

Mendongeng memang bukan perkara baru dalam praktik baik di TBM, mendongeng sudah banyak dilakukan oleh teman-teman di TBM di berbagai daerah. Ada yang mendongeng langsung di TBMnya, ada yang memasukannya lewat youtube, serta media lainnya. Penting diperhatikan, ketika mendongeng bukan perkara baru, bahkan sudah banyak maestro dongeng di Indonesia, sudah seharusnya ada semacam transformasi dongeng. Transformasi dongeng yang dimaksudkan adalah mendongeng dengan menggunakan multimedia, mendongeng dengan menitikberatkan pada konten-konten yang disukai oleh anak, kemudian memasukan nilai-nilai di dalamnya (menyesuaikan dengan kondisi kekinian), juga partisipatif (saling melibatkan dalam proses mendongeng), dan lain sebagainya. Transformasi dongeng ini penting dilakukan untuk menjaga mood anak-anak yang dapat dikatakan fluktuatif.

Apabila meminjam teori Participatory Learning, maka akan terjadi sebuah proses pembelajaran di mana penutur dan penerima terjalin komunikasi yang baik. Artinya penutur (pendongeng) melibatkan anak-anak dalam proses mendongeng. Sehingga anak ada rasa keberpemilikan terhadap  konten dongeng yang dituturkan oleh pendongeng. Maka terjadi keterlibatan emosi yang kemudian anak akan mencerna nilai-nilai yang dituturkan oleh pendongeng.

Muhibah Dongeng TBM yang dilaksanakan oleh Forum TBM, ada upaya menuju pada konsep Participatory. Dan ini adalah konsep yang baik, ketika anak-anak jenuh dengan belajar dari rumah, hanya mengerjakan soal, menonton materi lewat TV, serta youtube, muncul Muhibah Dongeng TBM dengan pendongeng dari berbagai daerah dengan beragam karakter.

Lalu untuk menjawab apakah ruang (kelas) masih dibutuhkan? Kiranya ruang (kelas) masih dibutuhkan, namun bukan ruangan yang seperti sekarang ada kursi, meja, serta papan tulis, di mana di dalamnya ada guru yang sedang menulis di papan tulis. Ruang (kelas) sudah seharusnya mengalami transformasi, bukan lagi sebagai ruang (kelas) yang konservatif seperti di sekolah-sekolah, melainkan di mana saja dapat dijadikan ruang (kelas) untuk proses belajar. Seperti juga yang dilakukan pada era marketing 5.0 yang terjadi sekarang.

Pola-pola yang relevan dalam transformasi pendidikan sedang dikembangkan oleh para ahli, namun saya kira Muhibah Dongeng TBM ikut mengembangkan pola transformasi pendidikan dari pola konservatif menuju era kekinian.

Categories
Kabar TBM

WARITA DARI TANAH ISTIMEWA

sisa sampah debu revolusi

sapu dan lego dalam seni

di ibu kota kata sendi kata

si tua muda yogyakarta

(yogya sudah lama kembali)

kembalilah ke yogyakarta

cemara tujuh denyar puisi

 

tujuh cemara

di jantung Yogyakarta

barisan rindudendam menghela anginmu

terjaring di kampus tua

tertanam cinta terdera

di surut hari mencari

debar puisi di hati

 

(Tujuh Cemara, Umbu Landu Paranggi)

 

Ketika berbicara Yogyakarta, saya tidak dapat melepaskan nama Umbu Landu Paranggi. Pada akhir tahun 1960-an, di Jalan Malioboro menjadi tempat berkumpulkan para penulis hebat yang diasuh oleh Umbu Landu Paranggi lewat Persada Studi Klub (PSK). Penulis tersebut adalah Emha Ainun Nadjib, Linus Suryadi AG, Iman Budhi Santosa, juga Korrie Layun Rampan.

 

Umbu Landu Paranggi berinisiatif membuat diskusi di kantor redaksi Pelopor Yogja, di mana pada waktu itu Umbu menjadi redaktur. Diskusi pertama kali dilaksanakan pada 5 Maret 1968 dengan dihadiri oleh Ragil Suwarna Pragolapati, Mugiyono Gito Warsono, Iman Budhi Santosa, Soeparno S. Adhy, Teguh Ranusastra Asmara, dan M. Ipan Sugiyanto Sugito. Diskusi tersebut untuk mengasah kemampuan kepenulisan dari kalangan penulis muda Yogyakarta.

 

Persada Studi Klub dan Umbu tinggal cerita, namun spiritnya selalu ada dan tumbuh berkembang hingga sekarang. Baik di dunia sastra, maupun ranah lainnya yang berkaitan dengan tulis menulis.

 

Warita dari Tanah Istimewa

 

Di hadapan saya terdapat buku yang berjudul Warita dari Tanah Istimewa, yang diterbitkan oleh Forum TBM Yogyakarta. Buku ini menghimpun 23 tulisan dari 23 pegiat literasi dari 5 kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penulis dari buku ini dari pegiat TBM, pengelola perpustakaan dusun, serta perpustakaan berbasis komunitas. Hingga tidak heran ketika membaca buku ini akan menemukan keberagaman kisah dari narasi yang ditulis oleh para pegiat literasi.

 

Kisah-kisah dari pegiat literasi yang terhimpun dalam buku antologi ini menjadi catatan penting sebagai dokumentasi juga kisah inspirasi untuk generasi selanjutnya, bahwa hari ini telah lahir aktivis-aktivis literasi yang dengan kesabarannya terus membantu masyarakat untuk terus berpikir cerdas, kreatif, serta mendampingi masyarakat dari gegar budaya. Gegar budaya yang dimaksudkan adalah kebingungan masyarakat dengan adanya akses informasi yang begitu cepat. Selain itu teknologi yang semakin canggih, sehingga tidak semua masyarakat mengerti dengan cara kerja dari teknologi itu sendiri.

 

Selain menyasar kalangan remaja dan orang dewasa, pegiat literasi juga menyasar anak usia dini. Di mana, mereka (pegiat literasi) menumbuhkan minat baca pada adak usia dini. Seperti yang dilakukan oleh TBM Mekar Insani yang bekerja sama dengan beberapa PAUD untuk menumbuhkan minat baca sejak dini.

 

TBM Helicopter intens mendampingi anak-anak disabilitas, lewat kegiatan-kegiatan berupa workshop, dll. sebab anak-anak disabilitas juga harus mendapatkan pendidikan lebih baik. Oleh landasan itu, TBM Helicopter selalu mengajak anak-anak disabilitas dalam kegiatan-kegiatannya.

 

TBM Iqro memberikan layanan baca seperti biasa, bersinergi dengan Taman Pendidikan Al-Quran (TPA). Menjadi lain dari gerakan yang dilakukan oleh TBM Iqro adalah memberikan beasiswa pada anak-anak yang tidak mampu. Sehingga dapat m elanjutkan serta mendapatkan pendidikan yang lebih baik.

 

Masih banyak lagi kisah-kisah perjalanan dari para pegiat literasi, baik yang bahagia maupun kisah sedih yang dialaminya. Namun hal itu menjadi pengalaman yang bagus dan menjadi inspirasi bagi siapa saja yang membaca buku ini. Sebab tidak ada kesuksesan yang lahir secara serta merta, kesusksesan lahir dari proses.

 

Forum TBM ibarat Tunggu Pemanas

 

Pada awal tulisan ini, saya sedikit menceritakan mengenai Umbu Landu Paranggi dengan Persada Studi Klub, supaya menjaga lupa bahwa ada gerakan sastra yang lahir di Yogyakarta. Namun apabila dikaitkan dengan buku ini, memang tidak bisa disamakan appel to appel, setidaknya Forum TBM Yogyakarta menjadi tungku pemanas untuk terus melahirkan pegiat-pegiat literasi di Yogyakarta. Seperti dulu dilakukan oleh Umbu lewat Persada Studi Klub.

 

Sebagai seorang pegiat literasi, saya sangat termotivasi serta terinspirasi dari buku Warita dari Tanah Istimewa, banyak kisah-kisah menggugah. Buku ini harus menyebar dan dapat dibaca oleh orang banyak, supaya dapat terinspirasi, serta terugah hatinya untuk ikut membantu, terjun ke masyarakat, memajukan serta membudayakan literasi lebih baik lagi.

 

Disadari atau tidak, sebuah buku dapat memberikan dampak terhadap pembaca. Saya kira, buku ini telah berdampak pada saya sebagai pembaca, serta ingin ke Yogyakarta mendatangi TBM serta komunitas literasi lainnya menggali ilmu serta informasi banyak dari pegiat literasi dalam memasyarakatkan literasi di daerahnya.

 

Saya kira Yogya tidak akan pernah kehabisan orang-orang hebat, orang-orang yang dapat menginspirasi banyak orang. Orang-orang itu ada dan terwadahi oleh Forum TBM Yogyakarta.

 

Sekarang ingatan saya bertambah ketika ke Yogyakarta, pertama puisi Tujuh Cemara dan kedua Warita dari Tanah Istimewa.

 

Salam.

Categories
Artikel

Film TENET dan Koneksi Literasi Indonesia Dengan Masa Depan

Siapa yang tidak kenal dengan Cristopher Nolan? Sutradara yang bertangan dingin, mampu mengangkat film-film science fiction jadi menarik di mata penonton. Film-film Nolan tidak membosankan, justru membuat penonton berpikir setelah menonton film tersebut. Sebut saja film yang dibuatnya pada tahun 2014, Interstellar. Film yang berdurasi 2 jam 49 menit ini mampu mengangkat hukum waktu, lubang hitam,  serta gravitasi menjadi tidak membosankan ditonton.

Mundur ke tahun 2010, Inception mengangkat waktu juga. Waktu maju dan mundur secara drastis dan ekstrim diperagakan lewat sinematografi yang menarik dan bagus. Kemudian mundur lagi ke belakang ada film yang mengantarkannya mendapatkan Piala Oscar tahun 2001, yaitu film yang berjudul Memento.

Belakangan, ketika Pandemi COVID-19, Nolan kembali merilis filmnya yang masih bermain dengan waktu, yaitu Tenet (2020). Tenet menceritakan dua agen mata-mata, Protagonist (John David Washington) dan Neil (Robert Pattinson) pada misi yang akan menyelamatkan Perang Dunia III, dengan cara mengembalikan waktu (time invertion).

Konsep dari time invertion lebih kompleks daripada time travel. Tokoh-tokoh pada film Tenet, mengalami peristiwa secara berbalik. Di sana terdapat efek dari peristiwa itu sendiri, yang kemudian menjadikan tokoh utama John David Washington mempelajari alur waktu dari peristiwa yang dialaminya. Waktu pada film Tenet tidak berjalan seperti biasa.

Konsep Waktu

Konsep waktu pada film-film karya Cristopher Nolan memang tidak muncul secara serta merta, Nolan sudah memikirkan serta menggarapnya sejak lama. Penulis akan bahas mengenai waktu secara bahasa terlebih dahulu.

Menurut KBBI, waktu adalah “seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung: tidak seorang pun tahu apa yang akan terjadi pada — yang akan datang.” Sementara secara etimologi waktu adalah “jangka masa tertentu yang terdapat permulaan dan batasannya.” Einstein berbicara waktu lewat teorinya yang sangat terkenal pada tahun 1916, theory of relativity. Teori Relativitas ini menjadi lompatan besar mengenai gravitasi, yang dulu digagas oleh Sir Isaac Newton pada tahun 1687.

Pemikir muslim Mulla Sadra berpendapat mengenai waktu bahwa, “Waktu adalah kadar gerak dan ukuran hal-hal yang bergerak sebagaimana dirinya bergerak.” Keberadaan waktu sangat misterius, apabila meminjam bahasa Slavoj Zizek, waktu berada pada wilayah realisme magis.

Waktu memang sangat misteri, namun hal tersebut justru membuat Cristopher Nolan sebagai sutradara (pekerja seni) banyak mengeksporasi waktu. Terbukti dari karya-karyanya yang mengangkat waktu mendaptkan respon yang baik dari penonton. Bahkan tidak sedikit film-film karya Nolan mendapatkan penghargaan serta pujian.

Nolan memainkan waktu menjadi tidak biasa, tidak pasif, bahkan tidak menjadi kata benda. Waktu di tangannya menjadi sesuatu yang aktif, beriringan dengan gerak aktor, bahkan memutar balik secara ekstrim. Namun, apa yang sudah dilakukan oleh Nolan jutru membuat banyak pertanyaan mengenai waktu itu sendiri. Jadi sebenarnya apa itu waktu? Seperti apa konsep waktu?

Dalam Film Tenet sebenarnya ada beberapa konsep waktu yang dibuat oleh Nolan. Seperti adanya koneksi antara hari ini dan masa depan, serta hari ini dan masa lalu. Siklus konektivitas waktu ini sekarang sudah semakin terang, bahkan dalam beberapa adegan percakapan dalam film Tenet mengatakan bahwa “Kita terkoneksi dengan masa depan lewat mesin, melalui kartu kredit dan paylater.

Konektivitas hari ini dengan masa depan ini perlu kita renungkan, bahkan akan menjadi satu konsep yang sangat bagus, apabila memang dikonsep dengan baik. Sehingga masa depan sudah dapat diprediksi, bahkan disiapkan hari ini.

Literasi Manusia Indonesia

Saya tidak menghubungkan film Tenet karya Cristopher Nolan dengan keadaan literasi di Indonesia. Namun paling tidak dapat mengambil spirit konektivitas masa depan yang dipersiapkan hari ini. Manusia Indonesia sebenarnya sekarang sedang dibombardir oleh koneksi hari ini dengan masa depan, lewat aplikasi-aplikasi yang menyediakan paylater seperti portal-portal belanja online, selain itu, bank juga menyediakan kartu kredit yang membuat orang terkoneksi dengan masa depan. Apabila ditinjau lebih jauh lagi, konektivitas yang terjadi sekarang adalah konektivitas “utang” (maksud penulis adalah konektivitas dengan masa depan itu kebanyakan utang. Dinikmati sekarang, masa depan membayar dan terus membayar).

Percaya atau tidak percaya, bahwa kita terkoneksi dengan masa depan. Hal ini sebenarnya dapat dimanfaatkan oleh para pegiat literasi dalam membangun literasi yang lebih baik di masa yang akan datang. Membangun literasi di Indonesia tidak datang secara serta merta, tetapi harus dilakukan secara berkelanjutan. Sebab literasi bukan produk instan, melainkan produk budaya yang mengakar. Menjadikan manusia Indonesia lebih baik lagi, manusia Indonesia lebih literat, manusia Indonesia lebih cakap dan tanggap dalam memecahkan masalah.

Perlu disadari, bahwa dalam melakukan koneksi dengan masa depan, kita di hadapkan dengan kapitalis-kapitalis yang menyediakan layanan atau konten-konten “utang”. Akan tetapi, dengan banyaknya geliat literasi di berbagai daerah (lewat Taman Bacaan Msayarakat), penulis memiliki keyakinan bahwa kapitalis-kapitalis itu bukan sebagai halangan, melainkan sebagai amunisi (peluru) untuk kembali ditembakkan padanya.

Kembali pada film Tenet karya Cristopher Nolan, bahwa film ini bagi penulis salah satu film bagus yang rilis pada masa Pandemi COVID-19. Yang belum menonton silakan menonton, yang sudah menonton, mari mempersiapkan masa depan.