Dunia anak adalah dunia yang identik dengan bermain dan permainan. Sebab,salah satu sifat fitrah anak-anak adalah homo ludens, yaitu makhluk penyuka bermain. Maka, tak heran jika hal yang tidak pernah absen dari dunia mereka adalah memiliki mainan.
Dewasa ini, mainan sudah sangat beragam. Mulai dari yang tradisional seperti gundu dan ketapel, sampai yang paling modern yaitu gawai.
Seringkali, kita sebagai orang tua menjadi pusing dan jengkel jika melihat mainan anak yang berantakan, bahkan kondisi rumah ikut porak-poranda gara-gara mainan-mainan itu. Ada mobil-mobilan di tempat tidur, boneka di dapur, bola di kamar mandi, dan lain-lain.
Maka, tak jarang demi menghindari berantakan itu, akhirnya beberapa dari kita memilih jalan yang dirasa ‘aman’ agar anak tenang bermain dan tidak membuat keributan atau berantakan seisi rumah yaitu mengganti mainan anak yang banyak (dan tak jarang mahal) dengan gawai. Fenomena itu belakangan saya jumpai terjadi di beberapa keluarga, terutama keluarga muda, yang rata-rata memang sangat reaktif dengan perkembangan teknologi.
Namun, sadarkah kita bahwa “berantakan” yang disebabkan oleh anak-anak kita merupakan wujud dari perkembangan kecerdasan mereka? Membatasi ruang gerak mereka dengan menjejalkan permainan dari dalam gawai justru dapat memicu berhentinya proses perkembangan itu.
Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa anak-anak yang bermain dengan berantakan lebih mudah mengingat nama benda yang diacak-acaknya sendiri. Hal ini merupakan indikator kecerdasan verbal-linguistik (bahasa). Selain itu, anak-anak yang aktif memainkan mainannya akan sering menyentuh dan lebih mudah mengidentifikasi bentuk benda. Hal itu merupakan indikator kecerdasan visua-spasial (bentuk dan warna).
Maka, sebagai orang tua, sebaiknya kita bersyukur jika anak-anak kita dapat aktif bermain dengan dunianya. Nah, untuk meminimalisir berantakan yang mungkin ditimbulkan, ada beberapa tips yang melibatkan anak agar mainan-mainan mereka bisa dikondisikan dengan baik di rumah.
Satu, buatlah kesepakatan antara orang tua dan anak untuk rule bermain seperti durasi, hal-hal yang diizinkan, dan tidak diizinkan. Jadi, dalam bermainpun anak memiliki hak dan kewajiban. Hak-nya adalah anak boleh menghabiskan waktu bermainnya sesuai kesepakatan. Kewajibannya adalah menjaga dan membereskan mainannya.
Dua, memberikan tempat atau ruang khusus bermain. Hal ini akan membuat anak merasa memiliki ruang privasinya sendiri. Orang tua bisa mengajarkan anak rasa bertanggung jawab dari ruang bermain dengan cara menjaga dan merawat mainan-mainannya.
Tiga, diskusikan ketika membeli mainan. Ketika orang tua membelikan atau membeli mainan bersama anak, sebelum menggunakannya ajak anak berdiskusi tentang hal-hal yang harus dilakukan anak dengan mainan tersebut. Seperti bagaimana cara menggunakannya dengan baik, bagaimana cara merawatnya, sampai bagaimana cara menyimpannya. Jangan terpaku pada aturan yang ditentukan tapi fokus pada karakter yang berdampak pada anak kita yaitu bertanggung jawab.
Empat, membuat tempat penyimpanan bersama. Ajak anak membuat atau mengatur tempat penyimpanan mainannya bersama. Hal ini agar anak tidak semata mengandalkan orang tua untuk membereskan mainannya. Kita bisa mengajak anak untuk memanfaatkan kardus bekas lalu menghiasnya dengan kertas kado, atau ember bekas yang dicat ulang. Hal ini juga mengajarkan pada anak tentang prinsip recycle.
Permainan yang menyenangkan bagi anak bukanlah yang canggih dan berharga mahal. Tetapi seberapa besar kita menghargai mainan-mainan itu. Hal-hal di atas akan mengajarkan pada anak betapa berharganya mainan-mainan sederhana mereka.
Selamat bermain!