Tak hanya mengasah kreativitas, tapi juga kemampuan menganalisis. “Aku buah-buahan, rasanya manis, rambutku banyak dan warnaku merah, apa hayo?” tanya Fima, bocah 4-6 tahun, kepada tiga teman mainnya. Di saat dua temannya mengernyitkan dahi, berpikir mencari jawaban tepat, tiba-tiba seorang temannya yang lain menjawab, “Buah rambutan!”
“Betul!” ucap Fima sambil menepuk bahu temannya itu. Anak prasekolah, tepatnya mulai 4 sampai 6 tahun, memang senang bermain teka-teki. Kesenangan ini muncul karena pengaruh lingkungan kampung Wadas Kelir yang berbasis literas, ketika anak sudah bersosialisasi dengan teman-temannya, entah yang sebaya atau berumur di atasnya. “Nah, dari interaksi itu, mungkin saja anak mendengar atau mengamati teman-temannya bermain teka-teki,” ujar Muhammad Hamid Samiaji. Selaku Relawan Wadas kelir.
Bisa juga, main tebak-tebakan ini datang dari orangtua atau pengasuhnya. Saat senggang, beberapa orangtua sangat senang menggunakan permainan ini. Pengaruh lainnya bisa lewat media, entah televisi atau media cetak. Bahkan, beberapa majalah anak menyediakan kolom khusus teka-teki beserta hadiah bagi pengirim jawaban yang benar. Apalagi, tambah psikolog perkembangan anak yang akrab dipanggil Ita ini, kosakata, pengalaman, dan kemampuan kognitif anak juga sudah berkembang. “Mereka sudah bisa mencari jawaban dari potongan-potongan informasi yang di-namakan petunjuk. Jawaban itu diperoleh dari pengalamannya sehari-hari. Semakin kaya wawasan anak semakin mudah dia menjawab.”
Selain itu, usia ini juga dikenal dengan usia cerewet. Anak-anak Wadas Kelir senang bertanya dan menanyakan sesuatu. Nah, dengan permainan teka-teki, keterampilan berbahasanya seakan tersalurkan. Bahkan, beberapa anak yang cerdas sangat senang bila bisa membuat teka-teki sendiri.
Tentunya, anak tidak ujug-ujug bisa bermain teka-teki yang rumit, melainkan dimulai dari soal-soal sederhana. Awalnya sangat mungkin anak-anak hanya bertanya-jawab tentang persamaan dan perbedaan dari sebuah kata atau benda. Umpama, “Apa persamaan Tomat dan Wortel?”, “Apa beda ikan dan kodok?”, dan seterusnya. Dari situ mereka belajar mengotak-atik kata-kata menjadi sebuah teka-teki.
Jadi, sesuai kemampuan kognisinya, teka-teki anak di Wadas Kelir umumnya cukup sederhana. Misal, di awal pertanyaan, anak akan menyebutkan kategori seperti, “Aku binatang.”, “Aku buah-buahan….”, dan sebagainya. Petunjuknya pun, biasanya cukup lengkap sehingga memudahkan mereka untuk menjawab. Beberapa teka-teki favorit, umumnya tak jauh dari dunia anak-anak, seperti tokoh jagoannya, binatang, mobil, buah-buahan, dan lainnya. Mereka senang mengenali ciri sesuatu benda, lalu mengubahnya menjadi teka-teki seru.
Yang jelas, permainan teka-teki dapat mengasah kreativitas dan memperkaya wawasan anak. Karenanya, Ia menyarankan orangtua agar menanggapi pertanyaan teka-teki anak. “Berpikirlah dan jawablah dengan serius, sehingga anak merasa dihargai. Hindari jawaban asal-asalan yang membuat anak malas dan ogah-ogahan memberikan soal teka-teki lagi,” kata pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini. Jika anak-anak kehabisan ide, cobalah saya gantian memberikan pertanyaan yang menarik kepada anak. Mulailah dari hal-hal yang dekat dengan anak. Jika anak sedang gandrung dengan Spiderman, misal, cobalah membuat soal teka-teki tentang jagoannya itu. Jika anak kesulitan menjawab, cobalah untuk memberikan petunjuk lebih banyak. Atau, anak bisa berpikir untuk beberapa lama sampai menemukan jawaban tepat. Boleh jadi memberikan teka-teki di malam hari, tetapi baru dijawab keesokan harinya oleh anak sepulang sekolah atau bermain. Tak masalah.
Kemudian, jika anak menemukan teka-teki di majalah dan kesulitan menjawabnya, sebaiknya pendidik bersama anak memecahkan soal teka-teki itu. Baiklah dari penjelasan diatas dapat memberikan dampak bagi kita dalam pendidikan baik dikeluarga maupun dimasyarakat, disini ada beberapa manfaat main teka teki kreatif untuk kecerdasan otak anak sebagi berikut.
Pertama, Mengasah Daya Ingat. Saat teka-teki diluncurkan, anak akan menyisir semua arsip yang ada di kepalanya, untuk kemudian dicocokkan dengan petunjuk yang ada. Karenanya, permainan ini sangat baik untuk menjaga daya ingat anak. Selain itu, sangat mungkin anak menemukan kosakata baru yang belum dikuasainya. Dengan begitu, wawasan anak semakin kaya, kosakatanya pun bertambah banyak.
Kedua, Belajar Klasifikasi. Anak belajar mengklasifikasikan, mana yang termasuk kategori buah-buahan, binatang, kendaraan, dan sebagainya. Saat disebutkan buah-buahan, pikiran anak akan melayang kepada jeruk, pepaya, rambutan, dan sebagainya. Demikian juga ketika pertanyaan itu merujuk kepada binatang, maka gajah, monyet, kodok, dan lainnya, akan segera melintas dalam pikirannya. Dengan keterampilan klasifikasi ini, anak akan mudah menata ribuan kosakata yang dikuasainya.
Ketiga, Mengembangkan Kemampuan Analisis. Anak belajar menganalisis jawaban yang tepat dari berbagai petunjuk yang ada. Dia belajar menggabungkan informasi itu dan menemukan jawabannya. Kemampuan analisis ini sangat berguna, khususnya saat anak masuk usia sekolah. Banyak sekali pertanyaan yang membutuhkan analisis, utamanya soal-soal yang memakai penggunaan cerita.
Keempat, Menghibur. Permainan teka-teki sangat menghibur. Ini jelas permainan yang menyenangkan dan bisa mengakrabkan hubungan anak dengan orangtua, maupun antarteman sebaya. Bisa dilakukan di mana saja dan kapan pun, baik dalam perjalanan, di rumah, sekolah, maupun di saat-saat santai lainnya.
Ada beberapa contoh teka-teki kreatif. Orangtua bisa membuat beberapa soal teka-teki yang kreatif. Mulailah dari hal-hal yang dekat dengan keseharian anak. Sangat mungkin jawaban dari teka-teki itu lebih dari satu. Berikut beberapa contohnya: Buah-buahan. Aku buah-buahan. Warna kulitku hijau. Warna dagingku merah. Rasaku manis. (Jawaban: semangka). Aku buah-buahan. Aku memiliki banyak duri tajam. Bauku harum dan rasaku manis. (Jawaban: durian). Binatang. Aku binatang berkaki empat. Aku berbadan besar dan memiliki belalai panjang. (Jawaban: gajah). Berpikirlah dan jawablah dengan serius, sehingga anak merasa dihargai. Hindari jawaban asal-asalan yang membuat anak malas dan ogah-ogahan memberikan soal teka-teki lagi. Begitu dengan model pembelajaran teka teki guna merangsang otak saraf dan mampu anak berpikir keras ketika mendapat problem yang dialami.
Nur Hafidz mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Purwokerto-Relawan Pustaka Rumah Kreatif Wadas Kelir.