Categories
Kolom KOLOM VUDU

Jiwa Baru yang Tumbuh di Taman Bacaan Kota Tasikmalaya

Bersatu sekuat sapu yang tidak rapuh ketika berubah menjadi sebatang lidi. Lebih baik menjadi pepohonan yang tumbuh dan rindang, menaungi orang-orang dari cuaca yang lembab dan hareudang. Pohon-pohon itu tumbuh berdekatan sehingga udara baru melimpah ruah untuk dihirup siapa saja. Layah-leyeh dan bersandar di punggung pohon untuk sekadar merenung untuk menemukan makna. Barangkali peristiwa yang ditemukan Isaac Newton akan berulang, meskipun sekadar menghayati lalu-lalang kehidupan.

 

Begitulah mimpi besar Forum Taman Bacaan Masyarakat Kota Tasikmalaya yang resmi berdiri, 31 Juli 2017. Iyep Saepumilah, ketua terpilih secara aklamasi yang disepakati berbagai perwakilan komunitas dan TBM. Selain mengelola TBM Harapan Baru, ia bersedia membangun harapan lain melalui forum yang kemudian dipimpinnya.

Sebenarnya, FTBM Kota Tasikmalaya telah diresmikan  jauh sebelum tahun 2017. Peresmian yang dilaksanakan di rumah Ketua GLS SD Kota Tasikmalaya, Yeyen Marhaenia yang sekaligus bertugas sebagai sekretaris FTBM Kota Tasikmalaya, semacam langkah baru. Kesalahpahaman dalam keorganisasian merupakan salah satu pemantik masalah saat itu. Hal yang wajar terjadi dalam dinamika berorganisasi. Atas inisiatif berbagai pihak dan dorongan FTBM Jabar, maka struktur keorganisasian diperbarui. Sebagian orang lama dan baru kemudian sepakat membangun semangat kebersamaan dan tujuan yang sama.

Setiap daerah memiliki dinamika gerakan forum taman bacaan yang sangat beragam. Pengaruh budaya, gesekan kepentingan, hingga masalah pribadi menjadi bagian warna-warni denyut jantung sebuah organisasi. Begitu pula dengan Forum Taman Bacaan Masyarakat Kota Tasikmalaya yang sempat mati suri.

Menjadi pagar untuk warga dalam membangun kepekaan, kemanusiaan, dan menghargai lingkungan adalah tujuannya. Menjadi rumah singgah bagi para pegiat literasi untuk memperkuat silaturahmi dalam menyebarkan virus literasi. Kegiatan-kegiatan yang telah berjalan, mulai dari diskusi bulanan (kopdar) yang dilaksanakan secara bergiliran. Saling mengunjungi dan berbagi inspirasi, baik dalam acara formal dan nonformal. Sejauh ini, konsep kolaborasi dari berbagai pihak: Komunitas Jalanan, Gerakan Literasi Sekolah, Taman Bacaan Masyarakat, dan PKBM cukup memperkuat kerelawan seluruh anggota yang bersedia membangun Tasikmalaya melalui jalur literasi.

Langkah sederhana tahun pertama, lebih menyatukan frekuensi setiap tbm/komunitas untuk bergerak bersama dalam literasi. Memperluas cara pandang anggota tentang makna kerelawanan untuk berbagi ilmu dan keterampilan antarkomunitas.

Sebelum terjun mengajak masyarakat untuk meningkatkan minat baca, para anggota menyelenggarakan kegiatan bookshare, kemping pegiat literasi, kolaborasi gerakan antar tbm/komunitas, sosialisasi ke tiap komunitas , sekolah , kampus , anak jalanan.

Data yang masuk per bulan Maret 2018 telah mencapai 36 TBM yang di antaranya: Iyep Saepumilah, SHI.,M.Pd.I – PKBM Harapan Baru, Alamat: Jalan Mekarjaya Rt 04 Rw 01 Kel. Cilamajang Kec. Kawalu Kota Tasikmalaya. Rizki Ginanjar – Galeri Jalanan, Alamat: Perum Griya Permata Indah / Alun-alun Kota Tasikmalaya. Ate Cahyadi – TBM Ihsan, Alamat: Kampung Rancageneng 2 Rt 02 Rw 04 Kel. Sukajaya Kec. Bungursari Kota Tasikmalaya. Acep Ramadani – Semesta Ilmu Society, Alamat: Pesantren Persatuan Islam 67 Benda, Hendra Hendrian – Pamipiran Motekar, Alamat: Pamipiran Leuwiliang Kawalu Kota Tasikmalaya, Andar Trismana – Kebun Buku, Alamat: Komplek Gedung Kesenian Tasikmalaya. Wanti Susilawati – Rumpaka Percisa, Alamat: Bantarsari  No 100 B Rt 04 Rw 04 Rw 16 Kelurahan Nagarasari Kecamatan Cipedes Kota Tasikmalaya Kode Pos 46132.

Ketimbang mati dan tidak bergerak, lebih baik berjalan perlahan seperti kura-kura. Akan tetapi, bukan berarti menjadi kura-kura tidak berani mengahadapi gelombang. Justru selambat-lambatnya kura-kura, ia tetap melintasi ombak samudera, tidak terombang-ambing, menjaga keseimbangan agat tidak dihantam karang.[]

Categories
Kolom KOLOM VUDU

Orang Tua Tulang Punggung LITERASI KELUARGA

Suatu hari ada seekor buaya dan burung penyanyi. Mereka hidup di hutan dan bersahabat sangat akrab. Suatu ketika burung penyanyi bernyanyi di hadapan buaya dengan bertengger di hidungnya. Karena sangat asiknya, mereka bernyanyi dan mendengarkan suara merdu.

Begitulah paragraf pertama cerita anak “Buaya dan Burung Penyanyi” yang dikutip dari ceritaanak.org dan telah jarang dibacakan orang tua kepada anak-anaknya. Jangankan cerita anak dalam buku digital, cerita-cerita anak pada buku cetak pun telah jarang dihadirkan dalam kehidupan keluarga. Barangkali anak-anak hari ini miskin cerita-cerita seusianya yang memiliki pesan kebijaksanaan, adil, hormat, dan nilai-nilai luhur lainnya.

Orang tua zaman now terdesak serba kebutuhan karena risiko hidup semakin tinggi. Salah satu alasan yang barangkali membuat mereka langka mendongeng atau membacakan nyaring cerita dari sebuah buku kepada anak-anaknya. Indikasi tersebut dapat dibuktikan dengan berbagai acara parenting yang bertemakan pendidikan keluarga, membacakan cerita, atau mendongeng terhadap anak-anak. Trend workshop tentang membacakan cerita atau mendongeng diselenggarakan tidak sekadar di lingkugan pendidikan, tetapi lingkungan masyarakat juga.

Apalagi risiko orang tua yang bekerja lebih dari 12 jam, pulang ke rumah hanya membawa sisa energi. Tidak jarang pula menyaksikan anak-anaknya telah berada di dunia mimpi, tidak sempat bercengkerama, apalagi berbagi cerita dengan orang tuanya.

Kegiatan membaca nyaring (read aloud) terkesan tidak popular. Oleh sebab itu, Reading Bugs Jakarta yang didirikan Roosie Setiawan gencar menyosialisasikan kegiatan membaca nyaring di lingkungan sekolah dan keluarga. Hal tersebut dilakukan karena membangun atmosfer generasi pembaca yang diharapkan sebagai generasi emas pada tahun 2045, harus segera dibangun dari sekarang.

Ruang pendidikan pertama dan utama adalah keluarga. Ayah dan ibu berperan sebagai patron literasi keluarga. Orang tua sangat berperan penting dalam menumbuh-kembangkan budaya baca sejak dini terhadap anak-anaknya dengan memberi teladan. Tidak sekadar memerintah anak-anaknya untuk membaca, tetapi wajib memberi contoh terhadap anak-anaknya dengan membaca ‘nyaring’, misalnya. Bahkan, mendongeng dalam waktu-waktu tertentu akan lebih baik, karena dapat memantik kepenasaranan anak-anak untuk membaca lengkap pada bukunya. Apalagi jika dongeng tersebut dibacakan pada saat anak-anak sebelum tidur. Mendongeng pada fase alpha teta (antara sadar dan sebelum terlelap tidur) dapat menyimpan pesan dan hikmah dari cerita, terbenam dalam ingatan hingga mereka dewasa. Sehingga, petuah-petuah dalam cerita akan ia ingat sepanjang hayat. Pesan-pesan tersebut diharapkan dapat menjadi perilaku baik dalam kehidupan nyata mereka.

Balai warga berdiri di Kampung Babut sekitar wilayah Kota Tasikmalaya Utara yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Ciamis. Wilayah yang terkenal memiliki tempat-tempat pemancingan milik warga sering disewa para pecintanya.

Rumpaka Percisa bekerja sama dengan Direktorat Keaksaraan dan Budaya Baca Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, PP FTBM, Pendidikan Antikorupsi KPK, Panglima Tali Integritas, Quick Corp dan RW 16 Jalan Sukagenah Kelurahan Nagarasari Kecamatan Cipedes Kota Tasikmalaya menyelenggarakan acara sosialisasi antikorupsi melalui pendekatan literasi keluarga dengan tema “Orang Tua adalah Tulang Punggung Literasi Keluarga”.

Menyosialisasikan kesadaran literasi antikorupsi sejak dini dalam kehidupan masyarakat, salah satu upayanya dimulai dari keluarga. Sebab orang tua adalah ‘Tulang Punggung Literasi Keluarga’. Acara diselenggarakan di Balai Kampung KB RW 16 Kelurahan Nagarasari Kecamatan Cipedes Kota Tasikmalaya (26/1/2018).

Wanti Susilawati sebagai Panglima Tali Integritas yang diresmikan langsung Saut Situmorang, salah seorang Pimpinan KPK, dalam rangka Hari Antikorupsi Sedunia di Bidakara Hotel, (11 – 13 Desember 2017). Wanti dalam pembahasannya sebagai pemateri pertama, yaitu tentang pengertian korupsi, bentuk dan penyebab korupsi, strategi pemberantasan korupsi, edukasi dan kampanye antikorupsi. Para warga lebih banyak menyimak karena bagi mereka, informasi tersebut merupakan hal baru.

Sedang Yeyen Marhaenia, Ketua Gerakan Literasi Sekolah SD Kota Tasikmalaya sebagai pemateri kedua, menekankan pembahasan tentang penerapan literasi keluarga, mendekatkan anak-anak kepada buku, pendampingan orang tua dalam hal penggunaan gawai, anak diperkenalkan dengan buku, sekali-kali diajak ke toko buku, perpustakaan daerah, dan taman bacaan masyarakat. Selain mengajak dan memerintahkan anak-anak untuk membaca, juga member teladan kepada mereka.

Masyarakat dibangun oleh berbagai latar belakang ekonomi, suku, budaya, dan asal-usul sebuah keluarga. Semua anak yang lahir di dalam keluarga berhak mendapatkan layanan yang baik semacam dibacakan atau didongengkan cerita. Mereka butuh mendengarkan dan menyimak cerita-cerita yang memiliki pesan dan hikmah baik agar dibawa tumbuh hingga dewasa. Baik dan buruk anak-anak dalam lingkungan masyarakat dan sekolah tergantung asuhan keluarganya sendiri. Tidak mungkin, jika seorang anak tumbuh dalam lingkungan yang baik member pengaruh buruk. Semoga keluarga di seluruh Indonesia sepakat untuk membangun anak-anak milenial menjadi generasi bermental.[]

Categories
Kolom KOLOM VUDU

Donasi BUKU Untuk INDONESIA Bahagia

Kebahagiaan itu bukan sekadar memenuhi kebutuhan diri sendiri. Lebih jauh dari itu, seseorang yang telah selesai dengan dirinya kemudian tidak menuruti hawa nafsunya, tetapi ia membaginya dengan orang lain. Jika hal itu membuat dirinya merasa lebih dari sekadar senang ketika ia berbagi, maka ia telah menemukan kebahagiaan sejati.

Mengawali tahun 2018, Forum Taman Bacaan masyarakat bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Edukasi Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi, PT POS Indonesia, dan Perpustakaan Nasional RI mengajak seluruh pihak yang selama ini mendukung gerakan literasi di tanah air untuk saling memperkuat jalinan silaturahim, ikut serta mengirimkan donasi buku untuk sekitar 500 TBM di seluruh Indonesia.

“Mari kita awali tahun 2018 ini dengan membangun sinergi dan komitmen bersama yang lebih besar bagi kemajuan literasi bangsa kita. Salam literasi!” tajuk dalam poster pengiriman donasi buku, (Rabu, 17/1/2017).

Sebelum penyerahan kunci, STNK, dan penerimaan berkas dari pihak Perpusnas ke para pegiat terpilih penerima bantuan motor, sebagian dari mereka ikut hadir dalam acara pengiriman donasi buku di PT. POS Indonesia, (Rabu, 17/1/2018) .

Dalam acara tersebut, KPK dan PT POS akan membangun collaborative action untuk penguatan literasi di masyarakat. Salah satu program yang digagas KPK dan telah berjalan adalah Panglima Tali Integritas dengan menjadikan para pegiat literasi terpilih sebagai agen literasi antikorupsi di masyarakat. Pojok antikorupsi akan dibangun yang bekerja sama dengan TBM terpilih. KPK akan keliling ke seluruh BUMN untuk penguatan dan pencarian dana agar para pegiat di daerah dapat terbantu dalam gerakan. Penjelasan tersebut dipaparkan Direktur Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi: Bapak Sujanarko.

Kepala Kantor Pos Jakarta Pusat, Bapak Joniar Sinaga merasa bangga dapat berkolaborasi dengan para pegiat literasi dan TBM. Fasilitas fisik PT. POS di seluruh Indonesia dapat diberdayakan. Ia berharap dapat terealisasi secara bertahap, tidak serta-merta, tetapi dipertimbangkan dengan matang. Pergerakan literasi tidak kelihatan jika kegiatan saling kirim dilaksanakan satu bulan sekali. Harapannya akan berlanjut dan semakin melibatkan banyak pihak. “Kami punya misi untuk menjadi aset yang berguna bagi bangsa dan negara. Pojok baca, pojok KPK, Pojok Antikorupsi, sangat luar biasa. Sejak dimulai, 20 Mei 2017 telah terhitung 88.4 ton,” paparnya.  Selain itu, ia mengingatkan seluruh tamu yang hadir untuk berbagi kebaikan, “Karena kebaikan itu menular,” pungkasnya dalam sambutan.

Pejabat yang hadir dalam acara donasi buku tersebut di antaranya: Dirjen PAUD dan Dikmas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI: Dr. Haris Iskandar, Deputi Bisnis E-commerce Regional 4 Jakarta: Bapak Febby, Kepala Kantor Pos Jakarta Pusat: Bapak Joniar Sinaga, Direktur Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi: Bapak Sujanarko, Kasubdit Pendidikan Keaksaraan dan Budaya Baca Kemendikbud: Dr. Kasum, M. PD, Kepala Pusat Pengembangan Perpustakaan dan Pengkajian Minat Baca Perpustakaan Nasional RI: Bapak Deni Kurniadi, Business Director Gramedia: Bapak Heri Darmawan, The Asia Foundation: Ibu Aryasatyani Sinta Dewi, Project Manager Provisi Education: Bapak Syaifullah, Sahabat Literasi: Kang Maman Suherman, Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia: Ibu Rosidayati Rozalina, Ketua Ikatan Alumni (Iluni) UI: Bapak Arief Budhy Handoko, Dompet Dhuafa: Bapak Eko.

Dirjen PAUD dan Dikmas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI: Dr. Haris Iskandar, “Objek pendidikan antikorupsi ada di ITB. Character building sejak dini mulai dari PAUD. Koruptor itu tidak salah-salah amat karena salah didikan orang tua, guru, dan masyarakatnya saat masa kecilnya.”

Menurutnya, seluruh komunitas literasi, baik TBM, PKBM, dan lain-lain sangat militan dalam menggelorakan gemar membaca di masyarakat. Pengalaman hidup 10 tahun di Amerika, ia merasa di surga; buku-buku murah, best seller, dan berkualitas. Sedang fakta di lapangan masyarakat Indonesia masih kurang dan kualitas belum cukup baik. Ia sempat mengunjungi gudang-gudang saat di Washington DC. Peraturan perpajakan mereka cerdas, memproduksi 8 ribu dan 10 ribu sama saja ongkosnya.

Sebanyak  22 ribu eksemplar telah dikirimkan ke-500 TBM. Terdapat kesenjangan antara wilayah ibu kota dan daerah, di antaranya; mempertemukan antara donatur dengan TBM; antara yang butuh dan membutuhkan. “Literasi kita seperti di India, begitu murah. Sampai ke desa-desa, referensinya ada. Budaya ilmiah, literasi sains di antara budaya mistik yang masih kental. Abad 21 tidak cukup literasi calistung. Budaya irasional masih tinggi. Semua memegang gawai, tetapi seberapa besar dapat memberdayakan kehidupan mereka?” jelas  dan tanyanya kepada para tamu yang hadir.

Menurutnya, kesadaran masyarakat terhadap kekayaan bangsanya sendiri masih jauh. Tiga dari lima buku tentang kekayaan Indonesia masih ditulis oleh orang luar Indonesia. Rakyat kita masih belum bisa menuliskan namanya, nun jauh di pelosok sana. Meskipun, buta huruf kurang dari 2 persen.

“Sinergi dengan berbagai organisasi KPK, GRAMEDIA, POS, IKAPI, ASIA FOUNDATION, dan lain-lain. Saling memberdayakan. Saling meringankan beban hingga menjadi berkah bagi masyarakat. Sustained abbility kondisi perpolitikan, semoga lebih berkembang dengan produk hukum. Kerja bakti ini harus terus dilaksanakan,” tutup Haris.

“Ada yang belum disebut dari tadi, yaitu kawan-kawan pegiat literasi,” kata Kang Maman sambil mengusap kepala plontosnya. Ia melanjutkan refleksi pertemuan pejabat dengan pegiat literasi di PT. POS dengan menjelaskan bahwa lima ratus buku telah diterbitkan oleh anak-anak pesantren.

“Apa itu bahagia?” ia tiba-tiba bertanya.  Aristoteles mengatakan, kebahagiaan sejati berasal dari batin yang telah ‘dididik’, dan karenanya harus dimulai sedari dini. Pendidikan yang baik tidak membiarkan seseorang berkembang “sesuai seleranya sendiri”, tetapi perlu dibuka dimensi hatinya agar orang tersebut merasa bangga dan gembira apabila ia berbuat baik, sedih dan malu apabila melakukan sesuatu yang buruk. Melalui perasaan-perasaan itu seseorang, tanpa paksaan, Belajar berbuat baik dengan gampang dan menolak dengan sendirinya yang jelek atau memalukan.

“Dan menjadi bahagia, ujar Aristoteles, disadari atau tidak, adalah tujuan semua manusia. Motif yang menggerakkan manusia melakukan apa pun adalah untuk mencapai kebahagiaan!” Kang Maman menambahkan.[]

Categories
Kolom KOLOM VUDU

Hanca Kitab Maulana

Aku tertawa sendiri di atas kursi. Ketika tubuh merebahkan diri. Dikira hanya aku dan beberapa kawan yang bicara sebelum janari. Pada detik-detik seekor burung membuka kedua sayapnya dan terbang entah menuju langit yang mana. Lamat-lamat suara gagah menelusuk dinding kamar sebelah. Tidak jauh dari kami yang mulai bertumbangan di ruang tengah. Ya, kami berada di sebuah tempat usaha seorang kawan. Ia menyilakan kami untuk istirahat sebelum meneruskan perjalanan.

Suara itu sangat gagah hingga membentur-bentur pada dinding dadaku yang denyut jantungnya melemah. Begitu juga paru-paru yang tenaganya berkurang untuk mengirimkan oksigen yang dibawa sel merah. Tidak aneh jika kawan-kawan selalu berkata, “Kamu lemas sekali!” saban hari.

“Si A, jika menurut pada partai anu, tentu saja didukung. Sayang, si A itu bengal tidak menggubris saran saya,” kata salah satu suara .

Suara itu benar-benar gagah hingga orang lain dianggapnya selalu salah. Tidak ada sedikit jarak pun, orang-orang yang memagari kehidupannya berada pada halaman kebenaran. Barangkali ia tidak ingin berada di bawah lawan bicaranya yang masih bertahan. Sedang seekor burung masih muyung, belum bersedia membuka kedua sayapnya untuk terbang ke langit biasanya.

“Begitu juga si B, malah mengulur-ngulur kesepakatan, Nya, ku aing ge moal dibere celah ari kitu mah!” lanjut suara itu.

“Ya, ya, ya…” jawab suara lain yang sedari awal memanggut-manggutkan kepalanya.

Padahal dua kali adzan telah berkumandang mulai dari pertigaan malam hingga sebelum fajar menjelang. Suara-suara itu masih gagah seperti awal terdengar membentur dinding dada yang jantungnya melemah.

“Dengan menyalahkan orang lain, itu artinya kamu berperan sebagai korban. Di dunia ini sudah banyak orang yang menjadi korban, ketika mereka sebenarnya bisa menyumbangkan kecerdasannya dan membuat perubahan berarti,” Nasihat maulana kepada ‘Aku’ pada halaman 34, dalam buku “Kitab Maulana” yang ditulis Bambang Qomaruzzaman.

“Jika setiap orang menyapu langkahnya sendiri, seluruh dunia akan bersih! Jadi kerjakan bagian Anda. Hari ini. Sekarang juga…” lanjut Maulana yang menyambung pada halaman 35.

Ngomong-ngomong, suara-suara yang menyalak tidak lagi terbentur pada dinding dada. Lenyap setelah 24 jam berlalu meninggalkan tempat singgah seorang kawan. Maulana tiba-tiba menasihati si ‘Aku’ yang selalu bertanya. Kali ini Maulana menjelaskan pertanyaan tentang dosa terbesar. Maulana menghentikan langkahnya, memandangi-‘ku’, seraya menjawab, “Menilai orang lain sebagai pendosa”.

Si ‘Aku’ sebenarnya belum berkenalan dengan aku sendiri, tetapi suatu hari ketika tulisan ini mulai diketik, perkenalan mulai dijajaki. Hanya saja, aku mulai mendengar suara gagah yang lain di tempat berbeda. Ia menyeka mulutnya yang dilumuri ludah amarahnya. Menyesap secangkir kopi dan disemburkan pada dinding sebuah ruang karena tersedak kata-katanya sendiri. O, ya, aku hampir lupa menjelaskan bahwa seekor burung itu adalah kesadaran.[]

Categories
Kolom KOLOM VUDU

Spektrum Anak-anak Muda Harapan Pramoedya

Detik-detik kelahiran adalah kontraksi yang biasanya dapat menimbulkan kepanikan, kelimbungan, dan kematirasaan. Barangkali ibu-ibu yang telah melahirkan anak-anaknya tidak perlu diberi penjelasan karena mereka mengalaminya. Kelahiran tidak sekadar dirasakan ibu-ibu saja, seseorang yang melahirkan anak-anak pikirannya dapat merasakan juga. Meskipun melahirkan bayi-bayi dalam bentuk buku, album lagu, atau gambar-gambar wajah seribu.

Dalam rentang waktu 120 hari, sejak 17 Agustus – 16 Desember 2017, sebuah garapan disepakati anak-anak muda. Sebuah buku berjudul “Kota Tujuh Stanza” menjadi sumber karya lain yang diterjemahkan dalam 7 lirik, 7 lagu, 7 ilustrasi, 7 fotografi, dan 7 videografi. Dalam rentang waktu tersebut, banyak anak muda yang dilibatkan sesuai dengan kapasitasnya. Peristiwa tersebut berada di tempat parkir lantai tiga sebuah pusat perbelanjaan sebuah wilayah yang berada di sekitar 106 km tenggara kota kembang; Tasikmalaya Raya.

Sebuah permulaan adalah ganjil. Ia berdiri sendiri yang kemudian berubah dalam bentuk lain. Semacam matahari yang spektrumnya berwajah tujuh warna-warni. Bukankah Tuhan itu tunggal?  Kemudian Ia menyebar cintaNya dalam ciptaan-ciptaan. Makhluk, bumi, bulan, bintang-bintang, dan galaksi-galaksi; semesta.

Begitu juga makhluk yang lebih baik dari ciptaan lainNya. Sosok Adam ditiupi ruh di balik seonggok tubuh. Mulai dari ketiadaan terwujudlah awal bilangan-bilangan. Bukankah di belakang nol masih ada bilangan-bilangan negatif? Membahas Tuhan tidak akan terpecahkan hanya dengan teori-teori ciptaan manusia. Maksud saya, kemahabesaranNya tidak akan dapat terbandingkan dengan apa pun. Sekalipun anak-anak muda Tasikmalaya Raya menganggap perhelatan acara kolosal yang melibatkan beragai creator diklaim sebagai mahakarya Tasikmalaya (Sila nikmati theme song raamfest: https://www.youtube.com/watch?v=ZBM92-GknUc).

Saya ingin berbagi kisah tentang energi anak-anak muda Tasikmalaya. Mereka serupa matahari yang spektrum cahayanya melebihi tujuh warna. Bahkan, mencapai dua belas warna. Bisa jadi lebih, jika perhitungan kapasitas otak-otak mereka bekerja hingga puluhan persen. Sebagai gambaran, tonton saja sebuah film berjudul “The Lucy” yang diperankan Scarlett Johansson dan disutradarai Luc Besson. Sebuah film bernuansa filsafat tersebut mengetengahkan kekuatan kapasitas otak seorang Lucy yang dapat menembus ke dimensi masa lalu dan masa depan.  Ia dapat mengubah dirinya sesuai kehendak yang dipikirkannya. Memang perlu dibuktikan secara ilmiah, tetapi film tersebut mengingatkan tentang sebuah power otak manusia hingga 100 %.

“Anak-anak muda melahirkan sejarah,” ucap Pramoedya Ananta Toer dalam novel “Larasati”. Namun, itu hanya kata-kata. Sedang anak-anak muda di tanah mutiara rindu dengan sebuah gerakan atas nama kebersamaan.

Anak-anak muda yang lahir dari gua garba mojang-mojang Priangan berusaha melahirkan sejarah. Setelah peluncuran video multiliterasi “Sampurasun” pada 17 Agustus, sebagai benih yang terus disirami hingga tumbuh subur. Selama 120 hari sebuah buku “Kota Tujuh Stanza” terlahir, pada 16 Desember 2017. Dimoderatori Syswandi, seorang pegiat komunitas film, dibedah Iwok Abqary (Novelis), dan diulas oleh pembaca pertama, Lupy Agustina Dewi (Blogger).

Sebuah karya jawaban dari “Sampurasun” yang terbentuk dari kolaborasi bernuansa kolosal. Penggarapan satu judul novel “Kota Tujuh Stanza” digubah 7 buah lirik lagu, diaransemen oleh 7 band dengan 7 genre musik yang berbeda. Kemudian dikemas dalam sebuah album kompilasi “Satu Frekuensi” yang melibatkan 7 Ilustrator, 7 Fotografer.

Seluruh frekuensi para super relawan yang terhubung dalam acara Ruang Anak-anak Muda – ReAction A Movement (raamfest.id). Atas nama gelombang musik dalam album kompilasi “Satu Frekuensi”: The Little Lizard – Hi – Supercharger – RIM – Tigerwork – Good People – The Melodrama. Seluruh cinta komunitas-komunitas: Tembok Tasik – Type Tasik – Doodle Art Tasik – Sketsa Tasik – BMX Tasik – Ngopi di Tasik – Tasik Help Foundation – Galeri Jalanan – Umbrella City MC – RSBS – KSBK (Kelompok Studi Biodiversitas dan Konservasi) – Wildlife of Eastern.

Berapapun lama waktu persiapan sebuah pertunjukan tidak akan ada yang ideal. Seorang Andarea Fatih hanya diberi tujuh hari untuk menerjemahkan sebuah naskah dalam bentuk lirik yang dibawakan band-band album lagu “Satu Frekuensi” hingga menjadi sebuah musik teatrikal. Ia bukan Sangkuriang yang patah hati kepada fajar yang kemudian memutuskan berhenti berjuang. Berbeda dengan aktor yang ditempa teater Dongkrak tersebut, ia berusaha menyelesaikan tugasnya hingga meriang.

Seperti yang dikatakan Syswandi, “…dan seluruh hidup kita hanyalah tentang sebuah cerita, cerita tentang anak muda yang bergerak, membuka gerbang untuk keluar dari dunia sebelumnya menuju dunia baru. Sebuah dunia dimana kita selalu berbagi cerita dan saling mendengarkan. Tak ada hal lain, bercerita dan mendengar. Cerita pergerakan anak muda ke pergerakan yang kelak membangkitkan pergerakan selanjutnya. Sebuah mythopoesis; proses membangun cerita tanpa jeda, tersebar, dan melahirkan tradisi yang meluas. Sungguh kita butuh cerita untuk membentuk diri kita, gerak dan perlawanan kita. Sebuah cerita yang dikekalkan waktu.”

Ketukan-ketukan tongkat tua di antara rumah-rumah warga sebuah gang sempit sayup-sayup mengiringi adzan awal saban pertigaan malam. Dikumandangkan seorang anak muda yang berprofesi sebagai teknisi sebuah bengkel motor. Dua generasi tersebut saling mengingatkan orang-orang di salah satu gang di perbatasan kota sebelah utara. Hidup memang sebuah frekuensi yang semata-mata gelombangnya untuk saling mengingatkan. Bukan peringatan “membunuh” seperti iklan bungkusan rokok itu. Jadilah pembuka cahaya seperti seseorang yang membalas salam Sampurasun, yaitu Raamfest (baca: Rampes).

Categories
KOLOM VUDU

Detik-detik Kelahiran Puan Konde Sartika Tasikmalaya

Seorang perempuan berparas cantik gemar mengunggah video musikalisasi puisinya pada instagram. Ia sering menerjemahkan puisi-puisi yang kemudian diberi langgam. Seorang teman lelakinya mengiringi dengan petikan-petikan gitar.

“Bagaimana dengan sosok ini?” seorang kawan memperlihatkan instagram seorang perempuan dari gawainya. Saya kemudian mengikuti perkembangan aktivitas perempuan jurusan Sastra dan Bahasa Indonesia UPI Bandung itu. Ternyata, ia pun melakukan hal yang sama, sering mengikuti aktivitas literasi yang saya unggah pada instagram juga.

Kami saling mengakui ketika sepakat mendirikan sebuah kelompok musikalisasi puisi bersama para barista Tangkal Kopi awal tahun 2017. Saya memang membutuhkan seorang deklamator perempuan saat itu. Kami sepakat memberi nama kelompok “Rumpaka feat Baroedak Tangkal Kopi”. Beberapa bulan kemudian, Wien Muldian – Satgas GLS Kemendikbud menghubungi. Kami diminta untuk mengisi acara Sarasehan Literasi Sekolah yang diselenggarakan pertama kali.

Inggri Dwi Rahesi, ternyata pernah bergiat di Galeri Jalanan. Sebuah komunitas literasi yang sering menggelar buku-buku di jalanan. Sekarang, lebih sering menggelar buku di bawah tugu alun-alun Kota Tasikmalaya. “Kami pernah diusir dan dianggap anak jalanan oleh pihak keamanan,” akunya karena kesalahpahaman. Padahal, ayahnya sendiri adalah seorang polisi. Jiwa pergerakannya tumbuh mulai dari halaman rumah. Sang ibu berharap dirinya meneruskan profesi dirinya sebagai seorang bidan. Namun, pilihan hidup adalah hak pribadi, baginya. Dengan berbagai alasan, akhirnya orang tua luluh juga membiarkan anak perempuannya mengambil jurusan sastra.

Mengenal Inggri, panggilan akrabnya, hampir berjalan satu tahun. Ia pun sering membantu gerakan spiral literasi Rumpaka Percisa, komunitas yang saya dirikan tujuh tahun lalu. Ia pun bersedia menjadi duta baca Rumpaka Percisa. Dua minggu lalu, ia mengisi sebuah acara yang diselenggarakan Rumpaka Percisa, “Pengaruh Baik Orang Tua Membaca Nyaring Terhadap Anak-anak”, (19/11/2017).

Pada suatu senja, ia mengajak bertemu di kedai kopi Baretto. Ia ingin meminta saran untuk mendirikan sebuah komunitas perempuan pecinta buku. Bercerita panjang lebar soal inspirasi yang hadir dari keresahannya. Menurutnya, perempuan-perempuan lebih mementingkan kecantikan fisiknya. Berlomba-lomba mempercantik diri dengan berbagai cara. Tidak sedikit pula, perempuan-perempuan menjual diri karena terdesak ekonomi. Hal itu dilakukan demi mendapatkan uang untuk dapat mengikuti peradaban sekarang. Oleh karena pemikiran yang sempit, mereka tidak dapat menghargai dirinya sendiri.

“Padahal, perihal cantik tidak sama definisinya di setiap negara,” Inggri berapi-api. Konde Sartika hadir untuk melindungi perempuan, memberikan wawasan, dan saling mengasah intelektualitas perempuan. Selain itu juga, partisipasi perempuan Tasikmalaya jarang bergabung dalam gerakan literasi. Padahal, ia yakin juga banyak perempuan Tasikmalaya yang gemar membaca. Senang berkecimplung di dunia literasi, tetapi mereka bingung masuk ke ceruk yang mana.

Berdasarkan penjelasan Inggri, Konde Sartika diambil dari dua kata. Konde merupakan sanggul sebagai identitas perempuan pada zaman dulu. Pada umumnya, perempuan di zaman dulu menggunakan konde di rambutnya. Konde juga bermakna pertahanan, pengikat, fondasi para perempuan. Sedang Sartika diambil dari nama Dewi Sartika, seorang ibu pendidikan yang lahir di Cicalengka, Bandung, 4 Desember1884 dan meninggal di Cineam, Tasikmalaya, 11 September 1947 pada umur 62 tahun. Salah seorang pahlawan perempuan yang memperjuangkan hak-hak perempuan di bidang pendidikan.

“Jadi, ini kan gerakan khusus perempuan dengan identitas ‘konde’. Selain itu, karena konde juga berarti pertahanan, pengikat ruh keperempuanan. Hubungannya dengan Sartika supaya perempuan di komunitas ini memiliki ruh keberanian. Seperti karakter yang dimiliki Dewi Sartika; cerdas, pejuang, mengangkat harkat dan derajat perempuan melalui pendidikan,” katanya sambil mennyesapi secangkir kopi.

Konde Sartika diharapakan dapat menjadi rahim pustaka Tasikmalaya, yang berarti melindungi para anggota yang notabene para perempuan. Sementara ini, pelibatan anggota menerima perempuan-perempuan yang berada di sekitar wilayah Tasikmalaya. Konde sartika tidak membatasi usia anggota, usia berapa pun dapat diterima. Para anggota yang telah terdata kurang-lebih sejumlah 60 perempuan. Mulai dari perempuan yang masih sekolah, kuliah, hingga memiliki pekerjaan.

Meski Konde sartika berdiri pada bulan Oktober 2017, tetapi peminatnya cukup banyak. Kegiatan yangg dilaksanakan seminggu sekali, cukup produktif. Pertemuan yang telah biasa dilaksanakan, yaitu kumpul di salah satu kedai di Tasikmalaya. Menyelenggarakan arisan buku sambil menikmati bercangkir-cangkir kopi.

Kegiatan rutin yang dilaksanakan, yaitu baca buku berjamaah, berdiskusi buku, belajar menulis, mempresentasikan hasil bacaan. Belajar berbicara di depan umum, saling mengasah intelektualitas, dan saling melengkapi wawasan baru. Inggri bersama para anggotanya berharap bahwa Konde Sartika dapat menjadikan perempuan-perempuan Tasikmalaya cerdas, berguna untuk orang-orang disekitar,  kritis, bijaksana, dan peduli dengan kemanusiaan.

Inggri dan teman-temannya berharap dapat mengembangkan Konde Sartika ke berbagai wilayah yang berada di Priangan Timur. Bahkan, hingga menjadi sebuah gerakan nasional yang diinisiasi oleh perempuan.

“Sebuah gerakan yang tidak sekadar mengajak para perempuan membaca buku. Namun, memberikan contoh dan dampak secara langsung tentang karakter seorang perempuan yang rajin membaca,” pungkasnya sebelum pamit pulang.[]