Oleh sebab itu, melihat minat baca rendah dan terkesan darurat lebih tertuju pada buku, koran, majalah, buku elektronik. Sebaiknya dimulai dari hal-hal yang terdekat. Sediakan kertas, tulislah informasi apa yang disampaikan. Boleh diberi gambar biar menarik lalu tempelkan.
Meskipun sepele yang penting bisa dibaca dan memberikan edukasi. Upaya itu dilakukan agar yang awam dapat petunjuk. Mencegah sejak dini. Terutama di lingkungan terdekat: Pribadi dan tempat tinggal.
Pribadi. Saya pernah mengalami penurunan berat badan. Dalam satu bulan menjelang akhir tahun 2014 saya sering mengalami batuk-batuk. Baik saat sendiri maupun dikala berkumpul dengan kawan-kawan. Terasa tidak nyaman ketika berkomunikasi. Sebentar-sebentar saya harus pergi ke kamar mandi, bolak-balik. Saya menyaksikan bagaimana darah yang dipompa batuk itu mengucur dan masuk ke lubang kloset atau di parit, di atas tanah, di dalam baskom. Puncaknya, saya menderita TB. Saat itu juga berat badan saya dari 55 Kg turun menjadi 43 Kg.
Lantas, di depan Dokter saya dicecar beragam pertanyaan. Dimulai dari nama, di mana saya tinggal, kepada siapa saya tinggal, pernakah keluarga mengalami hal yang sama sebelum saya. Semua saya jawab. Akhirnya, dokter berkesimpulan bahwa saya terjangkit penyakit itu akibat berada di lingkungan yang kotor dan kumuh. Saya diberikan pengetahuan seputar penyakit TB berikut cara mengobatinya. Dari situlah saya mengikuti petunjuk dokter hingga sembuh sampai sekarang.
Tempat tinggal adalah lingkungan terdekat. Di titik inilah mestinya literasi itu lebih militan dan progresif. Literasi Keluarga merupakan ruang intim. Bayi saja mengenal literasi melalui orang terdekat (keluarganya) melalui bahasa orang tua, ia diberi petunjuk, sehingga mampu berkata-kata sampai lancar saat ia tumbuh. Artinya, orang tua merupakan guru pertama bagi anaknya. Tidak salah bila gelar itu disematkan sebagai relawan literasi di lingkungan keluarga.
Saya juga mengapresiasi gerakan kawan-kawan pegiat, pecinta literasi dengan berbagai karya, berbagai kegiatan seperti mendirikan taman baca, membuka lapak buku, diskusi buku, bagi-bagi buku. Namun ke depannya, sinergi antara pegiat tidak hanya di jalan-jalan, di taman-taman baca, perpustakaan melainkan di rumah-rumah.
Dalam masa pertumbuhan, di rumah anak dikenalkan bahasa, tidak hanya cukup dengan lisan. Saya sering melihat bagaimana ibu atau bapak sering teriak-teriak di rumah ketika ada anak berbuat salah. Mungkin memecahkan gelas, mungkin, menumpahkan air di lantai, mungkin mencoret-coret dinding dan mungkin terluka akibat benda tajam dan masih banyak lagi.
Supaya tidak capek-capek teriak sana-sini, diperlukan petunjuk. Nasihat, petuah, bentuk apa pun yang sesuai dengan kebutuhan dari lisan kemudian ditransformasikan lewan tulisan. Mereka harus membaca. Bukan berarti membaca buku, mendongeng sebelum tidur atau menulis. Paling tidak membaca petunjuk. Sebab petunjuk adalah cara terdekat agar kita mengetahui sesuatu. Petunjuk bisa diperoleh di buku namun lagi-lagi tak banyak yang mau membuka buku. Terkadang saya melihat, orang-orang ramai memasang qoutes-qoutes menarik dari orang juga. Orang itu setelah dilacak adalah penulis buku dan qoutes itu adalah gagasan terbaiknya. Tidak heran, di media sosial banyak bentuk seperti. Jika demikian, ada baiknya tarik kata-kata itu keluar dari buku itu lalu dipajanglah. Asalkan dibaca.
Misalnya kita menempelkan kata-kata berupa petunjuk di tiap tiap ruangan di dalam rumah. Di teras rumah, kita menempelkan kata-kata. Di ruang tamu, kita menempelekan kata-kata, di dapur, kita menempelkan kata-kata di kamar tidur, di depan lemari, di meja belajar. Bunyinya (ini hanya contoh) sebagai berikut:
“Lewat sini. Ucapkan salam sebelum masuk.”
“Sepatu dan sendal, di taruh di sini.”
“Setelah dipakai, mohon ditaruh kembali.”
“Ini celengan kakak. Ini tabungan adek.”
“Ini buku kakak. Ini buku adek.”
“Pegang erat-erat jangan sampai jatuh, nanti pecah dan tanganmu luka.”
“Gunakan Helm sebelum berkendara.”
“Putar ke kiri untuk menyalakan api kompor.”
“Putar ke kanan untuk mematikan api kompor.”
“Putar ke kiri untuk menyalakan kran air.”
“Putar ke kanan untuk mematikan kran air.”
“Baju yang bersih taruh di sini, Baju yang kotor taruh di sini.”
Atau bisa juga menempelkan kata-kata di sebuah benda. Misalnya wadah berisi micin, gula, asam jawa, bawang putih, bawang merah, sabun mandi, Lemari P3K, sabun cuci, sabun muka, sikat gigi, dayung. Bisa juga menempelkan petunjuk cara mencuci baju, mengeringkan baju, memadamkan api, memadamkan listrik, membuang sampah plastik, membuang sampah organik, memasak nasi goreng, memasak ikan, menanak nasi. Tempel saja kata-kata itu di rumah meskipun anak kita belum tahu membaca. kita cukup mempraktikkan. Anak-anak setiap harinya akan berjumpa dengan kata-kata itu dan kelak ia akan membaca dan melakukannya secara mandiri.
Perlu juga mengambil quotes tadi sesuai kebutuhan. Bisa diperoleh dari internet, dair buku. Pilihlah yang gagasannya menginspirasi hidup, agar termotivasi.
Tanpa terasa kita telah mengenalkan bahasa dan kata-kata agar terbiasa membaca dari hal-hal yang terdekat, mengarah ke dunia praktik sehati-hari. Memperkenalkan pengetahuan misal tentang sehat, sakit, memahami diri dan menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Secara pribadi, orang yang sembuh tentu akan mengingat betapa sakit adalah masa-masa yang sulit sehingga upayanya senantiasa mengamalkan petunjuk dari dokter sampai ia sembuh. Ketika sembuh, ia akan terus mengamalkan petunjuk dari dokternya. Pada taraf lingkungan keluarga, orang berusaha mencegah bagaimana lingkungan selalu aman, jauh dari bencana
Kebiasaan membaca petunjuk akan selalu diingat. Sampai tulisan itu berkarat atau luntur. Tapi ingatan selalu menggema. Syukur-syukur gemanya hingga ke tingkat: minat membaca buku.
Tarakan, 11 September 2019
Rendy Ipien
Anggota Forum Taman Bacaan Masyarakat Kalimantan Utara