Oleh: Hasan Al Mujtaba*
Sekolah Menengah Pertama yang terletak di pinggiran kota kecil itu memiliki halaman belakang yang indah. Di musim semi, bunga sakura yang berwarna merah muda akan mekar di sepanjang tepi halaman sekolah, menciptakan pemandangan yang mempesona bagi siapa pun yang melihatnya. Namun, di tahun ini, halaman sekolah itu tampak sedikit berbeda.
Julia dan Ryan siswa kelas 9B, memandang keluar dari balik jendela kelas, memperhatikan perubahan itu.
“Ryan, kau melihat apa yang terjadi dengan bunga sakura di halaman belakang?” tanya Julia, merasa cemas.
Ryan mengernyitkan keningnya saat melihat ke luar jendela. “Aku tidak yakin. Mereka tampak layu dan tidak segar seperti biasanya.”
Mereka berdua memutuskan untuk menyelidiki setelah jam pelajaran selesai. Bel berbunyi nyaring pertanda waktu istirahat. Julia dan Ryan bergegas ke halaman belakang sekolah. Kesedihan terpancar dari raut wajah mereka melihat pohon-pohon sakura yang biasanya indah sekarang tampak layu dan berdaun kering.
“Ada apa dengan mereka?” tanya Ryan, menggumamkan kebingungannya.
Julia merenung sejenak, lalu dia melihat sekelompok anak-anak kecil dari kelas taman kanak-kanak bermain di halaman belakang. Salah satu dari mereka memegang sebatang pena dan mencoret-coret sesuatu di pohon sakura.
Julia segera menyadari apa yang terjadi. “Mereka mencoret pohon sakura dengan pena!” serunya.
Ryan mengangguk setuju. “Kita harus menghentikan mereka.”
Mereka berdua menghampiri anak-anak itu dengan hati-hati. “Maaf, apa yang sedang kalian lakukan?” tanya Julia dengan lembut.
Anak-anak itu menoleh, sedikit terkejut melihat dua siswa SMP berdiri di depan mereka. “Kami sedang menggambar di pohon sakura!” jawab salah satu anak.
Ryan menjelaskan dengan lembut, “Tapi, sayangnya, mencoret-coret pohon sakura bisa membuat mereka sakit dan mati. Bunga sakura ini adalah salah satu hal terindah di sekolah kita. Bisakah kalian tidak melakukannya lagi?”
Anak-anak itu saling pandang, lalu menatap pohon sakura dengan penuh penyesalan. Mereka mengangguk dan berjanji untuk tidak melakukannya lagi.
Julia tersenyum lega. “Terima kasih, kalian sangat baik.”
Setelah anak-anak itu pergi, Julia dan Ryan memutuskan untuk merawat pohon sakura. Mereka membawa ember air dari sekolah dan menyiramkan air ke akar-akar pohon yang kering. Mereka juga membersihkan daun-daun yang terlihat kotor dan layu.
Minggu demi minggu berlalu, dan perlahan-lahan, pohon sakura mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Daun-daunnya kembali hijau dan segar, dan bunga-bunga mulai mekar lagi dengan indahnya.
Ketika musim semi mencapai puncaknya, halaman belakang sekolah dipenuhi dengan keindahan bunga sakura yang merona. Julia dan Ryan merasa bangga melihat hasil dari usaha mereka merawat pohon sakura.
Di akhir tahun pelajaran, kepala sekolah mengumumkan bahwa halaman belakang sekolah akan dijadikan tempat istirahat baru bagi para siswa, dan bunga sakura akan dijaga dengan lebih baik agar tetap indah. Julia dan Ryan merasa senang karena telah berkontribusi pada kebaikan sekolah mereka.
Ketika mereka berdua duduk di bawah pohon sakura yang sekarang kembali subur, mereka merenungkan perjalanan mereka merawat pohon itu. Mereka belajar bahwa dengan perhatian dan usaha yang cukup, bahkan sesuatu yang tampak sepele seperti merawat pohon sakura dapat memiliki dampak yang besar.
*Penulis adalah peserta kelas menulis TBM Sigupai Mambaco