Aku masih ingat. Puluhan tahun silam. Saat usiaku sepuluh tahunan. Setiap sore Ayahku membawaku ke sekolah. Sekadar untuk ungkapkan rasa sayangnya padaku, yang bagiku ini sangat menyiksaku. Ayahku tidak mau aku bermain terlalu liar di luar rumah. Jadilah, Ayahku membawaku ke sekolah untuk menemaninya mengajar ekstrakurikuler di sekolah tempatnya bekerja.
Di sekolah, Ayahku tentu tidak tega melihat anaknya sendirian di kantor. Atau duduk bengong dengan anak-anak lain yang tak kukenal dan usianya di atasku. Terus, sebuah tindakan tak berperasaan kemudian dilakukan Ayahku.
Aku dimasukan di sebuah ruangan penuh debu dan kotor. Ruangan yang sepertinya sudah bertahun tahun dibiarkan. Di ruangan itu buku-buku berserak tidak terawat.
“Di ruangan ini banyak bukunya. Baca di situ. Sambil menunggu Ayah selesai mengajar!” inilah kata yang diulang berkali-kali oleh Ayahku saat meninggalkanku begitu saja di ruang kotor itu.
Saat pertama kali tersungkur di ruangan itu, saku bingung sangat. Aku duduk mengutuk kenapa Ayahku tega sekali. Ingin menangis dan berteriak. Memanggil teman-temanku yang sedang asyik bermain di sawah dan lapangan sepeak bola.
Tapi, terasa semua percuma. Tak mungkin ada temanku yang berani ke sini. Menyelamatkanku dari penjara penuh debu dan buku ini.
Aku hanya bisa diam. Memperhatikan setiap benda yang ada di ruangan ini. Yang kujumpai hanya buku-buku bertumpuk. Sebuah papan tulisan tergeletak bertuliskan, “PERPUSTAKAAN”. Saya tahu. Ruangan ini bukan penjara, tetapi perpustakaan.
Daripada duduk berjam-jam tidak mengerjakan apapun, aku pun mulai berdiri melangkah. Mendekati buku-buku yang bertumpuk. Aku membuka-buka buku yang bagiku menarik. Jika menemukan buku bergambar bagus, aku mengambilnya. Aku duduk di tempat semula. Aku membukanya. Aku membacanya pelan-pelan.
Dari sinilah, duniaku berubah! Aku tidak tahu mendadak aku suka suntuk membaca.
Dan seiring berjalannya waktu, seringnya saya diajak Ayahku ke ruang penjara itu. Aku perlahan bermetamorfosis menjadi orang yang mencintai buku. Aku suka membaca buku. Aku pun memberanikan diri untuk bilang pada Ayahku, “Aku mau pinjam buku untuk kubawa ke rumah”. Dengan mata berbinar, Ayahku mengizinkan seraya memelukku dengan erat.
Aku pun meyakini,Ayahku sengaja memenjaraku di perpustakaan sekolah karena keinginannya agar anaknya untuk rajin membaca. Dan Ayahku berhasil.
Kegilaanku pada buku semakin parah. Aku suka membaca buku. Hampir tiap malam aku habiskan untuk membaca buku-buku cerita yang diterbitkan pemerintah.
Sesudah itu saya sudah tidak tahu lagi. Tapi yang jelas, sejak sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas, banyak waktu yang saya habiskan untuk membaca. Saya menjadi anak panah kata-kata dan dunia imajinasi.
Dan saya pun meminta maaf pada Ayahku karena telah berburuk sangka bahwa Ayahku jahat. Telah tega memenjarakanku dalam ruangan yang menyebalkan. Dan kini saya berterima kasih, sebab ruangan yang bernama Perpustakaan ini telah membuatku jatuh cinta pada buku.
Dari sinilah kemudian mimpiku melesat jauh: aku ingin seperti Soekarno yang cerdasm ingin seperti Hatta yang bijaksana. Ingin sepeerti sosok tokoh hebat yang say abaca biografinya dalam buku.Tapi, dalam hatiku, aku ingin seperti Ayahku, menjadi guru hebat yang berhasil membuatku jatuh cinta pada buku.