Oleh. Atep Kurnia*
Masih dari buku Priangan: De Preanger-Regentschappen onder het Nederlandsch Bestuur tot 1811 karya F. de Haan. Kali ini berasal dari jilid keduanya yang diterbitkan tahun 1911. Di dalam buku itu termaktub salah satu surat yang berkaitan dengan bulan Puasa, yaitu yang dikirimkan Cornelis Jongbloet, Residen Cirebon yang diangkat pada 11 Juni 1706.
Suratnya sendiri berasal dari tulisan dan terjemahan Johannes Hageman (1817-1871). Judulnya “Geschiedenis der Soenda-landen”, dalam Tijdschrift indische taal-, land- en volkenkunde (TBG, Deel XIX, 1870). Namun, De Haan meragukan kualitas terjemahan surat yang semula berbahasa Jawa tersebut sekaligus titimangsa yang diberikan Hageman. Menurutnya Hageman menentukan surat itu bertitimangsa 30 Oktober 1707. Sementara dengan bersandar pada fakta kematian Tanoemadja dari Sumedang pada 6 Juni 1709, De Haan memperkirakan surat yang dikirimkan Jongbloet kepada para pemuka di Priangan itu antara Juni 1706-Juni 1709.
Betapapun, mari kita simak isi suratnya. Di awal surat, Cornelis Jongbloet menyatakan surat itu berasal darinya yang merupakan pihak berwenang di Cirebon dan ditujukan bagi semua mitranya para kepala di Priangan, Galuh, dan Kertabumi (“Deze brief komt van mij, fetor Cornelis Jongbloed die te Tjerebon, gezag voert, en wordt gezonden aan mijne sodarané sakéhé [gelijkstaande broederen] kapala Prajangan, Galoe en Kartaboemi, mijn groet en zegenwenschen”). Ia memaksudkannya sebagai perintah yang baru, yang tidak dilakukan sebelumnya.
Perintah pertamanya, dia dan Pangeran Aria Cirebon telah menerima mandat dari gubernur jenderal dan dewan Hindia pada Agustus 1707 mengenai semua kekerasan yang terjadi di wilayah yang sudah disebutkannya. Dia meminta para pemuka Priangan untuk mengirimkan perusuhnya ke Cirebon dan dia berikut Pangeran Aria Cirebon yang akan menghukumnya. Perintah keduanya, agar para pemuka Priangan mendesak para petani untuk menanam, menumbuhkan, serta mengumpulkan kapulaga, kayu pewarna, benang yang sangat halus, lada, sarang burung, lilin, dan memerintahkan rakyat untuk menyediakan satu kati indigo, lima kati benang kapas yang halus.
Selanjutnya, barulah berkaitan dengan puasa. Menurut Cornelis Jongbloet, perintah penanaman dan pengiriman barang-barang itu takkan terjadi, atau akan sangat sedikit, dapat dikirimkan ke Kompeni bila pada bulan Puasa (“Dat het niet gebeure, [dat] er bij de aflevering aan de Companie in de eerstvolgende maand Poewassa te weinig zij”). Oleh sebab itu, dia memaksa agar apapun yang dapat dikumpulkan haruslah dikirimkan. Bila ditengarai ada kelalaian, maka hukuman akan menunggu sebagaimana diperintahkan tuan-tuan dari Batavia.
Ia memerinci siapa saja penguasa Priangan yang diperintahkan itu. Yang berkaitan dengan puasa adalah Tanoemadja dari Sumedang. Pemuka bumiputra itu diharuskan mengirimkan barang-barang berupa dagangan cacah bagi 400 keluarga (somah) selama bulan Puasa tahun ini (“Raden Tanoemadja van Soemedang moet dit jaar inde maand Poewassa leveren, voor verdeelde artikelen [dagangan tjatjah] voor acht honderd gezinnen [somah]”). Selain Tanoemadja, penguasa lainnya Demang Timbanganten dari Bandung, Tommongong Tanoebaija dari Parakanmuncang, Tommongong Wiradedaha dari Sukapura, Ki Marta Singa dan Wangsa Dita dari Limbangan, Dipatti Imbanagara, Tommongong Djangpati dari Ciamis dan Kawasen, serta Oemboel Warganala dari Bojonglopang.
Di catatan kaki, De Haan memberikan keterangan karena bulan Puasa berubah setiap tahun dan pengangkutan barang-barang tergantung kepada kondisi jalan, maka pengiriman di bulan itu tidak bisa ditentukan, kecuali bila bersandar pada tahun baru Eropa, yang seharusnya jatuh setelah Puasa berakhir. Dari Vergleichungs Tabellen IX (Leipzig, 1854) susunan F. Wustenfel, De Haan memperkirakan bulan Puasa tahun 1707 terjadi dari 26 November hingga 26 Desember. Sementara Puasa tahun 1708 terjadi pada 14 November hingga 14 Desember.
Bila kita kaitkan dengan sejarah tanam paksa kopi di Priangan, surat perintah Cornelis Jongbloet itu bersamaan waktunya dengan awal perkenalan para pemuka pribumi dengan bibit-bibit kopi yang harus ditanam pada 1707. Dengan demikian, meski sistem tanam paksa di Priangan atau Preanger-stelsel mulai digulirkan Kompeni tahun 1720, tetapi dari surat perintah Jongbloet itu kita mafhum rakyat kebanyakan di Priangan sudah dibebani kewajiban-kewajiban tanam paksa tanaman lainnya. Oleh karena itu, agaknya puasa tahun 1707 dan 1708 bagi rakyat Priangan adalah tibanya kewajiban paksa bertubi-tubi. Bila membangkang perintah Kompeni, hukuman sudah menanti.
*Pengurus Pusat Forum Taman Bacaan Masyarakat (TBM).
Keterangan foto:
Salah satu yang harus ditanam dan diserahkan rakyat Priangan saat puasa tahun 1707-1708 adalah kapulaga (Amomum Cardamomum, Wild). Sumber: J.J. Ochse, Indische Groenten,1930.