Categories
Berita

Rumah Baru Pendidikan Masyarakat di Kemdikbud

Laporan Oleh: Vudu Abdul Rahman

Pendidikan Nonformal nyaris kehilangan ‘rumahnya’ setelah terjadi perubahan nomenklatur di Kemdikbud. Namun, desakan forum-forum organisasi nonformal, termasuk Forum TBM,  memengaruhi sikap Mendikbud dengan memberikan ‘rumah’ baru—Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus (DPMPK).

Perubahan nomenklatur tersebut kemudian dijelaskan Cecep Suryana (Kordinator Fungsional Keaksaraan dan Budaya Baca Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kemdikbud), pada diskusi daring yang disiarkan langsung melalui akun instagram PP Forum TBM, dalam rangka World Book Day dan Hari Pendidikan Nasional 2020.

Menurut mantan Kasubdit Program dan Evaluasi Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan tersebut, yakni kegiatan literasi masih tetap ada di Kemdikbud, khususnya di Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus, karena program tahun 2020 tidak jauh beda dengan program literasi tahun sebelumnya. Ia menjelaskan kemudian, bahwa sasarannya agak dikurangi karena semua kementerian berkewajiban untuk mendukung pemerintah dalam menanggulangi bencana nasional Covid 19.

Terkait gerakan literasi masa pandemi Covid-19, ia menjelaskan, sebagai berikut: Kegiatan Diskusi atau dialog dan aksi literasi melalui vicon dengan melibatkan forum TBM, pegiat literasi dan pengelola TBM di seluruh Indonesia dengan mengunggah segala kreativitas literasi yang dilakukan di wilayahnya masing-masing, kemudian dapat direspon oleh pegiat literasi dari daerah lain berupa saran atau masukan, bahkan berbagi pengalaman. Seminar tentang literasi baik di tingkat nasional maupun di tingkat regional dengan menggunakan vicon yang melibatkan narasumber pegiat literasi di tingkat pusat dan daerah. Melakukan pendampingan bagi pengelola TBM yang mengalami kesulitan dalam mengembangkan TBM  dengan melibatkan para penggiat literasi di wilayahnya. Meningkatkan dan menggelorakan Gerakan Literasi Masyarakat dengan berdialog secara daring dengan pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang dianggap telah berhasil dalam kegiatan gerakan literasi masyarakat. Debat literasi terkait dengan Covid-19 dengan melibatkan pemerintah, pegiat literasi, forum TBM, dan pengelola TBM.

Mengenai program budaya baca dan keaksaraan yang bisa disinergikan dengan Forum TBM (tidak sekadar gugur tanggung jawab), ia mengungkapkan, dalam skema gerakan literasi berbasis partisipasi masyarakat tetap menjadi prioritas dalam menggelorakan kegiatan literasi masyarakat, karena kegiatan literasi masyarakat dapat menjangkau semua lapisan masyarakat baik yang ada di perkotaan maupun di pedesaan dengan melibatkan semua unsur mulai dari pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, pegiat literasi, pengelola TBM, peserta didik—mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi, dapat terlibat secara aktif sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing.

Ia berharap, Forum TBM ke depan, terutama untuk generasi muda penerusnya, yakni: Pengurus Forum TBM dan Pengelola TBM agar tetap dapat bersinergi dalam pelaksanaan Gerakan Literasi Masyarakat, karena tanpa Forum TBM dan Pengelola TBM Direktorat tidak dapat berbuat banyak dalam pelaksanaan GLM, karena yang terlibat secara aktif di masyarakat adalah pegiat literasi, Forum TBM dan Pengelola TBM, Direktorat hanya dapat mendukung dan memotivasi agar GLM tetap berjalan sesuai harapan bersama karena kegiatan literasi merupakan program prioritas (nasional) yang wajib didukung sebagai kebijakan pemerintah pusat hingga daerah.

Terkait program Guru Bergerak di bawah GTK, ia menginformasikan bahwa program yang bisa disinergikan antardirektorat adalah dengan memperkuat program Daring (Setara Daring) di mana kegiatan tersebut melibatkan berbagai unsur termasuk pendidik, pengelola SPNF, Peserta didik, dan masyarakat dalam mengontrol penyelenggaraan pembelajaran Daring. Model-model pembelajaran daring yang dilengkapi dengan modul pembelajaran daring, media belajar. Bahan evaluasi pembelajaran daring dapat diakomodir oleh Direktorat GTK, sementara Direktorat PMPK dapat mengakomodir sarana pembelajaran, rekrutmen peserta didik, kurikulum, RPP, silabus, model pembelajaran, fasilitas, media, dan metoda  pembelajaran.

Ia pun menyinggung soal pendidikan jarak jauh di pendidikan nonformal yang belum terkordinir secara masif, seperti yang dilaksanakan oleh pendidikan formal. Pada pendidikan formal semua komponen telah berjalan secara simultan mulai dari pemerintah, pendidik, peserta didik, orang tua dan komite sekolah telah berlajan dan saling medukung. Jika pendidikan nonformal lebih banyak melaksanakan program secara mandiri yang dilakukan oleh forum tutor dan pengelola SPNF. Hanya sebagian kecil keterlibatan pemerintah dan masyarakat dalam mendukung program pendidikan nonformal.

Mengenai konsep pendidikan yang diusung Menteri Nadiem Makarim tampak sangat industrial, sementara jargon yang dikibarkan malah merdeka belajar, apakah itu bukan sebuah kontradiksi sendiri? Cecep Suryana mengetengahkan merdeka belajar sebagai pendekatan dalam upaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi hasil belajar, atau guru/tutor tidak terjebak pada prosedur administrasi yang terlalu rumit. Justru, kebijakan tersebut makin menguatkan layanan pembelajaan tutorial dan mandiri (baik daring atau sistem modul) yang selama ini telah dikembangkan di Dikmas. Konsep industrial yang dimaksud juga bukan berarti pabrikan, melainkan lebih menekankan pada capaian output dan outcome pendidikan bahwa tamatan pendidikan harus kompeten di bidangnya, agar hasil yang dicapai dapat dilihat hasilnya dan bermanfaat bagi individu dan masyarakat. “Konsep tersebut malah sejalan dengan impian teman-teman para penggiat dalam pengembangan literasi masyarakat, di mana output dari kegiatan literasi tidak hanya sampai masyarakat literate, tetapi setelah itu, dapat berdampak pada kemajuan, kemaslahatan diri dan juga masyarakat di sekitarnya,” tutur penggemar kopi itu.

“Semua kementerian mengalami perubahan anggaran, termasuk Kemendikbud yang harus melakukan perubahan anggaran untuk dapat mendukung pemerintah dalam menanggulangi covid 19,” imbuhnya.

Cecep Suryana memberikan sudut pandangnya tentang harapan Kemdikbud kepada para penggiat literasi, khususnya penggiat TBM  dalam memajukan literasi masyarakat, yakni: Pegiat literasi sebagai mitra direktorat dalam mendukung pelaksanaan Gerakan Literasi Masyarakat (GLM). Pegiat literasi sebagai motivator dalam penyelenggaraan GLM. Pegiat literasi sebagai perpanjang tangan di masyarakat dalam penerapan regulasi pengembangan literasi di Indonesia. Pegiat literasi menjadi kolaborator dalam melakukan pendampingan program pengembangan TBM di daerah. Pegiat lierasi dapat bersinergi dengan Pemda Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan GLM. Pegiat literasi dapat memaksimalkan relawan dalam mempercepat peningkatan minat baca masyarakat.

Pendidikan Masyarakat dalam konteks Education For All, pemberantasan buta huruf, dan lain-lain, masih tetap eksis dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat melalui berbagai program unggulan seperti: Pemberantasan Buta Aksara, Pendidikan Keaksaraan Lanjutan, Pengembangan Budaya Baca Melalui Kampung Literasi dan Gerakan Indonesia Membaca untuk dapat meningkatkan minat baca masayarakat, Pendidikan Kesetaraan melalui program Paket A, B, dan C, serta pendidikan berkelanjutan dengan program pendidikan vokasi dan desa vokasi.

Menjawab isu bahwa lulusan paket A, B, C, tidak setara dengan lulusan pendidikan formal, ia menjawab bahwa hal itu tidak benar, karena regulasi tentang pendidikan kesetaraan masih berlaku sampai saat ini. Ia menegaskan bahwa saat ini sudah tidak ada lagi program penyetaraan, karena program pendidikan kesetaraan sudah setara dengan  pendidikan formal, di mana Paket A setara SD, Paket B setara SMP, dan Paket C setara SMA.

Terakhir, mengenai nasib pendidikan masyarakat bagi masyarakat adat juga masih merupakan garapan dari pendidikan masyarakat karena banyak kawasan adat yang masih belum terjangkau oleh pendidikan formal dari faktor lokasi. Selain itu, untuk menjadikan mereka masyarakat terdidik memerlukan pendekatan nonformal dan informal, karenanya Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus menjadikan masyarakat adat sebagai prioritas layanan program pendidikan untuk mengembangkan segala potensi yang ada, baik dari aspek pengembangan pengetahuan, dan pelatihan keterampilan, maupun peningkatan ekonomi, sosial, dan budaya.

Categories
Berita

Generasi Baru Pengurus Wilayah Forum TBM Jawa Timur

Laporan oleh: Vudu Abdul Rahman

Aku begini adanya. Jika ditanya soal siap atau tidak ketika terpilih sebagai ketua, aku butuh yang lain dengan komitmen tinggi, siap mengurus bersama-sama, dan menguatkan jejaring yang telah dibangun pengurus lama. Jawa Timur ini sangat luas, tidak mungkin diurus sendirian. –Imam Mukhlas (Ketua PW FTBM Jawa Timur 2019 – 2024).

Pada dasarnya, lima calon Ketua PW FTBM Jawa Timur memiliki satu suara untuk meneruskan estafet gerakan literasi masyarakat dari kepengurusan lama. Mereka memaparkan kesiapan sebagai ketua baru jika gerakan literasi masyarakat dapat diurus secara kompak. Pemilihan ketua baru tersebut diselenggarakan dalam Musyawarah Wilayah III PW FTBM Jawa Timur di Hotel Dewarna, 18 -19 Desember 2019. Penyelenggaraan pemilihan ketua baru tersebut begitu istimewa karena panitia bekerja sama dengan Pemprov Jawa Timur, Pemda Bojonegoro, Bakorwil Bojonegoro, GLS Bojonegoro, seluruh TBM Jatim, dan Gramedia.

Dwi Astutik yang bertindak sebagai ketua demisioner dalam Musyawarah Wilayah III PW FTBM Jawa Timur berharap kepada anak-anak muda untuk mengisi kepengurusan baru. Ia telah mengawali kepengurusan selama tiga periode dengan jalan berliku sejak 2005. Ia menyerahkan estafet gerakan literasi masyarakat kepada anak-anak muda sebagai jalan terbaik dalam peningkatan IPM Jawa Timur. Gerakan semacam ini, selain perlu tenaga, juga butuh udara segar agar sepanjang perjalanan memiliki napas panjang.

Anak-anak muda adalah harapan baru untuk memastikan masa depan Forum TBM Jawa Timur lebih tinggi dan kokoh semacam pohon sempur.

Ikhwan Kapit, Imam Mukhlas, dan Mustakim merupakan tiga sosok dari generasi muda yang mencalonkan sebagai Ketua PW FTBM Jawa Timur periode 2019 – 2024. Sedangkan, Abdurrahman dan Iffa Soraya merupakan calon dari kepengurusan lama. Imam Mukhlas terpilih sebagai Ketua PW FTBM Jawa Timur kepengurusan 2019 – 2024. Ia mengungguli calon lain dengan jumlah 7 suara, disusul Ikhwan Kapit yang mendapatkan 4 suara, Mustakim memperoleh 3 suara, Abdurrahman mendapatkan 2 suara, serta Iffa Soraya sejumlah 1 suara, dari jumlah keseluruhan 17 suara.

Pemilihan ketua baru tersebut ditindaklanjuti dengan pembentukan tim formatur: Imam Mukhlas (Ketua terpilih), Dwi Astutik (Ketua Demisioner), Jauhari (Bakorwil I – Madiun), Ikhwan Kapit (Bakorwil II – Kediri), Abdurrahman (Bakorwil III – Malang), Mustakim (Bakorwil IV – Pamekasan), dan Iffa Soraya (Bakorwil V – Jember). Memilih putera terbaik untuk mengurus PW FTBM  Jawa Timur merupakan modal awal kepengurusan 2019 -2024.  

Categories
Berita

Evaluasi Program Budaya Baca dalam Mendukung Gerakan Literasi Nasional bersama Dit. BINDIKTARA

Laporan oleh: Anna

Cilegon, 13 Desember 2019.

Kepala Subdit BINDIKTARA KEMENDIKBUD, Dr. Kastum, dalam sesi ‘Evaluasi Program Budaya Baca dalam Mendukung Gerakan Literasi Nasional’, pada hari kedua acara “Workshop Optimalisasi Peran Forum TBM” di Hotel Horison Forbis, Cilegon, menyampaikan bahwa Forum TBM memiliki tantangan mengembangkan program literasi. Peran Forum TBM dalam melaksanakan hal tersebut didukung Kemendikbud. Dukungan pemerintah tersebut termasuk salah satu prioritas yang digalangkan Presiden Joko Widodo dalam mewujudkan masyarakat cerdas, berpengetahuan, berketerampilan, dan berkarakter.

Dr. Kastum pun menambahkan, amat pentingnya peran TBM dalam mewujudkan cita-cita tersebut, menuntut para pengelola TBM dan juga Forum TBM untuk meningkatkan kemitraan dan memperluas jaringan dengan berbagai pihak.

Rintisan TBM Baru di 6 Provinsi

Pada tahun 2020 mendatang, kemitraan pemerintah dengan Forum TBM, di antaranya dalam program Rintisan TBM Baru di enam provinsi: Papua, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat. Keenam provinsi tersebut dipilih sebagai prioritas karena memiliki angka buta aksara paling tinggi dibandingkan daerah lainnya. “Kami akan memberikan program rintisan pembentukan TBM baru untuk membantu mengatasi warga masyarakat kita yang masih buta aksara,” ucap Dr. Kastum.

Dr. Kastum meminta bantuan para pegiat TBM dan Forum TBM untuk melaksanakan program tersebut. Dia menyatakan bahwa program tahun 2019 berhasil, seperti di Banten dan Palu.

Keberhasilan tersebut mendorong pemerintah untuk melanjutkan memberikan kepercayaan kepada Forum TBM, melaksanakan program Rintisan TBM Baru pada 2020.

Evaluasi Program Budaya Baca

Dr. Kastum memaparkan evaluasi Program Budaya Baca BINDIKTARA KEMENDIKBUD. Beberapa program yang dibahas Dr. Kastum dalam acara “Workshop Optimalisasi Peran Forum TBM”, yaitu Rintisan TBM Baru; Penguatan TBM, TBM IT, Gerakan Indonesia Membaca (GIM), Kampung Literasi, Donasi, Festival Literasi dan Residensi.

Gerakan Indonesia Membaca (GIM)

Hasil evaluasi menyatakan, program GIM memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulannya, di antaranya: publikasi lewat media massa, dimeriahkan dengan berbagai kegiatan literasi, ada anggaran di ABPD Kab./Kota bagi daerah yang sudah meluncurkan (launching) program GIM.

“Sementara kelemahannya, peluncuran sekadar seremonial, ada daerah yang meluncurkan GIM tapi tidak ada susunan acara yang dibuat, padahal dana sudah diberikan. Lalu, ada pula peluncuran GIM, tapi sambil berbarengan dengan acara lain, sehingga kurang terlihat, atau malah yang lebih terlihat adalah acara pendampingnya,” pungkas Dr. Kastum.

Kampung Literasi

Dr. Kastum pun menyampaikan hasil evaluasi program Kampung Literasi. Kelebihannya, yaitu: terbentuknya tiga sudut baca, yang dampaknya sangat baik bagi TBM serta akses buku bacaan bagi masyarakat bertambah. Sayangnya ada peluncuran Kampung Literasi pada akhir tahun, membuat BINDIKTARA tidak dapat maksimal menghadiri acara tersebut, karena sudah tutup anggaran.

Selain itu, programnya pun baru bergaung pada akhir tahun. “Seharusnya program itu berjalan selama satu tahun. Tetapi, ada yang hanya melaksanakan satu kali. Kemudian ada juga yang mencantumkan jadwal kegiatan per bulan, tapi saat dicek ke lapangan, tidak dilaksanakan kegiatan-kegiatannya,” ucap Dr. Kastum. “Yang kita harapkan program Kampung Literasi dapat berjalan baik. Masyarakat dari mana pun bisa menikmati program ini. Sayangnya, di lapangan masih ada penyimpangan,” ujarnya.

Residensi

Program Residensi yang digelar bersama BINDIKTARA memiliki empat aspek, yaitu meningkatkan kemampuan di bidang manajemen, bagaimana mengelola TBM, meningkatkan kemampuan di bidang menulis, meningkatkan kemampuan berjejaring atau bermitra, menumbuhkembangkan jumlah kerelawanan. Keempat aspek ini pun sudah disepakati oleh Forum TBM.

“Alhamdulillah, program ini menjadi primadona, banyak peminatnya. Yang mendaftar dari berbagai latar belakang, seperti dosen, wartawan, ASN, bukan hanya pegiat literasi atau pengelola TBM saja,” kata Dr. Kastum.

Dr. Kastum menyebutkan bahwa sebaiknya dalam program mendatang, setiap peserta program

maupun TBM penyelenggara program akan mendapatkan piagam penghargaan sebagai salah satu apresiasi dari BINDIKTARA. Program Residensi sudah menghasilkan sembilan buku. “Karya tersebut dibagi-bagikan kepada para peserta program residensi, lembaga penyelenggara program, dan TBM yang sudah masuk di admnisitrasi zonasi buku online,” tambahnya.

Festival Literasi Indonesia

Dr. Kastum menyampaikan bahwa program ini bermanfaat menjadi wadah pengembangan layanan literasi, pengembangan ide-ide baru, wadah diskusi yang bisa menghasilkan rekomendasi bagi BINDIKTARA dalam mewujudkan masyarakat cerdas, mengembangkan budaya baca, dan mengembangkan literasi nasional. Kemudian, dimanfaatkan juga sebagai wahana pertemuan antarpegiat literasi dan sebagai ajang uji keterampilan pegiat. Bagaimanapun, Festival Literasi Indonesia memiliki beberapa kekurangan yang perlu ditindaklanjuti solusinya. Misalnya, kegiatan yang beragam, membuat peserta menjadi kurang fokus; keterbatasan waktu pelaksanaan kegiatan; dan belum meratanya keterlibatan pengurus daerah dan pengurus wilayah karena keterbatasan undangan yang diberikan BINDIKTARA.

Harapan untuk Forum TBM

Dalam pidatonya tersebut, Dr. Kastum mengemukakan harapan BINDIKTARA. “Saya harap dengan adanya kegiatan Workshop Optimalisasi Peran Forum TBM ini, Teman-Teman dapat berdiskusi bersama-sama, merumuskan rekomendasi terkait program-program tersebut. Apa saja program yang perlu ditambahkan atau dikembangkan? Dan apa lagi yang bisa kita bantu? Silakan dibahas di sini,” pungkasnya.

Categories
Berita

Kota Serang Mandiri Literasi

Serang – Taman Bacaan Masyarakat Sanggar Kegiatan Belajar (TBM SKB) Kota Serang menggagas diskusi publik “Kota Serang Mandiri Literasi” di aula SKB Kota Serang, Rabu 30/10/19. Acara diskusi tersebut menghadirkan para pakar di bidang literasi sebagai narasumber; Firman Venayaksa, Ketua Forum TBM nasional, Atif Natadisastra, founder Masyarakat Belajar Foundation, dan Arip Senjaya, akademisi Universitas Ageng Tirtayasa. Turut hadir juga Walikota Serang, Safrudin, Kepala Dinas Pendidikan Kota Serang, Wasis Dewanto dan Rizki Kurniawan, Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Serang.

Dalam diskusi tersebut Walikota Serang benar-benar ingin menjadikan Kota Serang sebagai kota literasi, layaknya kota-kota yang sudah terlebih dahulu mendeklarasikan sebagai kota literasi seperti Surabaya, Sumedang dan kota-kota lain. Untuk mewujudkan mimpi itu Walikota Serang meminta banyak masukan dari para pegiat literasi di Kota Serang, untuk kemudian dijadikan program dan kebijakan. “Saya yakin dengan banyaknya masukan-masukan dari para pegiat literasi dan akademisi maka program-program yang dihasilkan akan sejalan dengan kebijakan yang dibuat,” ungkapnya.

Semenatara itu Firman Venayaksa mengatakan untuk menjadikan Kota Serang sebagai kota literasi dan bersaing di abad 21 setidaknya, para pegiat literasi dan Pemerintah Kota Serang harus memiliki empat “K”; kolaboratif, kreatif, komunikatif, dan kritis. “Selanjutnya mengadirkan banyak ruang publik yang dapat diakses masyarakat. Ruang publik itulah yang menjadi wadah untuk berinteraksi masyarakat, maka kemudian munculkanlah buku disitu, diskusi dan kegiatann lainnya. Sehingga menjadi kases informasi bagi masyarakat, karena literasi juga adalah praktik sosial sehari-hari.”

Hal serupa diungkapkan Atif Natadisastra, perlu adanya sinergitas antar sesama pegiat, birokrat, dunia usaha, pengambil kebijakan (DPRD) dan keterlibatan semua masyarakat Kota Serang, “untuk mewujudkan Serang sebagai kota literasi maka ini mesti menjadi kerja bersama,” uangkapnya.

Rizki Kurniawan, anggota DPRD komisi II Kota Serang mendukung penuh gagasan  tersebut. Menurutnya Komisi II akan menjadi bagian untuk mensukseskan wacana ini menajdinyata. “Bila perlu diskusi ini kita pertajam kembali agar tujuan-tujuan kita kedepan lebih terarah dan sukses,” ungkapnya.

Categories
Berita

PENINGKATAN IPM MELALUI PENGUATAN TAMAN BACAAN MASYARAKAT

Laporan oleh: Vudu Abdul Rahman

Kita berharap memiliki generasi yang memiliki kecakapan hidup melalui pendidikan untuk menyambut masa depan Jawa Timur. –Abimanyu Ponco Atmojo.

Sumber daya manusia unggul merupakan ruh dari tema Festival Literasi Jawa Timur, yang diselenggarakan di lapang Bakorwil Bojonegoro, pada 18 – 19 Desember 2019. Hal tersebut sesuai dengan sambutan Abimanyu Ponco Atmojo Iswinarto, Kepala Bakorwil Bojonegoro, yang mewakili Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jatim.

Indeks Pembangunan Manusia Jawa Timur dapat meningkat melalui gerakan literasi masyarakat. Dwi Astutik, Ketua Pengurus Wilayah Forum Taman Bacaan Masyarakat Jawa Timur, mengatakan bahwa TBM dapat mengimplementasikan peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui gerakan kultural yang selama ini telah digelorakan. TBM merupakan ceruk yang dapat memberi jalan agar masyarakat terbiasa membaca. Membangun masyarakat pembaca perlu waktu panjang hingga berlanjut pada budaya menulis kemudian. Pintu masuk literasi tersebut sebagai bahan dasar dalam mengasah pola pikir individu menuju kehidupan lebih baik dan masa depan yang lebih terang.

Dwi Astutik mengemban amanah sebagai Ketua Forum Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Jawa Timur sejak 2005. Menurutnya, sebagaimana tertuang dalam data Jawa Timur yang memiliki 38 kabupaten dan kota, dengan jumlah buta aksara tertinggi tahun 2007 mencapai 87.42 dengan IPM 73,4; pada 2008 melorot menjadi 65,4 karena menggunakan metode baru dengan skala tertinggi 100. Hingga pada tahun 2013, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mencapai 68,4  pada peringkat 108 dari 187 negara. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri dalam melakukan percepatan pembangunan manusia di dunia pendidikan.

Baginya, peran Forum Taman Bacaan Masyarakat menjadi sangat penting dalam pelibatan penguatan percepatan IPM Indonesia. Merintis dan mengembangkan dunia literasi melalui taman bacaan masyarakat sebagai ikhtiar kelembagaan serta pembentukan forum sebagai wadah untuk saling berkoordinasi bagi semua lembaga yang ada dengan tidak lain tujuannya untuk membantu menyukseskan program pemerintah dalam percepatan penuntasan pemberantasan buta aksara dan peningkatan IPM Indonesia. Gerakan literasi di TBM selain untuk membiasakan membaca menjadi budaya baca, juga untuk mempertahankan kemampuan membacanya supaya tidak buta aksara lagi.

Berdasarkan pengalamannya, sepanjang perjalanan merintis-kembangkan  TBM dan membentuk Forum TBM di daerah kabupaten-kota, tidak semudah apa yang direncanakan dalam sebuah strategi. Tentu ada kendala dan masalah-masalah yang dihadapi dalam menyelesaikan tahap demi tahap dari program yang disiapkan. Oleh karena itu, ia berjuang membuka jalan antara forum TBM dengan pemerintah provinsi yang secara khusus mendukung gerakan PW FTBM Jatim dengan ragam bantuan, baik materiel ataupun imateriel. Melalui bantuan tersebut, PW FTBM Jatim menggagas 10 TBM  rintisan dengan memberikan bantuan dalam bentuk sarana prasarana; buku, laptop, LCD, screen, dan printer. Dwi Astutik mewakili kepengurusan lama mewariskan ‘hadiah’ berupa; kantor, mobil, laptop, dan ATK untuk kepengurusan baru PW FTBM Jatim 2019 – 2024. 

Festival literasi dan musyawarah wilayah merupakan dua agenda besar PW FTBM Jatim. Pada akhir sesi pembukaan Festival Literasi Jatim 2019, PW FTBM menganugerahkan Duta Literasi kepada Gubernur Jawa Timur dan Bupati Bojonegoro, disertai penandatanganan MOU PW FTBM Jatim dengan Gramedia.

Ragam kegiatan meramaikan festival literasi selama dua hari, di antaranya: Senam Anak PAUD, Lomba Mewarna Logo Pinarak Bojonegoro dan Mendongeng, Musik Komunitas dan Pelajar, Tari Thengul dan Persiapan Teknis Pembukaan, Pembukaan Festival Literasi dan Musyawarah Wilayah FTBM Jawa Timur, Workshop Menulis Konten Medsos, Membuat konten Youtuber, Workshop Penggunaan Drone, Workshop membuat aplikasi/ game, Standup Commedy, Musik, Pantomim, Musikalisasi Puisi, Bincang Literasi, Workshop Penulisan dan Teknik Baca Puisi, Teknik Public Speaking, Mendongeng untuk Mendidik, Workshop Perupa, Pemberian Piagam dan Piala. *)

Categories
Berita

TBM Lahirkan SDM Petarung

Laporan oleh: Vudu Abdul Rahman

Dalam pembukaan Festival Literasi, Abimanyu (Kepala Bakorwil Bojonegoro) mewakili Gubernur Jatim mengatakan bahwa Indonesia itu luar biasa sejak dahulu kala. Namun kemudian, kualitas SDM kerap kalah ketika bersaing dalam mendapatkan lapangan kerja. Ia mengatakan bahwa Pemprov Jatim menyiapkan pendidikan siap guna. Masyarakat Jatim harus memiliki kompetensi tertentu dengan jiwa petarung. Bojonegoro memiliki perusahaan besar, tetapi pekerjanya dari luar. Masyarakat sekitar harus menikmati dampak dari perusahaan-perusahaan tersebut. 

Abimanyu menegaskan soal kunci yang harus dimiliki generasi masa depan Jawa Timur, yakni keterampilan dan kecakapan melalui pendidikan. Di depan para pendidik dan pegiat, ia mengatakan bahwa membaca dan menulis merupakan kecakapan literasi dasar yang harus dikuasai para pelajar. Ia berpesan agar implementasi Permendikbud No. 23 Tahun 2015 yang telah mengamanatkan bahwa pembiasaan membaca 15 menit sebelum pembelajaran harus menjadi habit di setiap sekolah dan masyarakat. Perpustakaan sekolah harus menghadirkan buku-buku bacaan nonpaket. Artinya, kepala sekolah dapat membuat kebijakan untuk menganggarkan buku-buku nonpelajaran. 

Sebuah gerakan akan rumpang tanpa kolaborasi. Oleh karena itu, gerakan literasi sekolah harus bersinergi dengan gerakan literasi masyarakat. Ia berharap agar sekolah dan TBM dapat menumbuhkembangkan minat baca pelajar dan masyarakat. Menulis merupakan salah satu aspek yang masih lemah di sekolah dan masyarakat. Hal tersebut dapat terlihat dari indikasi terbitan buku. Para penulis dari Jawa Timur harus beranak pinak, mereka ada karena banyak membaca.

TBM diharapkan dapat membantu kualitas pendidikan di Jawa Timur. Misal, bagaimana masyarakat dapat berpikir kritis terhadap berita palsu yang meracuni tatanan sosial dalam kehidupan maya dan nyata. TBM merupakan ruang diskusi untuk mengembangkan diri. Pemerintah Provinsi Jatim telah menyediakan ragam fasilitas untuk dimanfaatkan PW FTBM Jatim. Semua fasilitas tersebut tidak dipungut biaya. Upaya tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan perusahaan-perusahaan besar terhadap SDM yang berkualitas. *)