Laporan Oleh: Vudu Abdul Rahman
Pendidikan Nonformal nyaris kehilangan ‘rumahnya’ setelah terjadi perubahan nomenklatur di Kemdikbud. Namun, desakan forum-forum organisasi nonformal, termasuk Forum TBM, memengaruhi sikap Mendikbud dengan memberikan ‘rumah’ baru—Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus (DPMPK).
Perubahan nomenklatur tersebut kemudian dijelaskan Cecep Suryana (Kordinator Fungsional Keaksaraan dan Budaya Baca Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kemdikbud), pada diskusi daring yang disiarkan langsung melalui akun instagram PP Forum TBM, dalam rangka World Book Day dan Hari Pendidikan Nasional 2020.
Menurut mantan Kasubdit Program dan Evaluasi Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan tersebut, yakni kegiatan literasi masih tetap ada di Kemdikbud, khususnya di Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus, karena program tahun 2020 tidak jauh beda dengan program literasi tahun sebelumnya. Ia menjelaskan kemudian, bahwa sasarannya agak dikurangi karena semua kementerian berkewajiban untuk mendukung pemerintah dalam menanggulangi bencana nasional Covid 19.
Terkait gerakan literasi masa pandemi Covid-19, ia menjelaskan, sebagai berikut: Kegiatan Diskusi atau dialog dan aksi literasi melalui vicon dengan melibatkan forum TBM, pegiat literasi dan pengelola TBM di seluruh Indonesia dengan mengunggah segala kreativitas literasi yang dilakukan di wilayahnya masing-masing, kemudian dapat direspon oleh pegiat literasi dari daerah lain berupa saran atau masukan, bahkan berbagi pengalaman. Seminar tentang literasi baik di tingkat nasional maupun di tingkat regional dengan menggunakan vicon yang melibatkan narasumber pegiat literasi di tingkat pusat dan daerah. Melakukan pendampingan bagi pengelola TBM yang mengalami kesulitan dalam mengembangkan TBM dengan melibatkan para penggiat literasi di wilayahnya. Meningkatkan dan menggelorakan Gerakan Literasi Masyarakat dengan berdialog secara daring dengan pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang dianggap telah berhasil dalam kegiatan gerakan literasi masyarakat. Debat literasi terkait dengan Covid-19 dengan melibatkan pemerintah, pegiat literasi, forum TBM, dan pengelola TBM.
Mengenai program budaya baca dan keaksaraan yang bisa disinergikan dengan Forum TBM (tidak sekadar gugur tanggung jawab), ia mengungkapkan, dalam skema gerakan literasi berbasis partisipasi masyarakat tetap menjadi prioritas dalam menggelorakan kegiatan literasi masyarakat, karena kegiatan literasi masyarakat dapat menjangkau semua lapisan masyarakat baik yang ada di perkotaan maupun di pedesaan dengan melibatkan semua unsur mulai dari pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, pegiat literasi, pengelola TBM, peserta didik—mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi, dapat terlibat secara aktif sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing.
Ia berharap, Forum TBM ke depan, terutama untuk generasi muda penerusnya, yakni: Pengurus Forum TBM dan Pengelola TBM agar tetap dapat bersinergi dalam pelaksanaan Gerakan Literasi Masyarakat, karena tanpa Forum TBM dan Pengelola TBM Direktorat tidak dapat berbuat banyak dalam pelaksanaan GLM, karena yang terlibat secara aktif di masyarakat adalah pegiat literasi, Forum TBM dan Pengelola TBM, Direktorat hanya dapat mendukung dan memotivasi agar GLM tetap berjalan sesuai harapan bersama karena kegiatan literasi merupakan program prioritas (nasional) yang wajib didukung sebagai kebijakan pemerintah pusat hingga daerah.
Terkait program Guru Bergerak di bawah GTK, ia menginformasikan bahwa program yang bisa disinergikan antardirektorat adalah dengan memperkuat program Daring (Setara Daring) di mana kegiatan tersebut melibatkan berbagai unsur termasuk pendidik, pengelola SPNF, Peserta didik, dan masyarakat dalam mengontrol penyelenggaraan pembelajaran Daring. Model-model pembelajaran daring yang dilengkapi dengan modul pembelajaran daring, media belajar. Bahan evaluasi pembelajaran daring dapat diakomodir oleh Direktorat GTK, sementara Direktorat PMPK dapat mengakomodir sarana pembelajaran, rekrutmen peserta didik, kurikulum, RPP, silabus, model pembelajaran, fasilitas, media, dan metoda pembelajaran.
Ia pun menyinggung soal pendidikan jarak jauh di pendidikan nonformal yang belum terkordinir secara masif, seperti yang dilaksanakan oleh pendidikan formal. Pada pendidikan formal semua komponen telah berjalan secara simultan mulai dari pemerintah, pendidik, peserta didik, orang tua dan komite sekolah telah berlajan dan saling medukung. Jika pendidikan nonformal lebih banyak melaksanakan program secara mandiri yang dilakukan oleh forum tutor dan pengelola SPNF. Hanya sebagian kecil keterlibatan pemerintah dan masyarakat dalam mendukung program pendidikan nonformal.
Mengenai konsep pendidikan yang diusung Menteri Nadiem Makarim tampak sangat industrial, sementara jargon yang dikibarkan malah merdeka belajar, apakah itu bukan sebuah kontradiksi sendiri? Cecep Suryana mengetengahkan merdeka belajar sebagai pendekatan dalam upaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi hasil belajar, atau guru/tutor tidak terjebak pada prosedur administrasi yang terlalu rumit. Justru, kebijakan tersebut makin menguatkan layanan pembelajaan tutorial dan mandiri (baik daring atau sistem modul) yang selama ini telah dikembangkan di Dikmas. Konsep industrial yang dimaksud juga bukan berarti pabrikan, melainkan lebih menekankan pada capaian output dan outcome pendidikan bahwa tamatan pendidikan harus kompeten di bidangnya, agar hasil yang dicapai dapat dilihat hasilnya dan bermanfaat bagi individu dan masyarakat. “Konsep tersebut malah sejalan dengan impian teman-teman para penggiat dalam pengembangan literasi masyarakat, di mana output dari kegiatan literasi tidak hanya sampai masyarakat literate, tetapi setelah itu, dapat berdampak pada kemajuan, kemaslahatan diri dan juga masyarakat di sekitarnya,” tutur penggemar kopi itu.
“Semua kementerian mengalami perubahan anggaran, termasuk Kemendikbud yang harus melakukan perubahan anggaran untuk dapat mendukung pemerintah dalam menanggulangi covid 19,” imbuhnya.
Cecep Suryana memberikan sudut pandangnya tentang harapan Kemdikbud kepada para penggiat literasi, khususnya penggiat TBM dalam memajukan literasi masyarakat, yakni: Pegiat literasi sebagai mitra direktorat dalam mendukung pelaksanaan Gerakan Literasi Masyarakat (GLM). Pegiat literasi sebagai motivator dalam penyelenggaraan GLM. Pegiat literasi sebagai perpanjang tangan di masyarakat dalam penerapan regulasi pengembangan literasi di Indonesia. Pegiat literasi menjadi kolaborator dalam melakukan pendampingan program pengembangan TBM di daerah. Pegiat lierasi dapat bersinergi dengan Pemda Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan GLM. Pegiat literasi dapat memaksimalkan relawan dalam mempercepat peningkatan minat baca masyarakat.
Pendidikan Masyarakat dalam konteks Education For All, pemberantasan buta huruf, dan lain-lain, masih tetap eksis dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat melalui berbagai program unggulan seperti: Pemberantasan Buta Aksara, Pendidikan Keaksaraan Lanjutan, Pengembangan Budaya Baca Melalui Kampung Literasi dan Gerakan Indonesia Membaca untuk dapat meningkatkan minat baca masayarakat, Pendidikan Kesetaraan melalui program Paket A, B, dan C, serta pendidikan berkelanjutan dengan program pendidikan vokasi dan desa vokasi.
Menjawab isu bahwa lulusan paket A, B, C, tidak setara dengan lulusan pendidikan formal, ia menjawab bahwa hal itu tidak benar, karena regulasi tentang pendidikan kesetaraan masih berlaku sampai saat ini. Ia menegaskan bahwa saat ini sudah tidak ada lagi program penyetaraan, karena program pendidikan kesetaraan sudah setara dengan pendidikan formal, di mana Paket A setara SD, Paket B setara SMP, dan Paket C setara SMA.
Terakhir, mengenai nasib pendidikan masyarakat bagi masyarakat adat juga masih merupakan garapan dari pendidikan masyarakat karena banyak kawasan adat yang masih belum terjangkau oleh pendidikan formal dari faktor lokasi. Selain itu, untuk menjadikan mereka masyarakat terdidik memerlukan pendekatan nonformal dan informal, karenanya Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus menjadikan masyarakat adat sebagai prioritas layanan program pendidikan untuk mengembangkan segala potensi yang ada, baik dari aspek pengembangan pengetahuan, dan pelatihan keterampilan, maupun peningkatan ekonomi, sosial, dan budaya.