Saya termasuk salah seorang yang sangat mendukung “Pokok-pokok Kebijakan Merdeka Belajar” yang baru saja Mas Menteri sampaikan pada 11 Desember. Termasuk, apa yang Mas Menteri sampaikan dalam Peringatan Hari Guru Nasional 2019.
Juga, saya mendukung “5 Agenda Kerja Mendikbud”:
- Pendidikan Karakter
- Deregulasi dan Debirokratisasi
- Meningkatkan Investasi dan Inovasi
- Penciptaan Lapangan Kerja
- Pemberdayaan Teknologi
Pada 3 Desember lalu, saya menjadi salah seorang narasumber dalam Seminar Nasional “Pendidikan Masyarakat dan Evaluasi Kinerja Pengelolaan PAUD dan Dikmas Tahun 2019”, yang diadakan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, di Yogyakarta. Saya bersua dengan banyak pengelola PKBM dan juga SKB, selain pengelola LKP.
Saya menangkap “semacam keresahan” yang menurut saya, layak untuk saya sampaikan secara terbuka kepada Mas Menteri, berkaitan dengan pendidikan kesetaraan karena sejalan dengan agenda kerja 3 dan 4:
- Meningkatkan Investasi dan Inovasi
Ditempuh lewat penciptaan pola pembelajaran keterampilan dan kompetensi yang bersesuaian dengan kebutuhan dunia kerja, industri dan kewirausahawan. Caranya, di antaranya dengan merevitalisasi pendidikan vokasi. - Penciptaan Lapangan Kerja
Program kewirausahawan akan ditekankan dalam proses pembelajaran pada lembaga pendidikan tinggi melalui penggalian kreativitas, seni dan jiwa wirausaha siswa. (Nadiem mengatakan Kementerian Pendidikan HARUS menciptakan institusi yang tidak hanya menyediakan tenaga kerja tetapi juga ikut menciptakan lapangan kerja.)
“Keresahan” itu berkaitan dengan pengurusan dan pengelolan pendidikan kesetaraan. Padahal, pengelola, pendidik dan peserta didiknya tidak sedikit.
Saat ini, pendidikan kesetaraan sebagai pendidikan bagi anak usia sekolah yg tidak sekolah (ATS) atau bagi anak yg tidak memiliki kesempatan belajar melalui jalur pendidikan formal, memiliki peserta didik berjumlah 1.406.061 orang. Sementara, penyelenggara pendidikan kesetaraan berjumlah 9.246 (PKBM) dan 425 Sanggar Kegiatan Belajar (SKB).
Jika peserta didik dan satuan pendidikan sebanyak ini tidak diurus secara khusus, maka akan banyak warga negara yg dirugikan. Pengalaman serupa pernah terjadi di periode 2010-2014, dimana pendidikan kesetaraan dikelola oleh Dikdasmen hanya sebagai program, berakibat pendidikan kesetaraan tidak terurus dan tidak mendapat perhatian yang serius.
Karenanya, sejak tahun 2015 pendidikan kesetaraan kembali ditangani dan dikelola secara khusus. Dan, Mas Menteri bisa menelusuri sendiri data-datanya, dimana telah terwujud kemajuan yg sangat signifikan.
Perkembangan tersebut antara lain : sistem pendataan yang lebih akurat melalui aplikasi dapodikmas; sistem pendataan ujian nasional yg semakin baik, bahkan hampir 100% peserta ujian nasional dengan moda UNBK. Ini menandakan pendidikan kesetaraan semakin berintegritas.
Dari sisi sistem pembelajaran, pendidikan kesetaraan sedang melaksanakan kurikulum K-13 yang sudah dikontekstualisasikan dan difungsionalisasikan pembelajaran dengan sistem Satuan Kredit Kompetensi (SKK), dengan bahan belajar modul yang telah disusun lebih dari 450 modul dalam bentuk PDF dan e-book. Hal ini benar-benar memerdekakan guru dan peserta didik dalam proses belajar.
Pendidikan kesetaraan juga sudah mengembangkan sistem pembelajaran daring dengan platform yang memungkinkan peserta didik untuk belajar kapan saja, dimana saja dan dengan siapa saja.
Perkembangan peserta didik dari tahun 2015 sampai tahun 2019 juga sangat luar bisa. Mas Menteri bisa mendapatkan data-datanya di kementerian di mana Mas Menteri sekarang mengabdi.
Karenanya, jika sistem pendidikan yang sudah “kekinian” dan memerdekakan ini tidak diurus dengan baik, saya khawatir akan terjadi kemunduran yang luar biasa hanya karena ego sektoral atau dikotomi formal-nonformal yang justru tidak produktif.
Mengenai siapa yang mengelola dan mengurus pendidikan kesetaraan, saya serahkan sepenuhnya kepada Mas Menteri. Yang pasti sangat saya harapkan, harus ada yang khusus mengurus dan mengelola pendidikan kesetaraan, di bawah payung apa pun direktorat jenderalnya.
Yang penting bagi saya, pendidikan kesetaraan harus dipedulikan. Apalagi, “merdeka belajar” yang Mas Menteri berulang sebutkan, sejalan dengan pendidikan kesetaraan, bahkan sudah menjadi ruh dari pendidikan kesetaraan itu sendiri.
Demikian surat terbuka saya, semoga menjadi pertimbangan Mas Menteri, agar tetap ada kelangsungan layanan pendidikan kesetaraan — termasuk vokasi kesetaraan yang berorientasi lapangan kerja dan menciptakan lapangan kerja — yang baik, sehingga kita tidak mengorbankan nasib 1,4 juta peserta didik.
Terimakasih.
Maman Suherman
Alumni Kriminologi FISIP-UI yang pernah menjadi Pemimpin Redaksi di Kelompok Kompas Gramedia dan Managing Director Avicom, rumah produksi dan biro iklan. Kini, menjadi penulis buku di Kepustakaan Populer Gramedia dan Grasindo, Konsultan Komunikasi dan Kreatif di Sejumlah Institusi, Kreator/Pengisi Acara TV (MetroTV, Trans7, KompasTV), Sahabat Literasi Kemendikbud, Penasihat Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) Pusat, Advisor Aksaramaya; Juri “Pustakawan/Perpustakaan Inovatif” Kementerian Kesehatan (2018-2019), Juri Anugerah “Nugra Jasa Dharma Pustaloka 2019” – Perpustakaan Nasional, Juri “Anugerah Aparat Sipil Negara” KemenpanRB, 2018-2019, Juri “Anugerah Jurnalistik Polri 2019”.