Categories
Resensi Resensi Buku

Peradaban Sarung Veni, Vidi, Santri

Oleh. Musyawir*

Penulis: Ach. Dhofir Zuhry
Penerbit: PT Alex Media Komputindo, Kompas-Gramedia, Anggota IKAPI, Jakarta 2018
718101037 ISBN 978-602-04-7705-3
Cetakan pertama: Juli 2018
Cetakan kedua: Maret 2019

Sebuah pengantar yang tegas dari Ach. Dhofir Zuhry (ADZ) “sebelum belajar tentang tuhan dan agama, terlebih dahulu belajar tentang manusia. Sehingga jika suatu saat nanti anda membela tuhan dan agama, anda tidak lupa bahwa anda adalah manusia.

Garis besar dari buku ini dibagi dalam beberapa kolom bahasan yang bahasanya sangat gamblang dan mudah dicerna. Pada bagian pertama ada pengantar buku yang menyoal ‘peradaban sarung’ oleh Rais Syuriah PCI NU Australia-New Zealand Prof. Dr. H. Nadirsyah Hosen, LLM, MA (Hons), Ph.D. Selanjutnya bagian bagian penting dari pemikiran ADZ;

Bagian VENI, VIDI, SANTRI

Sangat sulit dibayangkan apa yang terjadi jika santri tidak memahami kediriannya bahkan kehadirannya dalam dunia yang disebut pondok pesantren. Namun meski demikian dia akan berguna setidaknya pada dirinya sendiri karena tahu bahwa dulu “sewaktu di pondok pesantren” dia tidak benar-benar mengindahkan para Asatidz untuk menjadi mandiri dan kenal pada diri sendiri.

“Masa muda adalah masa yang berapi-api” Hj Roma Irama. Api bila tidak dapat dikendalikan dia akan membahayakan dirinya sendiri dan terlebih orang lain. Maka sangat beruntung mereka yang tumbuh melewati masa remaja menuju dewasa yang itu berarti disebut orang “muda” terjaga, terawasi, terlatih oleh dunia pondok pesantren. Benar ada anggapan bahwa mereka “yang muda” ada dalam fase pencarian jati diri. Maka sangat relevan kita harus belajar mengenal diri atau mengenal manusia.
Dibagian VENI, VIDI, SANTRI hal itu dibuka oleh ADZ tentang apa filosofi santri, panca kesadaran santri, santri dan modernitas, rahasia belajar santri, trilogi santri, keberanian santri, dan niat santri.

Hari hari ini sangat ramai diberita dan harian surat kabar bahkan di sosial media tentang citra pondok pesantren yang rusak karena tindakan asusila juga kriminalitas. Namun meski ada sikap skeptis dan pertanyaan pertanyaan mendasar yang sifatnya tidak menghakimi namun mencari tahu kebenaran yang terjadi.

Bagian PEMIMPIN ORKESTRA

Peradaban sarung bukan hanya tentang santri, tapi KIAI. Yah, mereka yang mengasuh pondok pesantren juga adalah santri (para KIAI, Asatidza). Ini yang disebut “santri: sampai kapanpun, dimanapun, jabatan apapun, dia tetap santri. “Santri” hingga akhir hayat kata ADZ, tetap disebut santri.

Sangat terbayang ketika mereka para KIAI, Asatidza yang mengasuh pondok pesantren adalah lahir dari rahim pondok pesantren, mereka adalah santri tulen maka besar kemungkinan tradisi pesantren akan terus ada dan hidup mengakar untuk setiap generasi.

Pada bagian ini ADZ mengibaratkan para KIAI, Asatidza, dan sekumpulan santri senior yang mengabdikan dirinya pada pondok pesantren dan menjadi corong pembina umat diibaratkan seperti pemimpin orkestra. Posisi berdirinya yakni menghadap umat dan membelakangi penonton. Fokus mereka ada pada pekerjaan membina umat. Melepas hasrat diri pada segala kemapanan yang membuat mereka terbawa arus, menjaga diri dari pusaran politik pragmatis, dan menjaga sikap zuhud yang terus berfokus pada poksi pembinaan umat. Mereka menjadi martir bagi kedzoliman, taat pada nasehat KIAI sepuh, berkiblat pada kearifbijaksanaan yang sudah menjadi dogma dalam pondok pesantren dan mempertahankan khazanah keilmuan yang mendasar pada akhlakul karimah.

Bagian CITA RASA PESANTREN

Ada kaitan yang amat sangat terang antara santri dan KIAI/para Asatidza dalam sebuah ruang yang disebut pesantren. Disini ADZ mengulas asal muasal nama PESANTREN bahkan keberadaan pondok pesantren di nusantara sudah ada sejak jaman kapan. Hal ini jadi sangat memperkuat bahwa lembaga pendidikan sejenis pondok pesantren menjadi landasan sebuah sudut pandang ketika menyoal pendidikan dan segala dinamikanya.

ADZ membuka sebuah informasi yang arif tentang CITA RASA PESANTREN yang sebenarnya mesti kita renungkan kembali. Dia mengajak kita melihat semua dampak dari apa yang sudah terjadi dengan keputusan para pengasuh dan mungkin beberapa pendiri pondok pesantren di abad 21 yang sangat syarat pada keterbukaan dan globalisasi.

ADZ membeberkan sudut pandangnya tentang pesantren dari kilasan narasi yang amat sangat persuasif. Misal cerita tentang “cangkir dari pesantren”, bagaimana semestinya adab santri terhadap guru dan semua sikap tabah, sabar yang harus menjadi baju para santri untuk menerima ilmu. Selayaknya timba yang mesti mendatangi air, bukan sebaliknya. Juga para guru yang semestinya tidak pernah absen untuk menata jiwa spritualisme.

22 Oktober 1945 lahir fatwa jihad oleh Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari yang menandakan eksistensi paling tegas tentang santri dan pesantren dalam pengusiran penjajah. Yang paling dirasakan adalah jihad melawan kedzaliman.

Selanjutnya dalam masa-masa pembangunan SDM setelah kemerdekaan “bimbinglah umat dengan baik, dan jika mereka tidak mau mengikutimu, janganlah engkau bertengkar dengan mereka. Sebab jika engkau melakukan hal itu, engkau seperti membangun istana dengan menghancurkan seluruh kota” KH. Hasyim Asy’ari (1871-1947).

Pada bagian ini juga ADZ menuliskan tentang beberapa nama serupa yang menjadi cikal bakal pondok pesantren misal; Aceh menyebutnya Menasah & Dayah. Jawa-Banten menyebutnya Zawiyah, Surau, Langgar yang menjadi ruang berkumpul mengaji dan mengkaji kitab kuning. Beberapa catatan sejarah menyebut pesantren di adopsi dari India, Arab, dan Afrika. Namun secara umum di Nusantara, rumah para KIAI menjadi pendopo utama dimana tradisi santri itu bermula. Pada akhirnya kita kembali mengingat dan merekonstruksi dengan sempurna “pesantren” yang sejak Masa Nusantara sudah berkembang bahkan memiliki nama nama yang sangat khas kedaerahannya. Meski banyak pendapat yang juga bersandar secara historia tentang asal muasal pesantren pada hakikatnya keteladanan akhlak menjadi sumbu utama.

Bagian MENJADI SANTRI, MENJADI INDONESIA

Setelah membicarakan cikal bakal pesantren, eksistensi pesantren dan sepak terjang santri dalam dan luar pondok pesantren, kini tiba dibagian ke empat pada bahasan buku “Peradaban Sarung” kritik terhadap santri, terhadap para cendikiawan, terhadap generasi muda yang nyaris hilang kebudayaan suku bangsanya, terkikisnya nasionalisme suku bangsanya, dan gensi terhadap peradaban kebudayaan di Nusantara, di Indonesia. Mereka yang selalu tergiur pada peradaban asing dan tergila-gila hidup dan berkembang di luar negeri, anehnya malah bangga dengan budaya asing.
Dari pesantren kita menjadi santri yang nasionalisme, toleransialisme, demokratisme, humanisme, dan isme-isme lainnya yang sangat menjaga hubungan antar sesama manusia dan tuhan. Memahami manusia berarti memahami penciptanya.
“Pesan KIAI kepada santri” juga menjadi narasi yang kuat sebagai dasar nasehat yang tak terlupakan. ADZ sengaja menaruh opini ini pada bagian keempat yang mendekati penutup dari buku ini. Baca dan resapi bagian ini, sebab ada pesan yang kuat buat para santri (generasi pembelajar sepanjang hayat). Semoga kita menjadi teladan sebagai santri.

Apabila setiap agama memiliki ritusnya, maka shalat adalah salah satu ritual khusus dari mereka yang muslim. Santri diajak dan diajarkan shalat. Intisari dari kehidupan, makna paling dalam dari seorang hamba saat menjawab panggilan Tuhannya. Menjadi santri, menjadi Indonesia adalah santri yang belajar shalat. Dalam ritus itu dua hal penting dalam putaran hidup menyatu, yakni hubungan kepada sesama, sesuku, sebangsa, setanah air (hablum minannas) dan hubungan kepada pencipta (hablum minallah). Hikmah yang diambil dari sini adalah menyeimbangkan urusan spritualitas dan sosialitas. Esensialitas jiwa santri dan eksistensialitas kedirian santri dalam bersuku-bangsa dan bertanah air.

Bagian menariknya justru hadir di halaman 235. Disini terdengar semacam kesimpulan paling sadar dari pertanyaan siapa santri? Seperti apa pesantren membangun jiwa santri, mencetak raga santri, menjadi sesuatu yang sangat istimewa. “…belajar dengan cara diasramakan.” Hal 235. Peradaban sarung.

*Pegiat Literasi

Categories
Resensi Resensi Buku

Perjalanan Panjang Kumpulan Puisi dari Seorang Guru Sekolah Dasar

Oleh. Anastasia Regina*

Judul Buku: Perjalanan Panjang Kumpulan Puisi dari Seorang Guru Sekolah Dasar untuk Murid-muridnya

Penulis: Didi Suwardi

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Jakarta

Tahun terbit: 2019

Tebal Buku: 89 halaman (61 judul puisi)

Didi Suwardi, S.Pd adalah guru SDN Tugu Utara 01 Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Beliau merupakan ayah satu anak bernama Siti Soviatu Zahra dan suami dari Anah, S.Pd yang juga berprofesi sebagai guru di SDN Gunung Mas Kecamatan Cisarua dengan kegemaran menulis salah satunya menulis puisi.

Buku ini berisi kumpulan 61 judul puisi dari seorang guru sebagai ungkapan rasa sayangnya kepada para anak didik sang penulis. Semua waktu penulisan berbagai judul puisi yang ditulis bertempat di Puncak, Juni 2018, meskipun ada beberapa puisinya yang punya banyak baris. Tak hanya itu, dalam buku ini juga terdapat ilustrasi bahkan di akhir puisinya terhadap dokumen foto peserta didik penulis di persawahan dengan dua foto gaya bebas mereka, ini betul-betul cinta penulis sebagai guru kepada muridnya. Kalimat puisinya pun sederhana, tanpa menggunakan majas tertentu nan rumit seperti yang dilakukan oleh para penyair bersastra tinggi.

Buku ini bisa jadi bacaan yang ringan namun berbobot dan indah bagi semua orang juga bisa menginspirasi para guru dalam memberikan rasa cinta dengan peserta didik sebagai pengabdian tulusnya dalam mengajar, mendidik, dan membimbing para generasi penerus bangsa.

*Pegiat Literasi/Relawan Sigupai Membaco

Categories
Resensi Resensi Buku

ANIMAL FARM

Oleh. Mosee*

Identitas Buku
Judul : Animal farm
Pengarang : George Orwell
Genre : Fiksi
Jumlah halaman : 128 halaman
Penerbit : Gramedia pustaka utama
Tahun terbit : 2021

Ini adalah review buku pertamaku. So aku ingin mereview salasatu buku terbaik yang pernah aku baca. Buku ini berjudul Animal farm karya George Orwell. Kenapa ini buku tebaik versi aku? Karena aku gak expect sama sekali bisa semenarik ini ceritanya. So, don’t miss it.

Awalnya aku pikir buku ini buku nonfiksi tentang peternakan atau ilmu-ilmu peternakan gitu. Dilihat dari Bahasa nya juga sangat lugas dan jelas. Tapi ternyata ini buku fiksi guys.

Buku ini menceritakan tentang sekumpulan hewan yang hidup dengan penuh penderitaan di peternakan dan ingin melakukan pemberontakan kepada majikannya yang sangat kejam Bernama Tuan Jones.

Ini hewan tapi dikasih akal, lucu memang.
Akhirnya berkat semangat dari sang legenda babi bernama Mayor mereka berhasil melakukan pemberontakan dan mengusir majikannya tersebut. Semacam memperjuangkan kemerdekaan. Mereka sangat membenci manusia dan bersumpah tidak akan pernah berkomunikasi maupun bekerja lagi Bersama makhluk berkaki dua tersebut. Ada sebuah semboyan yang dipegang teguh para hewan yaitu “Empat kaki baik dua kaki jahat”. Semboyan tersebut dipegang teguh dan tertanam di hati mereka. Beberapa minggu Setelah kejadian itu Mayor pun meninggal. Tidak lama setelahnya, kekuasaan diatur dan dipegang oleh dua ekor babi yaitu Napoleon dan Snawball karena mereka dianggap paling cerdas dari hewan yang lain. Bagaimana tidak, kebanyakan hewan-hewan tersebut tidak bisa membaca dan menulis. Maka dari itu semenjak kemerdekaan tersebut, Napolleon dan Snowball dengan ketat mengadakan kelas menulis untuk rekan-rekannya sesama hewan. Dua pemimpin dengan karakter yang sangat berbeda, yang satu baik yang satu jelas, licik.

Suatu hari terjadi serangan balik dari Tuan Jones yang sangat tidak terima peternakannya diambil alih oleh sekumpulan hewan yang tak berakal, pikirnya. Tapi Hewan-hewan yang ada dipeternakan tersebut sudah menduga dan bersiap jika sewaktu-waktu penggempuran itu datang. Mereka melawan dengan segenap tenaga mempertahankan kemerdekaan peternakan hewan dari manusia licik dan kejam. Baik Napolleon, snowball, si kuda Clover maupun hewan lain berperang dengan gigih di posisi masing-masing sampai Tuan Jones berhasil dipukul mundur.

Mereka bersorak pastinya karena berhasil melawan. Secara tidak terduga momen ini dimanfaatkan oleh Napoleon untuk menghasut dan memfitnah Snowball bahwa dialah yang ada dibalik penyerbuan tersebut. Ada yang bingung, ada juga yang percaya bahkan kecewa mendengar berita tersebut. Tak ubahnya seperti manusia, bukan?. Tanpa pikir panjang, Napolleon dan para pengikutnya menyerang Snowball. Dengan berat hati karena harus meninggalkan teman-temannya, diapun melarikan diri dari peternakan tersebut.

Kekuasaan pun beralih ke tangan Napolleon. Setelah mereka berhasil bebas dari cengkraman para manusia dan dipimpin oleh sesama hewan, hidup mereka tidak lebih baik dari sebelumnya . Dengan kepintaran dan kelicikannya, Napoleon berhasil membodohi mereka dan membuat kebijakan-kebijakan yang jauh lebih kejam. Sayang nya para hewan tidak menyadari kalau mereka itu sedang diperalat oleh sang babi dan para antek-nya seperti para anjing, dan burung gagak hitam yang berada dalam hirarki kekuasaan. Napolleon tidak segan untuk memberi hukuman dan menyerang siapa saja yang tidak sesuai dengan pemikirannya. Hewan yang melawan bahkan dianggap sebagai penghianat peternakan. Prinsip-prinsip yang tertanam dan digaungkan semasa Mayor masih hidup, lambat laun diubah dan hanya menguntungkan beberapa pihak kubu Napolleon. Kelaparan, pembodohan, kerja paksa dengan dalih kemajuan peternakan kembali menghantui kehidupan mereka.

Hal hal menarik dari buku ini :
1. Penggambaran karakter hewan di buku ini mencerminkan berbagai karakter sifat manusia dan sangat berkaitan dengan apa yang terjadi sekarang. Napolleon sang penguasa licik. Burung gagak hitam sang penjilat. Clover, Kuda yang sangat pekerja keras dan sangat setia walaupun sudah diperalat. Kucing yang datang pada saat jam makan saja, menghilang saat bekerja, dan sebagainya.

Kira-kira kalian yang mana guys?

2. Alur cerita digambarkan secara tegas dan jelas tapi tidak memengaruhi emosional yang dibangun dari cerita tersebut yang seperti kita tahu kalau kebanyakan cerita fiksi menggunakan Bahasa kiasan, imajinatif dan hal yang lainnya supaya tertulis lebih indah dan cerita nya lebih menarik untuk dibaca. Salasatu yang membuat ku nangis bombai adalah kisah Clover si kuda yang sangat setia dan kerja keras padahal teman-teman yang lain sudah memeringatkannya bahwa dia telah dibodohi dan hanya dimanfaatkan sampai akhirnya Cloverpun meninggal karena kelelahan dan dikirim ke pejagalan hewan oleh Napolleon dan bawahannya.

3. Ending yang sangat epic. Napoleon memutuskan untuk bekerja sama lagi dengan manusia untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar. Bergaya seperti manusia duduk berpesta minum-minum Bersama manusia sampai-sampai hewan-hewan yang ada dipeternakan tersebut heran dan tidak bisa membedakan mana babi dan mana manusia.

Sekian review buku kali ini. Semoga terhibur dan membuat kalian tertarik untuk membaca karya luar biasa ini.

*Pegiat Literasi Gemar Membaca Buku Sastra

Categories
Resensi Resensi Buku

LATAR BELAKANG DRAMATIKA CINTA

Judul : Sentuhan Emas
Penulis : Arleen A.
Penerbit : Bhuana Sastra
Tebal : 210 halaman
Cetak : I. 2024

Novel dengan narasi cinta jumlahnya tidak berhingga. Bahkan, cinta dengan berbagai dinamika dan dramatikanya menjadi topik yang selalu hangat untuk dibicarakan. Layaknya makanan yang baru dimasak dan disajikan dalam keadaan hangat. Selalu membuat pembaca ingin segera menyantapnya. Pasti nikmat rasanya. Rasanya tidak terlupakan. Tidak heran jika cinta dalam novel selalu menjadi daya tarik utama orang ingin membacanya. Sebelum kemudian menikmati, meresapi, dan merelasikannya dengan pengalaman hidupnya sendiri. Tentu saja, pengalaman cinta pribadi pembaca yang kemudian dijadikan modal utama untuk memaknai kenimatan dan pemaknaan cinta atas novel yang dibacanya. Novel bersuasana cinta pun selalu disukai pembaca. Tidak heran jika jumlahnya bertaburan di rak-rak toko buku. Selalu hidup dalam setiap zamannya.

Misalnya, dalam putaran masa kerajaan, kita bisa membaca cerita rakyat Roro Jonggrang dengan Bandung Bandawasa. Cinta dalam latar belakang kekuasaan dan mistik yang berakhir dengan tragis dengan diprasastikan dalam arca dan artefak lainnya. Dalam khasanah sastra klasik luar negeri ada Romeo and Juliet yang menarasikan cinta dalam latar belakang pertentangan dua keluarga yang bersaing bisnis besarnya. Kisah cinta yang berakhir tragis dengan kematian Romeo dan Juliet yang kemudian menyadarkan kesalahan dan menyatukan dua keluarga tersebut.

Ada juga novel angkatan Balai Pustaka Dian Yang Tak Kunjung Padam karya Sutan Takdir Alisjahbana yang menarasikan latar belakang cinta dalam konteks pertentangan kelas ekonomi dan kebangsawanan keluarga. Cinta dalam novel ini pun berakhir tragis dengan tak disatukannya cinta Yasin dan Molek karena perbedaan status sosial dan ekonomi. Dan yang terbaru, yang relevan dengan generasi saat ini adalah novel Rapijali karya Dewi Lestari yang menarasikan dramatika cinta anak-anak muda saat ini dalam bingkai politik dan keluarga yang bisa didamaikan dengan cinta tokoh-tokohnya Ping, Rakai, Oding, Jemi, Ardi, Guntur, dan lain-lain yang menemukan cinta idamannya.

Ya, apapun narasinya, setiap novel yang mengangkat cinta selalu akan dibangun latar belakang yang kemudian menjadi sumber dramatikanya. Salah satunya novel Sentuhan Emas karya Arleen A. yang diterbitkan oleh Bhuana Sastra. Novel ini juga menyajikan cinta yang unik yang akan kita bahas dari aspek latar belakang dramatika cintanya.

Sebelum kita bahas salah satu pertanyaan yang perlu diajukan ketika hendak membaca novel bertema cinta adalah: latar belakang cinta seperti apa yang disajikan dalam novel ini? Kenapa harus dengan pertanyaan ini? Sebabnya sederhana saja, yang membedakan antara satu novel cinta dengan novel cinta lainnya adalah latar belakang cinta yang membangung dramatika dalam setiap peristiwa yang dinarasikan.

Dalam kasus novel Sentuhan Emas karya Arleen A. narasi latar belakang problematikanya adalah bisnis dan kriminal. Bisnis penjualan emas palsu yang melibatkan Qadira, tokoh utama yang menjalin cinta dengan Vance, anggota departemen yang bertugas memberantas skandal bisnis emas palsu. Qadira dan Vance terlibat dalam kisah asmara dalam pusara konflik dua organisasi yang berseteru, yaitu OSS (Oronin Secret Society) organisasi pembuat emas palsu dan penjualannya yang dipimpin oleh Palden atau Robert Henderson dengan Nuala dengan Departemen Pemerintah yang dipimpin oleh Sage dengan salah satu anggotanya Vance, kekasih Qadira.

Vance tidak tahu kalau Qadira, kekasihnya merupakan keturunan oronian yang bisa mengubah benda menjadi emas melalui kekuatan istimewanya, tentu saja emas hasil ubahannya adalah palsu. Sedangkan Vance sendiri merupakan keturunan Tenuan yang bisa membedakan emas asli dan emas palsu. Dalam kenyataan inilah cinta keduanya berpolemik dalam dramatika yang krusial. Keduanya tersengkarut dalam konflik kepentingan organisasinya. Saling memanfaatkan untuk menjadi mata-mata. Saling menyalahkan. Saling bertengkar demi kepentingan organisasinya masing-masing. Ujungnya adalah kegagalan keduanya berperan penting untuk organisasinya masing-masing.

Puncaknya adalah keduanya pun dipecat dan usir oleh organisasinya masing-masing. Dalam kondisi demikian, keduanya pun mengungkapkan saling kecewanya karena merasa dibohongi dan dikhianati. Keduanya pun berpisah dalam beberapa tahun. Tapi, saat keduanya dalam keadaan terpisah, Vance dan Qadira menyadari betapa cinta mereka telah mengakar kuat. Kesendirian memberikan ruang untuk merenungkan cinta dan rasa kehilangan yang perih, terutama Vance. Vance menyadari kesalahannya dan kemudian bersikap kesatria untuk mendatangi Qadira dan meminta maaf. Tentu saja, Qadira juga memaafkannya dan cinta keduanya mampu melampaui dramtika latar belakang organisasi yang telah membuat keduanya berseteru.

Inilah cinta dengan latar belakang dramatikanya. Dengan mengambil hipogram mitologi Yunani Raja Midasia yang bisa mengubah segala benda yang disentuhnya menjadi emas menjadi inspirasi dramatika novel ini. Midasia diturunkan melalui Qadira dengan organisasi ilegalnya. Kemampuan yang disalah gunakan untuk kepentingan kejahatan yang diselamatkan oleh cinta. Cinta menjadi dunia penyelamat dalam kesalahan keturunan mitologi yang misterius. Cinta pun jadi ruang dramtika yang khas anak muda dalam memperjuangkan obsesi, mimpi, hingga karir dan masa depan. Dan seperti novel cinta lainnya yang memiliki pola sama, lagi-lagi apapun persoalannya cinta kembali mengantarkan Qadira dan Vance untuk menemukan dunia penyatuanya, sekalipun dengan jalan harus mengorbankan karirnya yang menjanjikan.

Inilah cinta. Ceritanya tiada ada akhirnya. Selalu menarik untuk diceritakan karena ada dramatika yang melatarbelakanginya. Dramatika yang membuat kita banyak belajar untuk merelasikan dan memaknai cinta dalam hidup kita sebagai pembaca. Inilah kekayaan novel cinta novel Sentuhan Emas karya Arleen A.

*Litbang Forum TBM

Categories
Resensi Resensi Buku

Tentang Diabetes

Oleh. Naomi Oktarina Heru*

Judul buku : Dari Diabetes Menuju Kaki
Penulis : Prof. Dr. Hans Tandra, Sp.PD-KEMD, Ph.D., FINASIM, FACE, FACP
Tebal Buku : 133 halaman
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : 2020
Kota Penerbit : Jakarta
Harga : Rp 55.000

Diabetes sudah tidak asing lagi bagi kebanyakan orang Indonesia. Seringkali kita menemui pengidap penyakit ini di lingkungan kita, bahkan mungkin anggota keluarga atau orang terdekat kita ada yang terkena diabetes. Akan tetapi pengetahuan masyarakat mengenai penyakit ini masih terbilang kurang, utamanya hal-hal yang dapat ditimbulkan dari diabetes itu sendiri. Maka sang penulis yang juga merupakan seorang dokter menciptakan seri buku informasi mengenai diabetes beserta komplikasi yang dapat menyebar ke organ tubuh lainnya seperti ginjal, mata, jantung, hati, dan lainnya. Pada buku ini, dr. Hans Tandra menjabarkan berbagai macam pengaruh diabetes terhadap organ gerak manusia yaitu kaki.

Dibuka dengan pengenal terhadap diabetes, penulis mencoba mengenalkan pembaca terhadap jenis- jenis diabetes dan apa saja yang harus dilakukan untuk mengelola kadar gula tubuh dalam darah. Kemudian pembahasan dilanjutkan dengan penggambaran kaki diabetes dan kerusakan syaraf dan pembuluh darah yang terjadi sebagai efek komplikasi dari penyakit ini. Selain itu, ditambakan pula berbagai contoh kasus nyata dari tiap penjelasan ilmiah yang sudah diberikan. Pada dua bab akhir, akanditemukan tips dan trik untuk mengendalikan gula darah dan cara merawat kaki bagi penyintas diabetes seperti cara merawat kaki yang terluka, mengatasi infeksi pada kaki, dan berbagai pengobatan luka yang diperbolehkan untuk dilakukan. Sebagai pembaca yang berasal dari kalangan non-medis, semua penjelasan yang tertulis cukup mudah dimengerti. Istilah-istilah kedokteran yang sulit dipahami untuk orang awam pun dapat diterangkan secara sederhana dan informatif. Beberapa kata kunci ditulis dengan huruf tebal dan terdapat ringkasan yang disediakan di akhir bacaan membuat pembaca mudah mengerti pesan yang hendak disampaikan oleh penulis. Walau jumlah halaman yang ringkas, yaitu 133 halaman, informasi yang disisipkan cukup padat, tidak bertele-tele, dengan pemaparan yang jelas sehingga pembaca tidak cepat merasa bosan.

Buku “Dari Diabetes Menuju Kaki” sangat direkomendasikan bagi semua kalangan pembaca yang ingin mengetahui lebih dalam penyakit diabetes. Ukuran buku cukup tipis sehingga mudah dibawa ke mana- mana untuk menjadi bacaan saat senggang. Penjelasan yang mudah dimengerti dan tulisan yang dibuat senyaman mungkin untuk dibaca membuat buku ini dapat dibaca berbagai kalangan, utamanya orang dewasa. Buku ini sudah jarang ditemukan di toko buku fisik, namun masih bisa dipesan melalui online. Seperti yang dijelaskan di awal, buku ini merupakan seri dari kumpulan buku informasi mengenai diabetes karangan dr. Hans Tandra. Buku ini mempunyai beberapa seri lainnya, yang juga menarik untuk dibaca seperti “Dari Diabetes menuju Jantung dan Stroke” serta “Dari Diabetes menuju Ginjal”. Namun informasi pada buku ini tidak berkaitan langsung dengan buku seri lainnya sehingga kita dapat membaca buku secara terpisah tanpa membaca buku yang lainnya terlebih dahulu.

*Penulis adalah relawan resensi buku Perpustakaan Rumah Teras Baca

Categories
Resensi Resensi Buku

Membaca Novel Sang Penandai

Oleh. Okta Ayu Melya Widanti*

Novel Sang Penandai
Karya: Tere Liye

Tahun terbit: 2006

Penerbit: PT Serambi Ilmu Semesta

Tebal buku: 365 halaman

Jim memutuskan untuk ikut dalam ekspedisi menuju Tanah Harapan bersama Armada 40 Kapal Laksamana Ramirez. Di dalam kapal tersebut ia bekerja sebagai pelayan dan bertugas untuk mengurus segala keperluan kapal. Di awal perjalanan tentu bukan hal yang mudah bagi Jim karena ia masih harus beradaptasi dengan lingkungan kapal dan orang- orang di sana. Beberapa kali Jim masih suka menyendiri, dan diam-diam menangis meratapi hidupnya yang malang karena ditinggal kekasih pujaan hatinya yang telah pergi untuk selamanya. Saking seringnya menangis Jim dijuluki si Kelasi Yang Menangis oleh pekerja kapal yang lain.

Seiring berjalannya waktu, bulan menuju bulan berganti Armada Kapal telah melewati lautan yang luas. Seiring berjalannya waktu ini Jim juga sedikit mulai bisa move on terhadap masa lalunya. Ia mulai ceria dan membuka mata serta hati sadar bahwa kehidupan dirinya harus dilanjutkan. Suatu ketika Armada Kapal berhenti di salah satu kota untuk mengisi persediaan kapal sebelum melanjutkan ekspedisi lebih jauh. Saat sedang berdiri di pinggir kapal dari jauh Jim melihat dan mendengar seorang anak laki-laki kecil yang sedang memainkan alat petik (semacam gitar). Entah kenapa tiba-tiba meruak hasrat Jim untuk memainkan kembali alat petik yang sudah berbulan-bulan ia lupakan dan tinggalkan. Jim pun turun dari kapal dan menghampiri anak kecil tersebut untuk melihatnya memainkan alat musik petik tersebut. Keinginan bermain musik Jim sudah kembali. Ia pun di atas kapal membuat alat musik serupa seperti milik anak kecil tadi untuk ia mainkan, Jim coba atur nada dari tiap senar yang ia buat. Setelah jadi Jim pun memainkan alat musik petik buatannya dan tanpa disadari permainannya itu justru cukup banyak membantu menghibur para pekerja lain di atas kapal. Petikan senar Jim yang indah sangat menghibur dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama para pekerja dapat melihat sisi lain Jim yang ceria dan pandai memetik alat musik.

Ternyata kehidupan di atas kapal tidak selamanya berjalan mulus. Di tengah-tengah perjalanan Armada 40 Kapal Laksamana Ramirez mereka dihadapkan dengan para perompak bengis nan jahat yang siap melenyapkan apapun itu di depan mereka. Pertempuran pun terjadi, para perompak berusaha membajak Armada Kapal dengan strateginya dan para pasukan di Armada Kapal pun berusaha mempertahankan posisi mereka yang diserang. Keadaan pun terdesak, semua orang di Armada Kapal yang sebelumnya tidak memiliki kemampuan bertarung kini terpaksa harus ikut mengangkat pedang untuk melawan pasukan perompak termasuk Jim. Keadaan Armada Kapal sempat terdesak karena mereka diserang secara terus-menerus. Sampai akhirnya keadaan berbalik di mana Armada Kapal berhasil menyerang balik pasukan perompak dengan strategi mereka di akhir peperangan dan berhasil menang melewati pasukan perompak tersebut. Kondisi Armada Kapal tentu tidak baik-baik saja, kapal banyak yang rusak, pasukan banyak terluka dan bahan makanan serta bahan bakar semuanya menipis. Laksamana Ramirez memutuskan untuk berlabuh di sebuah kota kecil terdekat untuk memperbaiki kapal, memulihkan kondisi penumpang dan pasukan serta menyetok segala macam persediaan. Di kota tersebut ternyata ada petualangan baru yang telah menanti Jim, melalui petualangan itu Jim banyak belajar dan menemukan arti kehidupan. Salah satunya ia bertemu dengan gadis cantik bermata hijau di sebuah perkampungan yang sesaat rasanya kehadiran gadis tersebut menjadi obat bagi diri Jim yang telah kehilangan Nayla. Hingga sampai pada akhir cerita Jim harus menerima pengeksekusian dirinya yang akan dihukum mati. Meski begitu Jim telah berdamai dengan kenangan masa lalunya. Sampai di akhir hidupnya pun Jim dengan bahagia menyebut nama Nayla tanpa penyesalan.

Cerita pada novel ini cukup menarik karena ada kejutan di setiap petualangan Jim dalam melanjutkan kehidupan melalui pencarian dongeng hidupnya. Karakter Jim dapat menjadi teladan karena yang awalnya ia adalah seorang pengecut, melalui novel ini digambarkan dirinya yang berubah menjadi sosok lebih berani, kuat dan tegar dalam menghadapi hidup. Ia banyak bertemu dengan orang hebat yang banyak memberinya pelajaran akan arti kehidupan.

Akan tetapi novel ini sangatlah imajinatif, pembaca perlu memiliki tingkat khayalan atau imajinasi yang tinggi agar dapat menikmati cerita yang disampaikan. Sehingga bagi pembaca yang kurang suka dengan novel kategori dongeng atau memerlukan daya imajinasi yang tinggi maka novel ini bisa jadi membosankan untuk dibaca.

*Anggota TBM Sigupai Membaco