Categories
Artefak Literasi Cerpen

Chef Sisca

 

Sejak kecil Sisca sering bermain bersama dengan teman – teman seperti memasak. Ketika memasuki bangku sekolah jenjang tingkat atas, ia menyampaikan kepada kedua orang tuanya untuk menyekolahkannya di sekolah yang bisa memasak. “Saya mau jadi chef kok”, ketus Sisca ketika berbicara dengan orang tuanya. Bapak dan ibunya kaget mendengar apa yang disampaikan Sisca kepada mereka karena selama ini Sisca tidak pernah berbicara tentang rencananya untuk sekolah menjadi seorang chef.

Dengan bahagia Sisca menjalani masa sekolah tingkat atasnya bersama teman – temannya yang lain dari berbagai SMP. Mereka hanya berjumlah 30 peserta didik dalam satu kelas ketika awal masuk sekolah. Kekompakan, kebersamaan, menghargai perbedaan seperti agama, dan persaudaraan di antara mereka sekelas maupun dengan kelas yang lain sangat terasa. Walaupun sekolah itu milik swasta katolik, namun menerima peserta didik tanpa memandang perbedaan, entah apapun  perbedaan itu. Yayasan yang mengelola SMK tempat Sisca bersekolah adalah tarekat religius yang dalam gereja katolik disebut biarawati. Niat dan tekad mereka adalah bisa belajar dan lulus serta bisa mengharumkan nama sekolah. Memasuki kelas XII di SMK itu, teman Sisca yang bernama Robby pindah sekolah ke kota lain karena mengikuti perpindahan tugas ayahnya. Ayahnya adalah seorang perwira TNI. Sisca dan temannya yang lain merasa sangat kehilangan Robby. Robby adalah salah satu dari sembilan teman laki – laki yang ada dalam kelas mereka. Dengan berat hati mereka merelakan Robby untuk pindah sekolah mengikuti ayahnya. Mendekat hari perpindahan Rooby, bersama dengan kedua orang tuanya, Robby berpamitan dengan Kepala Sekolah, para guru, dan teman sekelasnya. Sisca dan teman – temannya tak dapat menahan rasa sedih dalam hati, air mata pun menetes perlahan ketika bersalaman dengan Robby.

Waktu Ujian Nasional (UN) tinggal dua bulan. Sisca dan teman – teman sibuk mempersiapkan diri untuk menghadapi UN. Setelah selesai UN, tibalah waktu yang ditunggu – tunggu, pikiraan dan perasaan diliputi dengan rasa bimbang dan ragu, antara lulus atau tidak. Pengumuman kelulusan pun dilaksanakan, Sisca dan teman – teman dinyatakan LULUS 100 %. Semua menyambut dengan gembira hasil kelulusan ini. “Hore…….. kita lulus semua…” teriak mereka setelah keluar dari ruang pengumuman dan berada di halaman.

Setelah dinyatakan lulu, Sisca mengurus semua administrasi ijazahnya dan menyerahkan ijazah kepada orang tuanya. Melihat kondisi kehidupan keluarganya yang pas – pasan, Sisca pun tidak berniat untuk melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi. Ayahnya sebagai seorang buruh bangunan dan ibunya hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Penghasilan kedua orang tuanya hanya mencukupi kebutuhan untuk hidup sehari – hari.  Sedikit membantu untuk membayar uang sekolah Sisca dan kedua adiknya. Ketika masih sekolah, Sisca dan kedua adiknya memperoleh bantuan dana pendidikan untuk orang tua kurang mampu sehingga dapat meringankan  beban orang tuanya. Agar bisa membantu kedua orang tuanya, Sisca memutuskan untuk bekerja. Sisca pun melamar pekerjaan ke sebuah restoran berbekal membawa ijazah SMK yang dimiliki. Setelah dua minggu menunggu, Sisca dipanggil pihak restoran untuk bekerja. Ia sangat bersyukur telah memperoleh pekerjaan yang dapat membantu ekonomi keluarganya. Walaupun telah memiliki pekerjaan, namun Sisca tetap hidup sederhana. Menggunakan uang yang dimiliki sesuai kebutuhannya ataupun kebutuhan dalam keluarga. Sisca bahagia menjalani hari – hari hidupnya bersama keluarga dalam kesederhanaan.

Leave a Reply