Oleh. Atep Kurnia

Hari-hari ini saya sangat berharap bahwa hasil pencetakan buku saya bisa cepat selesai, dan mutunya bagus. Niatnya sih untuk mengejar momentum The Bandung Reader’s Festival pada awal bulan depan. Harapannya dapat dipamerkan di perhelatan yang akan berlangsung selama beberapa hari itu. Paling tidak dapat diikutkan kepada kawan-kawan yang sudah terdaftar sebagai peserta festival. Buku baru saya bertajuk Maenbal: Sejarah Sepak Bola di Bandung Tahun 1900-1950 dan sekarang sedang diupayakan pencetakannya di Yogyakarta.

Jutaan orang sekarang ini sama-sama berharap agar dapat menyaksikan pertandingan-pertandingan dalam perhelatan sepak bola akbar sejagat: Piala Dunia di Qatar. Saya sendiri, tadi malam (20/11/2022) menonton pembukaan sekaligus pertandingan perdana ajang empat tahun sekali itu. Aktor Hollywood Morgan Freeman dan Brand Ambassador Piala Dunia 2022 Ghanim Al-Muftah menjadi narator pembukaannya. Morgan sempat mengatakan “sepak bola menyatukan dunia” dan Ghanim melantunkan Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13 tentang pentingnya saling mengenal di antara orang sejagat.

Sambil terkantuk-kantuk, saya lanjut menonton pertandingan perdana antara tuan rumah Qatar melawan salah satu perwakilan dari Benua Amerika, Ekuador. Di bawah kepemimpinan wasit Daniele Orsato dari Italia, pertandingan yang berlangsung di Stadion Al-Bayt itu berlangsung seru. Baru beberapa menit berjalan, tuan rumah kebobolan lebih awal. Setelah Daniele terdiam beberapa saat, sudah pasti sedang koordinasi, gol Ekuador dianulir, karena pemain yang menceploskan bola terperangkap offside. Tetapi dua gol selanjutnya yang dihasilkan Enner Valencia disahkan dan Qatar menjadi tim pertama yang kalah dalam perhelatan sedunia itu.

Seperti jutaan orang lain di dunia, malam-malam berikutnya saya juga harus menahan kantuk agak lebih larut. Meski sudah pasti tidak akan menyaksikan semua pertandingan, saya akan memilih pertandingan dari beberapa tim favorit. Misalnya Inggris lawan Iran, Senegal lawan Belanda, Argentina vs Saudi Arabia, Prancis vs Australia, dan lain-lain.

Entah kebetulan atau tidak, minggu lalu, saya juga membaca salah satu esai yang ditulis wartawan senior Abdullah Mustappa, dalam majalah Sunda Mangle. Tidak kebetulan sih sebenarnya, karena saya sedang membereskan majalah-majalah bekas koleksi di rumah, untuk sebagian dikeluarkan, dijual kepada yang memerluknnya. Nah, dalam Mangle No. 2379, tersaji pada halaman tiga tulisan Kang Abdullah bertajuk “Ngurus Bal” (mengelola sepak bola).

Konteks tulisannya penyelenggaran Piala Eropa dan yang ditekankan Kang Abdullah adalah pengelolaan sepak bola yang rapi, disiplin, presisi, dan sudah mendarah daging, terutama di Inggris, tempat asal-usul olah raga si kulit bundar itu. Di ujung tulisannya, ia menyatakan bahwa Inggris sudah punya tradisi yang usianya sudah berabad-abad dan terus dipelihara dengan baik hingga masa kini. Sementara di negara kita, yang terjadi adalah segalanya hendak praktis, tidak mau berlama-lama, bahkan mengganggap tradisi sebagai hal yang sepele. Semuanya hendak turut campur, meski sebelumnya tidak merasa perlu untuk mengetahui dan memahami urusannya.

Di sisi lain, hingga saat ini, kita masih prihatin atas kejadian di Kanjuruhan beberapa waktu lalu. Beratus korban melayang hanya dalam hitungan beberapa saat. Oleh karena itu, seperti implisit dari tulisan Kang Abdullah, pengelolaan sepak bola di tanah air sangatlah diharapkan berjalan dengan benar, rapi, baik dan melanjutkan tradisi yang telah juga berlangsung lama.

Sebab sebagaimana yang saya tunjukkan dalam buku Maenbal, tradisi sepak bola di tanah air sudah tua usianya. Sudah berumur 120-an tahun, bila dihitung tahun 1900 sebagai awal permainan sepak bola diperkenalkan di Hindia Belanda. Terlebih lagi, bila mengingat negara kita – ketika masih menyandang nama Hindia Belanda – sempat mencicipi Piala Dunia yang dihelat oleh FIFA pada tahun 1938. Meskipun pada 5 Juni 1938, kita dikalahkan oleh tim Hongaria dengan skor telak, 0-6. Tetapi dari susunan pemainnya kita tahu terdiri atas campuran berbagai ras. Misalnya ada Jack Samuels, Zomer, Frans Alfred, Mo Heng Tan, Tan Hong Djien, Achmad Nawir, Anwar Sutan, dan Soedarmadji.

Dengan demikian, benar belaka apa yang disampaikan oleh Morgan pada pembukaan di Stadion Al-Bayt itu, bahwa sepak bola mempersatukan dunia. Apalagi kita diingatkan oleh ayat Al-Qur’an mengenai pentingnya saling mengenal, bergaul, antara lelaki dan perempuan, bangsa dengan bangsa, tidak boleh ada perpecahaan. Dengan demikian pula, saya melihat dari dunia bola kita semua sama-sama mendapatkan salah satu eksemplar pelajaran penting mengenai literasi kewargaan. ***