Oleh. Heru Kurniawan*
Saat sesi diskusi dalam peluncuran buku cerita anak bergambar dwibahasa yang diselenggarakan Balai Bahasa Jawa Tengah moderator menyampaikan pengalaman membacanya:
Dulu saya punya daya tahan membaca yang bagus. Sekali membaca buku, terutama novel, bisa sampai ratusan halaman dan berkelanjutan. Bahkan, bisa membaca novel dalam sehari. Tapi sekarang, daya tahan itu perlahan lahan berkurang. Sekarang hanya bisa membaca sedikit halaman bahkan sering tidak baca buku lagi karena alasan kesibukan.
Saya yakin, ini juga yang terjadi pada kita semua. Seiring berjalannya waktu, dengan semakin bertambah usia, semakin banyak kesibukan, maka semakin berkurang daya tahan membacanya, bahkan bisa jadi sudah hilang sama sekali. Lalu kita menyalahkan semua itu karena usia dan kesibukan.
Benarkab demikian?
Bisa jadi benar. Bisa jadi tidak. Benar atau tidak itu tidak penting. Yang terpenting adalah kita berani merefleksikan kenyataan ini dengan jujur. Dengan mengkajinya dengan berbagai sudut pandang dan pengalaman orang lain. Hal ini benar karena banyak yang mengalami demikian. Tapi, bisa jadi salah karena tidak berlaku bagi semua orang. Masih banyak orang-orang yang dengan usianya yang semakin menua dan semakin banyak kesibukan masih terus tetap bersada tahan bagus dalam membaca bahkan semakin suntuk dan semakin berdaya tahan, semakin menikmati yang dibacanya.
Ya, daya tahan dibangun pertama kali dari minat. Minat yang bersumber pada keyakinan dan pengetahuan bahwa membaca itu penting. Membaca itu salah satu jalan yang membuat kemanusiaan kita berkualitas. Jalan yang mendukung kita untuk bisa mencapai tujuan, harapan, dan masa depan.
Saya membaca karena saya jadi lebih pintar dan cerdas. Saya punya banyak pengetahuan yang luas. Pengetahuan yang selalu saya gunakan sebagai senjata untuk mmenuntaskan pekerjaan saya sebagai dosen: mengajar, menulis, meneliti, hingga mengisi ceramah ilmiah. Tanpa membaca saya hanya akan jadi kutu digital yang hanya bisa comot sana sini dalam menyampaikan materi tanpa bisa membangun ilmu pengetahuan dan gagasan sendiri.
Inilah yang membuat saya harus membaca. Menempa daya tahan membaca secara berkelanjutan. Membaca jadi bagian rutinitas yaang selalu menyenangkan karena berorientasi pada masa depan dan diri sendiri.
Minat yang substantif inilah yang kemudian dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari. Membaca kemudian jadi rutinitas kita. Tapi, minat itu tidak selamanya stabil. Minat itu fluktuatif, naik dan turun seperti mengendarai kendaraan di jalan pengunungan. Jalannya naik turun tidak berkesudahan.
Sering kali naik turunnya minat yang berdampak pada naik turunnya kegiatan membaca kita diasumsikan disebabkan oleh laju usia kita yang menua dan kesibukan atau pekerjaan. Ada benarnya, tapi saya kurang sepakat.
Turunnya minat dan daya tahan lebih disebablan oleh pengalih perhatian (Trelease, 2020). Apa itu pengalih-perhatian? Semacam kondisi teralihkan dan berpindahnya motivasi dan perhatian kita dari satu tempat ke tempat lain, dari satu keadaan ke keadaan lain.
Misalnya kita yang semula sedang yakin dengan membaca sebagai cara untuk membuat hidup lebih baik, tetapi tiba-tiba kita tertarik dengan film. Kita pun kemudian nonton film. Untuk membenarkan berubahnya perhatian, kita lalu membangun rasionalisasi bahwa hidup butuh hiburan, salah satunya dengan menonton film.
Tapi, ternyata kita larut menonton film. Kita kemudian menyadari ada yang hilang dalam hidup kita. Kita ingin coba balik ke perhatian awal kita untuk membaca. Tapi, keterlanjuran membuat kita tidak mau kembali. Dalam situasi keruwetan motivasi dan keyakinan membaca inilah, kita sebagai manusia punya kecenderungan untuk mengurangi yang berujung pada meninggalkan aktivitas membaca.
Apakah kita bisa berdaya tahan menonton film dan meninggalkan membaca yang sudah di awal kita perjuangkan?
Tentu saja tidak. Sebab tidak ada motivasi dan keyakinan yang stabil. Saat kemudian kita asyik nonton film terus atau kegiatan lainnya, maka di satu titik, terutama saat jenuh atau ada persoalan, maka perhatian kita akan teralihkan lagi. Bahkan, akan ingin kembali lagi pada keyakinan membaca kita. Di sinilah penyesalan terjadi, dan hidup adalah rangkaian penyesalan yang tidak bisa dihentikan.
Dari sinilah, memiliki daya tahan membaca adalah perjuangan tak berkesudahan yang mengganbarkan perjuangan kita dalam hidup. Membaca bukan soal membaca. Membaca adalah prototipe kedirian kita, bagian dari plihan kehidupan yang merefleksikan kehidupan kita.
Rumus kehidupan itu sederhana: tidak ada yang selamanya, tapi berjuang dalam konsisten atau keberlanjutan adalah prasyarat untuk menemukan masa depan dalam bahagia apapun pilihan hidupnya, termasuk membaca. Konsisten dalam daya tahan membaca adalah jalan tunggal untuk mendapatkan kepakaran dan keahlian yang membawa pada kesejahteraan.
Untuk itu, di tengah kenyataan hidup yang tidak stabil, membangun daya tahan membaca agar terus bisa konsisten dalam membaca adalah perjuangan penting hidup kita karena membaca bisa mengantarkan kita pada masa depan bahagia.
Yang membaca, yang berilmu, dan yang berpengetahuan luas akan diangkat derajatnya oleh Allah. Termasuk diangkat masa depannya yang lebih baik.
*Infokom dan Litbang Forum TBM