Judul : Tragedi Pedang Keadilan
Penulis : Keigo Higashino
Tebal : 462 halaman
Cetakan : Pertama, 2024
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Ini novel karya Keigo Higashino terbaru (dalam terjemahan dan terbitan Indonesia) yang baru saya baca. Judulnya cukup menegangkan Tragedi Pedang Keadilan. Novel ini uniknya menyerupai novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya karya Keigo Higashino, yang tidak membahas pengungkapan kasus, tetapi membahas toko kelontong dalam keajaiban yang magis. Jika dibandingkan novel-novel Keigo Higashino lainnya, tentu saja, Keajaiban Toko Kelontong Namiya jadi berbeda dan unik sendiri.
Terus, apa uniknya Tragedi Pedang Keadilan? Jika novel-novel detektif karya Keigo Higashino, mengungkap kasus kejahatan yang berpangkal pada pelaku kasus pembunuhan yang disembunyikan, yang kemudian diungkap oleh sang detektif atau polisi, maka pada novel Tragedia Pedang Keadilan ini berbeda. Kasus pembunuhan yang terjadi pada Ema dengan pelaku tiga pemuda belum cukup umur, Kaiji, Makoto, dan Atsuya sudah diketahui dari awal. Tragedi yang menghebohkan yang kemudian mencuatkan luka dan dendam tak berkesudahan dalam diri Nagamine, ayah Ema yang telah ditinggalkan istrinya sejak Ema berusia sepuluh tahun.
Dendam yang kemudian mencuatkan kasus pembunuhan berikutnya, Nagamine membunuh Atsuya karena perilakunya yang telah tega memperkosa dan membunuh Ema. Dari dua tragedi pembunuhan inilah alur cerita berkembang dalam dua dinamika tragedi pembunuhan yang menarik. Pertama, dinamika psikologi dendam Nagamine yang berusaha sembunyi dari kejaran polisi demi untuk membalaskan dendam pada pembunuh anaknya yang masih hidup, Sugano Kaiji. Dalam dinamika pergerakan Nagamine inilah antara dendam dan kemanusiaan dibalut dalam narasi yang menarik. Di sisi lain Nagamine menyadari kesalahannya, dan di sisi lainnya, naluri orang tua yang ingin membalas kematian anaknya. Dua sisi ini merajut dalam bingkai pergolakan batin yang menarik.
Tidak hanya itu, keberadaan Nagamine yang menjadi buronan polisi pun menciptakan dinamika tragedi pskologi sosial yang menarik. Di sisi lain masyarakat berempati pada Nagamine yang terpaksa harus membunuh pelaku pembunuhan dan pemerkosaan keji atas putrinya. Sisi lainnya, masyarakat tidak bisa menerima sikap balas dendam dengan pembunuhan. Dinamika tragedi ini menciptakan realitas cerita psikologi masyarakat yang unik. Misalnya, psikologi yang di alami Wakako, pemilik hotel yang mengetahui penyamaran Nagamine. Wakako yang ingin melaporkan merasa tidak tega karena Nagamine selama menginap di hotel menunjukkan pribadi yang baik. Wakako yang dilema menjadi bahan penceritaan yang khas.
Kedua, dinamika tragedi yang dialami oleh pihak kepolisian. Selain cerita berpusat pada Nagamine dan orang-orang di sekelilingnya, alur juga banyak menceritakan perjuangan pihak kepolisian yang diungkapkan melalui Hisatsuka, Mano, dan Oribe yang terus mengungkap dua kasus pembunuhan. Dinamika tragedinya terjadi dalam kenyataan bahwa Nagamine adalah pembunuh, tetapi rasionalisasi Nagamine membunuh dalam konteks orang tua dan hukum yang tidak berpihak pada korban cukup mengganggu pihak kepolisian. Dari dua problematika inilah kemudian dinamika dalam tragedi berkelindan dalam setiap bahasan alur cerita dalam novel ini.
Akan seperti apakah ruang negosiasi dalam dinamika tragedi ini? Inilah pertanyaan yang akan terjawab setelah kita membaca novel ini sampai selesai. Jika saya bahas maka akan terlalu panjang. Untuk itu, membacanya sampai selesai untuk mengungkap akhir atas dinamika tragedi pembunuhan dalam novel ini menjadi tugas kita. Namun yang memikat, novel Tragedi Pedang Keadilan karya Keigo Higashino ini, dari awal sampai akhir akan membuat kita penasaran dan menikmati setiap peristiwa yang begitu mukau.
*Tim Infokom dan Litbang Forum TBM