Kebahagiaan itu bukan sekadar memenuhi kebutuhan diri sendiri. Lebih jauh dari itu, seseorang yang telah selesai dengan dirinya kemudian tidak menuruti hawa nafsunya, tetapi ia membaginya dengan orang lain. Jika hal itu membuat dirinya merasa lebih dari sekadar senang ketika ia berbagi, maka ia telah menemukan kebahagiaan sejati.
Mengawali tahun 2018, Forum Taman Bacaan masyarakat bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Edukasi Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi, PT POS Indonesia, dan Perpustakaan Nasional RI mengajak seluruh pihak yang selama ini mendukung gerakan literasi di tanah air untuk saling memperkuat jalinan silaturahim, ikut serta mengirimkan donasi buku untuk sekitar 500 TBM di seluruh Indonesia.
“Mari kita awali tahun 2018 ini dengan membangun sinergi dan komitmen bersama yang lebih besar bagi kemajuan literasi bangsa kita. Salam literasi!” tajuk dalam poster pengiriman donasi buku, (Rabu, 17/1/2017).
Sebelum penyerahan kunci, STNK, dan penerimaan berkas dari pihak Perpusnas ke para pegiat terpilih penerima bantuan motor, sebagian dari mereka ikut hadir dalam acara pengiriman donasi buku di PT. POS Indonesia, (Rabu, 17/1/2018) .
Dalam acara tersebut, KPK dan PT POS akan membangun collaborative action untuk penguatan literasi di masyarakat. Salah satu program yang digagas KPK dan telah berjalan adalah Panglima Tali Integritas dengan menjadikan para pegiat literasi terpilih sebagai agen literasi antikorupsi di masyarakat. Pojok antikorupsi akan dibangun yang bekerja sama dengan TBM terpilih. KPK akan keliling ke seluruh BUMN untuk penguatan dan pencarian dana agar para pegiat di daerah dapat terbantu dalam gerakan. Penjelasan tersebut dipaparkan Direktur Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi: Bapak Sujanarko.
Kepala Kantor Pos Jakarta Pusat, Bapak Joniar Sinaga merasa bangga dapat berkolaborasi dengan para pegiat literasi dan TBM. Fasilitas fisik PT. POS di seluruh Indonesia dapat diberdayakan. Ia berharap dapat terealisasi secara bertahap, tidak serta-merta, tetapi dipertimbangkan dengan matang. Pergerakan literasi tidak kelihatan jika kegiatan saling kirim dilaksanakan satu bulan sekali. Harapannya akan berlanjut dan semakin melibatkan banyak pihak. “Kami punya misi untuk menjadi aset yang berguna bagi bangsa dan negara. Pojok baca, pojok KPK, Pojok Antikorupsi, sangat luar biasa. Sejak dimulai, 20 Mei 2017 telah terhitung 88.4 ton,” paparnya. Selain itu, ia mengingatkan seluruh tamu yang hadir untuk berbagi kebaikan, “Karena kebaikan itu menular,” pungkasnya dalam sambutan.
Pejabat yang hadir dalam acara donasi buku tersebut di antaranya: Dirjen PAUD dan Dikmas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI: Dr. Haris Iskandar, Deputi Bisnis E-commerce Regional 4 Jakarta: Bapak Febby, Kepala Kantor Pos Jakarta Pusat: Bapak Joniar Sinaga, Direktur Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi: Bapak Sujanarko, Kasubdit Pendidikan Keaksaraan dan Budaya Baca Kemendikbud: Dr. Kasum, M. PD, Kepala Pusat Pengembangan Perpustakaan dan Pengkajian Minat Baca Perpustakaan Nasional RI: Bapak Deni Kurniadi, Business Director Gramedia: Bapak Heri Darmawan, The Asia Foundation: Ibu Aryasatyani Sinta Dewi, Project Manager Provisi Education: Bapak Syaifullah, Sahabat Literasi: Kang Maman Suherman, Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia: Ibu Rosidayati Rozalina, Ketua Ikatan Alumni (Iluni) UI: Bapak Arief Budhy Handoko, Dompet Dhuafa: Bapak Eko.
Dirjen PAUD dan Dikmas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI: Dr. Haris Iskandar, “Objek pendidikan antikorupsi ada di ITB. Character building sejak dini mulai dari PAUD. Koruptor itu tidak salah-salah amat karena salah didikan orang tua, guru, dan masyarakatnya saat masa kecilnya.”
Menurutnya, seluruh komunitas literasi, baik TBM, PKBM, dan lain-lain sangat militan dalam menggelorakan gemar membaca di masyarakat. Pengalaman hidup 10 tahun di Amerika, ia merasa di surga; buku-buku murah, best seller, dan berkualitas. Sedang fakta di lapangan masyarakat Indonesia masih kurang dan kualitas belum cukup baik. Ia sempat mengunjungi gudang-gudang saat di Washington DC. Peraturan perpajakan mereka cerdas, memproduksi 8 ribu dan 10 ribu sama saja ongkosnya.
Sebanyak 22 ribu eksemplar telah dikirimkan ke-500 TBM. Terdapat kesenjangan antara wilayah ibu kota dan daerah, di antaranya; mempertemukan antara donatur dengan TBM; antara yang butuh dan membutuhkan. “Literasi kita seperti di India, begitu murah. Sampai ke desa-desa, referensinya ada. Budaya ilmiah, literasi sains di antara budaya mistik yang masih kental. Abad 21 tidak cukup literasi calistung. Budaya irasional masih tinggi. Semua memegang gawai, tetapi seberapa besar dapat memberdayakan kehidupan mereka?” jelas dan tanyanya kepada para tamu yang hadir.
Menurutnya, kesadaran masyarakat terhadap kekayaan bangsanya sendiri masih jauh. Tiga dari lima buku tentang kekayaan Indonesia masih ditulis oleh orang luar Indonesia. Rakyat kita masih belum bisa menuliskan namanya, nun jauh di pelosok sana. Meskipun, buta huruf kurang dari 2 persen.
“Sinergi dengan berbagai organisasi KPK, GRAMEDIA, POS, IKAPI, ASIA FOUNDATION, dan lain-lain. Saling memberdayakan. Saling meringankan beban hingga menjadi berkah bagi masyarakat. Sustained abbility kondisi perpolitikan, semoga lebih berkembang dengan produk hukum. Kerja bakti ini harus terus dilaksanakan,” tutup Haris.
“Ada yang belum disebut dari tadi, yaitu kawan-kawan pegiat literasi,” kata Kang Maman sambil mengusap kepala plontosnya. Ia melanjutkan refleksi pertemuan pejabat dengan pegiat literasi di PT. POS dengan menjelaskan bahwa lima ratus buku telah diterbitkan oleh anak-anak pesantren.
“Apa itu bahagia?” ia tiba-tiba bertanya. Aristoteles mengatakan, kebahagiaan sejati berasal dari batin yang telah ‘dididik’, dan karenanya harus dimulai sedari dini. Pendidikan yang baik tidak membiarkan seseorang berkembang “sesuai seleranya sendiri”, tetapi perlu dibuka dimensi hatinya agar orang tersebut merasa bangga dan gembira apabila ia berbuat baik, sedih dan malu apabila melakukan sesuatu yang buruk. Melalui perasaan-perasaan itu seseorang, tanpa paksaan, Belajar berbuat baik dengan gampang dan menolak dengan sendirinya yang jelek atau memalukan.
“Dan menjadi bahagia, ujar Aristoteles, disadari atau tidak, adalah tujuan semua manusia. Motif yang menggerakkan manusia melakukan apa pun adalah untuk mencapai kebahagiaan!” Kang Maman menambahkan.[]