Oleh : Munasyaroh Fadhilah*

Mengawali September Ceria, sebanyak 50 pegiat literasi dari berbagai wilayah di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DIY yang berkumpul di Kota Madiun. Mereka berpartisipasi dalam kegiatan Fasilitasi Penggerak Literasi yang berlangsung dari Sabtu hingga Minggu, tepatnya pada tanggal 31 Agustus hingga 1 September 2024. Acara ini diselenggarakan oleh Forum TBM Pusat dengan dukungan penuh dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI). 

Para peserta yang hadir terdiri dari pengurus Wilayah dan Pengurus Daerah Forum TBM dari ketiga provinsi tersebut, serta beberapa pengelola TBM di Jawa Timur yang wilayahnya belum memiliki Pengurus Daerah. Kehadiran mereka pentingnya acara ini sebagai sarana untuk memperkuat jaringan dan sinergi antar pegiat literasi.

Acara ini dibuka secara resmi oleh perwakilan Perpusnas RI dan Kang Opik, Ketua Umum Forum TBM. Dalam Berbaginya, Kang Opik memberikan gambaran komprehensif mengenai kondisi Forum TBM saat ini, mulai dari keanggotaan hingga mekanisme kepengurusan. Ia juga membahas berbagai inisiatif yang telah dilakukan oleh Forum TBM dalam rangka memperkuat gerakan literasi di Indonesia.

Kang Opik menekankan pentingnya memaksimalkan pertemuan ini. Dipilihnya Madiun sebagai lokasi pertemuan bukan hanya karena letak geografisnya yang strategis, dapat dijangkau dengan mudah dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DIY, tetapi juga karena Madiun kini telah menjadi salah satu kota dengan perkembangan literasi yang cukup pesat.

Ucapan terima kasih yang tulus disampaikan kepada Perpustakaan Kota Madiun atas dukungan dan fasilitas yang diberikan. Harapannya, sinergi antara Forum TBM dan Perpustakaan Kota Madiun akan terus terjalin erat di masa depan.

Madiun: Kota Literasi yang Mendunia

Setelah pembukaan, rangkaian kegiatan Fasilitasi Penggerak Literasi 2024 langsung dimulai dengan sesi diskusi yang dipandu oleh Aris Munandar, pengurus pusat Forum TBM. Sesi ini menghadirkan narasumber L. Darmawan Srivisnhu, S.Ip., M.Si., Sekretaris Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Madiun, serta Drs. Pundjung Wahono, Kepala Bidang Perpustakaan Kota Madiun. 

Dalam pemaparannya, Bapak Darmawan memberikan gambaran tentang prestasi Madiun di berbagai bidang, khususnya dalam penguatan literasi. Madiun, yang kini memiliki tagline “Menuju Kota Madiun yang Mendunia,” tidak hanya menjadi bagian dari Jawa Timur, namun juga telah berkontribusi secara nasional hingga internasional dalam gerakan literasi.

Perpustakaan Kota Madiun sendiri tetap buka dan melayani masyarakat pada hari Sabtu dan Minggu, sebuah upaya yang menunjukkan komitmen mereka dalam mendukung literasi. Selain ada perpustakaan umum di pusat Kota Madiun, terdapat 27 perpustakaan di tingkat kelurahan dan tiga perpustakaan di tingkat kecamatan. Selain itu ada enam TBM yang aktif di wilayah tersebut. 

Beberapa program unggulan yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Kota Madiun antara lain:

  1. Dwi Puspa (Destinasi Wisata Perpustakaan Kota Madiun)
  2. Pilar Baca (Pitutur Basa Jawa)
  3. Si Mata Jeli (Sistem Informasi bagi Masyarakat Kota Madiun melalui Jendela Literasi)
  4. Jarimu (Jemputan Antar Ambil Buku dari Rumahmu)
  5. Empok Remen (Kelompok Remaja Menulis), yang telah menghasilkan enam buku yang diterbitkan.
  6. Perpustakaan Keliling, dengan dua unit mobil yang melayani masyarakat.
  7. Layanan Bis Pintar
  8. Rumah Pintar
  9. Ruang Bermain Pintar
  10. Pendampingan Konsultasi Perpustakaan
  11. Bimtek Pengelolaan Perpustakaan
  12. Kelas Literasi, yang mencakup buku bedah dan kelas menulis cerpen.
  13. Lomba Bertutur, yang diadakan setiap tahun.
  14. Lomba Perpustakaan
  15. Pelatihan-Pelatihan Literasi

Rencananya pada tahun 2025, sebanyak 20 perpustakaan dan TBM di Kota Madiun akan disiapkan untuk program TPBIS. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya komitmen Kota Madiun dalam meningkatkan literasi.

Pada sesi tanya jawab, kedua narasumber dengan jelas menjawab berbagai pertanyaan dari peserta. Salah satu pertanyaan yang diajukan oleh Ibu Dwi Astutik Ningsih dari PD Forum TBM Bantul, Jawa Tengah, yang menanyakan apakah pengelolaan TBM harus serumit pengelolaan perpustakaan.

Narasumber menjelaskan bahwa TBM dapat beroperasi sesuai dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing. Namun, di depannya diharapkan TBM bisa memenuhi standar yang serupa dengan perpustakaan. Di Kota Madiun, TBM yang didirikan oleh masyarakat secara mandiri (TBM Mandiri) akan difasilitasi oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Madiun, asalkan mereka bersedia melaporkan diri untuk dikoordinasikan. Saat ini, TBM di Kota Madiun mendapatkan insentif tahunan dari pemerintah kota.

Strategi Penguatan Organisasi Forum TBM

Pada sesi berikutnya, Kang Opik menyampaikan strategi penguatan organisasi Forum TBM. Dipandu oleh Iwan Kapit, Sekretaris Forum TBM Jawa Timur, Kang Opik memberikan banyak motivasi dan dorongan kepada para pegiat TBM yang hadir.

Berdasarkan data dari Forum TBM Pusat, jumlah anggota TBM pada tahun ini meningkat drastis dari 2.000an menjadi 3.000an. Meskipun demikian, ada kekhawatiran apakah peningkatan ini hanya sekedar keriuhan sesaat atau benar-benar mencerminkan perluasan ruang gerak literasi. 

Kang Opik menegaskan bahwa fokus utama saat ini adalah bagaimana TBM dapat berkolaborasi dengan berbagai pihak, bukan hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah. Jadi jangan lagi ada pertanyaan TBM itu dibawa siapa tapi siapa beralihlah TBM bisa berkolaborasi dengan. Gak usah bertanya-tanya bantuan apa yang diberikan pemerintah kepada kita? tapi sekarang saatnya bagaimana kita membantu dan bekerja sama dengan pemerintah. 

TBM, yang awalnya dibentuk di bawah Dinas Pendidikan, kini telah menjadi entitas mandiri. TBM bukan sekedar nama tapi ini adalah sebuah istilah. Saat ini bisa menggunakan nama apa saja yang penting gerakannya sama. 

Menurut Kang Opik, Forum TBM bukan hanya sebuah nama, tetapi juga merupakan gerakan kolektif untuk memajukan literasi. Forum TBM adalah rumah bersama bagi para pegiat literasi atau pengelola TBM. Forum TBM hadir sebagai wadah berhimpun dan berorganisasi bagi para pendiri dan pengelola taman bacaan masyarakat untuk bersama-sama melakukan ikhtiar mengembangkan gerakan literasi di tanah air. 

Pencapaian dari Forum TBM sebagai komunitas adalah Tahun 2024, diantaranya sebanyak 2.000 TBM menerima fasilitas 1.000 buku dan rak dari Perpusnas ini merupakan hasil dari usulan Forum TBM.

Menanggapi pertanyaan dari seorang peserta asal Kediri mengenai bagaimana proses kaderisasi di TBM, Kang Opik menjawab dengan jelas dan tegas. Ia menjelaskan bahwa di TBM, proses kaderisasi memang cukup menantang. Hal ini disebabkan oleh karakteristik TBM sendiri yang bukan merupakan organisasi nirlaba, TBM adalah sebuah gerakan sosial yang fokus pada pemberdayaan masyarakat. Memang proses kaderisasi tidak berjalan seperti di organisasi formal lainnya. Namun, meski sulit, TBM harus tetap berupaya menciptakan kader-kader literasi yang mampu melanjutkan dan mengembangkan gerakan ini di masa depan.

Terkait pergantian kepengurusan di Forum TBM menjadi organisasi bisa direvisi. Di pengurus pusat saja sudah 20 kali perubahan SK. Setiap 6 bulan sekali para pengurus ditanya,apakah bersedia melanjutkan atau tidak. Jika tidak dapat melanjutkan, pengurus yang bersangkutan diminta membuat surat pengunduran diri. Hal seperti ini bisa saja dilakukan di kepengurusan daerah dan juga kepengurusan Wilayah. 

Khusus untuk PW Jawa Tengah yang diresahkan oleh salah satu pengurusnya, Kang Opik menyatakan bahwa akan ada koordinasi lebih lanjut terkait kepengurusan PW Jawa Tengah karena ketuanya sendiri sudah mengatakan dan memutuskan untuk mundur. 

Kang Opik juga menegaskan kalau mau buku-buku saja, jangan mendaftar jadi anggota TBM. Tapikalau mau belajar bersama, dipersilakan. Ia juga pentingnya validasi data anggota TBM untuk disebarkan ke berbagai pihak, karena data ini akan menjadi landasan untuk berbagai program dan fasilitas yang akan datang.

Berbagi Praktik Baik Pengelolaan Forum TBM

Setelah dua sesi diskusi interaktif, acara dilanjutkan dengan sesi Berbagi Praktik Baik Pengelolaan Forum TBM. Dipandu oleh Wiwik Subandiah, pengurus wilayah Forum TBM Jawa Timur, sesi ini menghadirkan Heni Wardatur Rohmah, Sekjen Forum TBM, sebagai narasumber.

Sebagai narasumber, Heni tidak banyak memberikan pemaparan. Beliau langsung memberikan tugas kepada peserta untuk menyelesaikan berbagai persoalan atau kasus yang sering terjadi di Forum TBM. 

Para peserta dibagi menjadi tujuh kelompok, masing-masing terdiri dari 6-7 anggota. Setiap kelompok diberikan satu kasus untuk didiskusikan bersama, dan hasil diskusi dituliskan di atas kertas besar yang kemudian ditempelkan di dinding. Diskusi ini dilakukan dengan batas waktu yang telah ditentukan.

Setelah diskusi selesai, satu orang dari setiap kelompok akan mencetak hasil diskusi di hadapan kelompok lainnya. Sebelum presentasi, setiap kelompok juga harus menampilkan yel-yel mereka.

Adapun kasus-kasus yang dibahas meliputi:

  1. Kondisi kepengurusan yang mati suri setelah dikukuhkan
  2. Pelaksanaan Festival Literasi
  3. Kapasitas pegiat literasi dalam tiga ranah: sebagai individu, pengelola TBM, dan pengurus Forum TBM
  4. Bagaimana Forum TBM bisa menjadi rumah bersama
  5. Ragam kegiatan di Forum TBM
  6. Program Advokasi 1000 Buku
  7. Sinergi TBM dengan berbagai pihak

Dalam sesi ini, kekompakan peserta sangat terlihat. Awalnya, mereka yang belum saling mengenal menjadi lebih akrab. Banyak senyum yang terurai dan gelak tawa yang mempesona suasana. Sinergi pun berhasil terjalin dengan rapi. 

Penguatan Media Sosial Forum TBM

Acara kemudian dilanjutkan dengan sesi penguatan media sosial yang dipandu oleh Heri Djuhaeri, pengurus pusat Forum TBM, dan dimoderatori oleh Aris Munandar. Sesi ini menyiarkan pentingnya media sosial dalam mendukung gerakan literasi, dengan tujuan agar pesan-pesan literasi dapat menjangkau audiens yang lebih luas.

Menurut Heri, media sosial memainkan peran yang sangat penting dalam membangun dan memperkuat identitas sebuah komunitas. Keberadaan akun media sosial memungkinkan komunitas untuk berinteraksi, berbagi informasi, dan memperluas jangkauan pengaruhnya. Namun, mengelola akun media sosial bukanlah tugas yang ringan jika hanya ditangani oleh satu orang. 

Untuk mengatasi tantangan ini, Heri menyarankan pembentukan tim media sosial yang terdiri dari beberapa anggota dengan tugas yang bagian secara spesifik. Dengan demikian, beban kerja dapat dibagi dan dikelola dengan lebih efektif, sehingga hasilnya pun akan lebih optimal.

Heri juga menyoroti beberapa platform media sosial yang sedang tren saat ini, seperti Instagram, Facebook, TikTok, Twitter, dan YouTube. Setiap platform memiliki karakteristiknya sendiri, sehingga komunitas perlu memahami cara terbaik untuk memanfaatkannya. Dalam mengelola akun media sosial, ada beberapa konsep penting yang harus dipegang oleh komunitas:

1. Visual 

Konten visual yang menarik dan konsisten sangat penting untuk menarik perhatian audiens. Komunitas harus fokus pada penciptaan gambar, video, dan desain grafis yang kuat dan relevan dengan identitas mereka.

2. Tone & Voice

 Suara dan nada komunikasi di media sosial harus mencerminkan karakter dan nilai-nilai komunitas. Apakah komunitas ingin terdengar formal, santai, atau ramah? Konsistensi dalam tone & voice akan membantu memperkuat identitas merek

3. Nilai dan Misi

Media sosial harus mencerminkan nilai-nilai dan misi utama dari komunitas. Hal ini membantu memastikan memperkuat pesan yang ingin disampaikan dan bahwa audiens memahami tujuan dan prinsip yang mendasari komunitas.

4. Keterlibatan & Responsif

Interaksi dengan audiens sangatlah penting. Menangapi komentar, pesan, dan feedback dengan cepat dan tepat menunjukkan bahwa komunitas peduli terhadap anggotanya dan terbuka untuk berdialog.

5. Kreativitas & Inovasi

Agar tetap relevan dan menarik, komunitas harus selalu mencari cara-cara baru dan kreatif untuk menyampaikan kontennya. Inovasi dalam penggunaan format, tema, dan strategi konten dapat membuat akun media sosial tetap segar dan menarik.

6. Pendidikan dan Informasi

Media sosial bukan hanya tentang hiburan, tetapi juga bisa menjadi alat untuk mendidik dan memberikan informasi. Komunitas harus memanfaatkan platform ini untuk berbagi pengetahuan yang bermanfaat bagi anggotanya dan masyarakat luas.

Selain itu, Heri menekankan pentingnya penjadwalan postingan di media sosial. Dengan jadwal yang teratur, komunitas dapat menjaga konsistensi dalam berbagi konten, meningkatkan interaksi, dan memastikan bahwa audiens selalu mendapatkan informasi terbaru. Penjadwalan juga membantu tim media sosial dalam merencanakan dan menyiapkan konten jauh-jauh hari, sehingga mengurangi stres dan memungkinkan adanya waktu untuk berkreasi lebih baik.

 

Dengan semangat yang berkobar dan diskusi yang mendalam, acara Fasilitasi Penggerak Literasi 2024 di Madiun ini diharapkan dapat membawa perubahan positif bagi gerakan literasi di Indonesia. Sinergi yang terjalin selama acara ini menjadi modal berharga untuk terus menggerakkan roda literasi di tanah air, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama membangun budaya baca yang kuat dan berkelanjutan.

* Tim Penulis Forum TBM /PW Forum TBM Jawa Timur