Siapa yang tidak kenal dengan Cristopher Nolan? Sutradara yang bertangan dingin, mampu mengangkat film-film science fiction jadi menarik di mata penonton. Film-film Nolan tidak membosankan, justru membuat penonton berpikir setelah menonton film tersebut. Sebut saja film yang dibuatnya pada tahun 2014, Interstellar. Film yang berdurasi 2 jam 49 menit ini mampu mengangkat hukum waktu, lubang hitam, serta gravitasi menjadi tidak membosankan ditonton.
Mundur ke tahun 2010, Inception mengangkat waktu juga. Waktu maju dan mundur secara drastis dan ekstrim diperagakan lewat sinematografi yang menarik dan bagus. Kemudian mundur lagi ke belakang ada film yang mengantarkannya mendapatkan Piala Oscar tahun 2001, yaitu film yang berjudul Memento.
Belakangan, ketika Pandemi COVID-19, Nolan kembali merilis filmnya yang masih bermain dengan waktu, yaitu Tenet (2020). Tenet menceritakan dua agen mata-mata, Protagonist (John David Washington) dan Neil (Robert Pattinson) pada misi yang akan menyelamatkan Perang Dunia III, dengan cara mengembalikan waktu (time invertion).
Konsep dari time invertion lebih kompleks daripada time travel. Tokoh-tokoh pada film Tenet, mengalami peristiwa secara berbalik. Di sana terdapat efek dari peristiwa itu sendiri, yang kemudian menjadikan tokoh utama John David Washington mempelajari alur waktu dari peristiwa yang dialaminya. Waktu pada film Tenet tidak berjalan seperti biasa.
Konsep Waktu
Konsep waktu pada film-film karya Cristopher Nolan memang tidak muncul secara serta merta, Nolan sudah memikirkan serta menggarapnya sejak lama. Penulis akan bahas mengenai waktu secara bahasa terlebih dahulu.
Menurut KBBI, waktu adalah “seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung: tidak seorang pun tahu apa yang akan terjadi pada — yang akan datang.” Sementara secara etimologi waktu adalah “jangka masa tertentu yang terdapat permulaan dan batasannya.” Einstein berbicara waktu lewat teorinya yang sangat terkenal pada tahun 1916, theory of relativity. Teori Relativitas ini menjadi lompatan besar mengenai gravitasi, yang dulu digagas oleh Sir Isaac Newton pada tahun 1687.
Pemikir muslim Mulla Sadra berpendapat mengenai waktu bahwa, “Waktu adalah kadar gerak dan ukuran hal-hal yang bergerak sebagaimana dirinya bergerak.” Keberadaan waktu sangat misterius, apabila meminjam bahasa Slavoj Zizek, waktu berada pada wilayah realisme magis.
Waktu memang sangat misteri, namun hal tersebut justru membuat Cristopher Nolan sebagai sutradara (pekerja seni) banyak mengeksporasi waktu. Terbukti dari karya-karyanya yang mengangkat waktu mendaptkan respon yang baik dari penonton. Bahkan tidak sedikit film-film karya Nolan mendapatkan penghargaan serta pujian.
Nolan memainkan waktu menjadi tidak biasa, tidak pasif, bahkan tidak menjadi kata benda. Waktu di tangannya menjadi sesuatu yang aktif, beriringan dengan gerak aktor, bahkan memutar balik secara ekstrim. Namun, apa yang sudah dilakukan oleh Nolan jutru membuat banyak pertanyaan mengenai waktu itu sendiri. Jadi sebenarnya apa itu waktu? Seperti apa konsep waktu?
Dalam Film Tenet sebenarnya ada beberapa konsep waktu yang dibuat oleh Nolan. Seperti adanya koneksi antara hari ini dan masa depan, serta hari ini dan masa lalu. Siklus konektivitas waktu ini sekarang sudah semakin terang, bahkan dalam beberapa adegan percakapan dalam film Tenet mengatakan bahwa “Kita terkoneksi dengan masa depan lewat mesin, melalui kartu kredit dan paylater.”
Konektivitas hari ini dengan masa depan ini perlu kita renungkan, bahkan akan menjadi satu konsep yang sangat bagus, apabila memang dikonsep dengan baik. Sehingga masa depan sudah dapat diprediksi, bahkan disiapkan hari ini.
Literasi Manusia Indonesia
Saya tidak menghubungkan film Tenet karya Cristopher Nolan dengan keadaan literasi di Indonesia. Namun paling tidak dapat mengambil spirit konektivitas masa depan yang dipersiapkan hari ini. Manusia Indonesia sebenarnya sekarang sedang dibombardir oleh koneksi hari ini dengan masa depan, lewat aplikasi-aplikasi yang menyediakan paylater seperti portal-portal belanja online, selain itu, bank juga menyediakan kartu kredit yang membuat orang terkoneksi dengan masa depan. Apabila ditinjau lebih jauh lagi, konektivitas yang terjadi sekarang adalah konektivitas “utang” (maksud penulis adalah konektivitas dengan masa depan itu kebanyakan utang. Dinikmati sekarang, masa depan membayar dan terus membayar).
Percaya atau tidak percaya, bahwa kita terkoneksi dengan masa depan. Hal ini sebenarnya dapat dimanfaatkan oleh para pegiat literasi dalam membangun literasi yang lebih baik di masa yang akan datang. Membangun literasi di Indonesia tidak datang secara serta merta, tetapi harus dilakukan secara berkelanjutan. Sebab literasi bukan produk instan, melainkan produk budaya yang mengakar. Menjadikan manusia Indonesia lebih baik lagi, manusia Indonesia lebih literat, manusia Indonesia lebih cakap dan tanggap dalam memecahkan masalah.
Perlu disadari, bahwa dalam melakukan koneksi dengan masa depan, kita di hadapkan dengan kapitalis-kapitalis yang menyediakan layanan atau konten-konten “utang”. Akan tetapi, dengan banyaknya geliat literasi di berbagai daerah (lewat Taman Bacaan Msayarakat), penulis memiliki keyakinan bahwa kapitalis-kapitalis itu bukan sebagai halangan, melainkan sebagai amunisi (peluru) untuk kembali ditembakkan padanya.
Kembali pada film Tenet karya Cristopher Nolan, bahwa film ini bagi penulis salah satu film bagus yang rilis pada masa Pandemi COVID-19. Yang belum menonton silakan menonton, yang sudah menonton, mari mempersiapkan masa depan.