Categories
Artikel Opini

FITRAH

Sugiman, S.Pd., M.Pd.*

Pada mula kehadiran manusia semuanya suci, bukan hanya pada para Nabi, sahabat Nabi, Ulama dll, tetapi kita semua adalah mahluk yang suci. Namun berselang waktu kehadiran manusia di muka bumi ini, sudah mulai merasa bahwa dirinya diciptakan dengan penuh kesalahan yang berlimpah dosa atas sikapnya tertutu oleh cahaya terang dalam dirinya.

Manusia itu mahluk yang paling sempurnah di antara ciptaan Allah yang lainnya, suci dari segala noda di saat ia dilahirkan semuala, meski tak mampu berbuat apa-apa selain menangis.Tidak mampu berbuat apa-apa bukan berarti manusia dilahirkan mulanya bodoh dan akan hidup diatas aturan mahluk yang tidak berakal, mengikut dengan aturan bagi para pembuat aturan tidak sesuai dengan landasan sesungguhnya. Dr. Zakir Naik mengatakan setelah diberikan kehendak bebas dan patuh kamu lebih baik diripada malaikat setelah diberikan kehendak bebas dan kamu tidak patuh kamu menjadi seperti setan.

Kesucian manusia itu ada pada hatinya yang sudah berkomitmen akan sebuah bentuk keikhlasan kepada sang pemilik segala-galanya, dari segala apapun yang dilakukan baik itu perintah tubuh maupun kewajiban roh akan senantiasa kita melapangkan dada untuk menerimanya.

Segala tindakan pribadi yang bersifat perintah sudah kita jadikan sebagai pusat perjanjian dalam diri dan merupakan jalan menuju nilai fitrah manusia.

Fitrah berarti perasaan yang tulus (Al-Ikhlas). Manusia lahir dengan membawa sifat baik. Di antara sifat itu adalah ketulusan dan kemurnian dalam melakukan aktivitas.

Sifat baik manusia hanya ada pada ketundukan hati terhadap Tuhan-nya yang memiliki kebaikan abadi, bahkan dari segala aktivitas yang diputuskan akal akan dikelola oleh hati sampai ia menemukan puncak ketenangan dalam dirinya, posisi hati selain memilih juga mempertimbangkan.

Kebanyakan manusia berbuat baik karena ingin dikenal oleh para sesama bukan dari kata hatinya, ingin mendapat penilaian yang lebih dari pada yang lainnya, mengambil kesempatan buruk dalam kondisi yang tidak memungkingkan, ingin di kenal baik padahal kenyataan-nya penilaian hanya sampai pada pujian, tidak sampai pada puncak sebuah nilai pujian yang dapat berubah menjadi karakter kepribadian, membangga tanpa menghasilkan kebanggaan. Padahal sesungguhnya orang yang paling baik disaat saling mengenal adalah orang yang saling mengenal karena sikapnya yang tunduk kepada Tuhan dan tidak merugikan sesama manusia yang lain tanpa mengenal dia laki-laki maupun perempaun.

“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-banagsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal, sesu-ngguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal”.(QS. Al-Hujurat: 13).

Kebaikan hakiki manusia tidak lahir dari sikap adanya sebab karena ingin mendapat Keuntungan, sanjungan, penghargaan dari yang lainnya tetapi kebaikan manusia itu dinilai dari yang baik akan kedekatannya kepada Allah Swt. Sikap dasar manusia ada pada kesucian hatinya, segala tindakan yang ia lakukan semata-mata karena Allah. Tidak butuh berapa orang yang mengakui akan kebaikannya, karena Tuhan lebih tahu yang mana keba-ikan sejati dan yang pura-pura.

Sudah banyak orang yang menyala gunakan kata dari “Segala aktivitas manusia harus dengan atas nama Allah.” Tidak lagi takut mereka diluar sana dengan mengucapkan kalimat BASMALAH sebagi awal melakukan kemaksiatan dan kalimat hamdalah sebagai bentuk kesyukuran atas terwujudnya tindakan yang tidak senono.Mereka terlalu mudah memanfaatkan kalimat sucinya Allah dalam sebuah kemunafikan. Mereka lakukan itu karena pengetahuan tentang fitrah dirinya masih sangat terbatas sehingga tidak mampu ia amalkan dalam perjalanan kehidupannya.

Pada mulanya manusia bukan dicipta untuk menikmati kemewahan dunia tanpa izin Allah, bukan pula untuk mengejar iming-iming kebahagiaan ak-hirat dengan janji Surganya Allah, tetapi kehadiran semata-mata untuk bertakwa kepadanya, manusia tidak berbuat akan banyaknya kemewahan yang menjadi pusat perhatian oleh yang lainnya tetapi manusia hanya untuk kembali menghadap sang maha agung dengan cara sewajarnya. Tanpa harus melihat derajat, kualitas yang kita miliki bahkan sikap yang dimiliki sebagai perempuan dan laki-laki tidak memandang buluh untuk selalu bersyukur akan kehadirat Allah Swt, sebagai bentuk ketakwaan kita kepadanya.

Memiliki kesucian manusia bukan pada kulit yang sering di poles bedak racikan sebagai pengombar syahwat bagi manusia yang lainnya, laki-laki menabung rasa sama perempuan, sementara perem-puan sesama perempuan mendatangkan kecem-buruan, begitupun sebaliknya, tetapi kesucian manusia ada pada hatinya yang selalu kita asa dengan zikir, menilai dan berbuat kebaikan dunia untik akhiratnya tanpa menjadikannya sebagai motivasi hidup melainkan kesadaran dalam diri pribadi masing-masing sebagai hamba Allah.

Fitrah dalam diri manusia terletak pada titipan Allah Swt, yakni apa yang dimiliki manusia semenjak ia dilahirkan di muka bumi ini. Manusia memiliki indra yang mesti dipergunakan sebaik-baik mungkin sebagai bentuk kesyukuran atas banyaknya kejadian yang kita alami baik yang besar maupun yang sedang karena itu merupakan bentuk kesadaran manusia Insani. Mata untuk melihat kebaikan, memandang fenomena alam yang silih berganti terkadang baik dan buruk, akan banyaknya ciptaan manusia ingin menandingi ciptaan sang pemilik segalanya, yang terkadang lebih cenderung merusak dari pada memperbaiki.

Telinga untuk mendengar segala kebaikan malah dipakai untuk mendengarkan keburukan orang sebagai bahan cerita dasar dari perpecahan persaudaran, gosip di mana-mana tidak menyadari sikap priabadi seperti apa. Hidung untuk mencium kebaikan malah dipakai untuk mencium keburukan orang lain yang belum tentu asalnya. Lidah yang seharusnya dipakai untuk mengecap malah dipakai untuk berdusta. Kulit yang seharusnya dipakai merasakan akan keindahan alam mala dipakai untuk merasakan ujian kesalahan.

Panca indra bukan sesuatu yang final untuk menentukan langkah seseorang di muka bumi ini karena ada akal dan hati sebagai penyempurnah atas kesucian manusia.Akal dan hatilah yang menyimpuilkan akan segala sesuatu yang baik terjadi pada diri manusia.

Sebaik apapun sesuatu di hadapanmu bila memang tidak masuk akal dan tidak diyakini oleh hati maka akan tetap dinilai salah.

Kepercayaan diri manusia atas akal dan hati akan mempertemukan Allah sang pemilik segalanya, karena kedua inilah yang menjadi pusat pertim-bangan atas segala keputusan.Bukan hanya di akhi-ratnya tetapi juga di bumi yang tercinta ini akan kita rasakan, berbagai macam kenikmatan yang dimilikinya, baik dari ketenangan Lahirnya maupun kenikmatan batinnya. Atas keyakinan yang dimiliki manusia akan menambah semangat, kekuatan pribadi dengan dasar hidup berdampingan dengan Allah Swt.

Kekuatan fitrah yang dimiliki manusia tidak kalah dahsyatnya kenikmatan dunia atas jaminan akal dan hati yang diperoleh setiap saat melakukan usaha, semewah apapun hidup tidak akan mampu terkalahkan oleh kenikmatan fitrah. Fitrah manusia lahir dari keikhlasan hati yang abadi, fitrah adalah ciptaan Tuhan yang wajib kita jaga, karena dia yang akan menjadi pelindung selama hidup kita di dunia. Tidak akan berubah sedikitpun.Anda mungkin sering kali merasakan disetiap memutuskan sesuatu ada bisikan yng bedah dengan keinginan akal. Adapun kesalahan yang sering kita lakukan dalam bertindak pasti sebelumnya ada bisikan yang mengarah pada kebaikan.

Di sinilah letak kehadiran para pemimpin dalam menyikapi setiap problem yang ada, selain memberi peringatan, mengingatkan, juga harus menjadi pelaku utama sebagai contoh dalam mengarungi seperti apa kehidupan ke depan.

*Ketua TBM Motivation Tour Majene, Sulbar

Leave a Reply