Barangkali tak ada kepala desa yang sekeren Jaro Ruhandi. Seorang muda menjabat kepala desa, istilah setempat disebut Jaro, yang gigih membangun tanah kelahirannya maju dan masyarakatnya sejahtera. Berkat Ruhandi, Desa Warungbanten, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, terangkat ke publik sebagai desa prakarsa dan inovasi terbaik di bidang pertanian. Namun, ia juga meyakini, “Bagi saya, tak kalah penting dari pembangunan fisik, yakni pembangunan sumber daya manusia.”

Dan, pilihan untuk membangun sumber daya manusia itu jatuh pada literasi. Ruhandi mengubah rupa Warungbanten menjadi desa literasi, atau acap disebut kampung literasi.

Nah, Jaro Ruhandi, yang dipandu Heru Kurniawan dari Pengurus Pusat Forum TBM, dalam Aku, Buku, dan TBM episode 3, Jumat 12 Februari 2021, berkisah bahwa gerakan literasi di Desa Warungbanten itu ia rintis bersama pemuda-pemuda relawan di desanya. Berkeliling mengumpulkan buku-buku yang tak terpakai. Terkumpul 79 buku plus 21 koleksi pribadinya. Ia bikin Gerakan Minggu Membaca. Kemudian berkembang menjadi TBM Kuli Maca. “Semula saya tak mengerti istilah TBM, saya tak tahu apa itu literasi.” tutur Ruhandi.

“Dan, di TBM ini tidak ada stratifikasi.” lanjutnya, “Semua berpeluang besar untuk belajar, untuk menuntut ilmu. Sebab akan berbedalah orang yang berilmu dengan yang tak berilmu.”

Konsep demikian itu yang akhirnya menjadikan tempat-tempat strategis di Desa Warungbanten kini sebagai ruang belajar. Buku-buku tidak berdiam di satu tempat permanen, dalam ruang eksklusif macam perpustakaan, tetapi di rumah adat, balai desa, kebun-kebun, dan sebagainya.

Menurutnya, literasi merupakan syarat meningkatkan kesejahteraan. Dengan berliterasi, warga desa akan mengetahui banyak hal, termotivasi, kemudian berupaya dan sanggup menemu peluang pekerjaan, sehingga mampu meningkatlah perekonomian.

“Bagaimana jika taman baca itu hanya berisi buku-buku dongeng?” tanya peserta bincang Aku, Buku, dan TBM, yang dibacakan Heru.

Sembari tersenyum, Jaro Ruhandi menandaskan bahwa apa pun bacaan, itu pasti terselip motivasi. “Dari dongeng pun ada banyak motivasi. Soal kegigihan berjuang, bergerak tanpa pamrih, dan seterusnya.”

Alhasil, dari menyimak paparan Ruhandi hingga tuntas, jelas mengisyaratkan bahwa tidak saja sebagai kepala desa, tapi juga pegiat literasi sekaligus aktivis lingkungan. Ia memahami betul, betapa alam semesta ini adalah TBM. Betapa sumber bacaan tidak hanya buku-buku yang teronggok di rak taman baca. Sumber bacaan bisa dari peristiwa-peristiwa dan fenomena alam. Pandemi Covid-19, salah satunya, adalah bahan bacaan di mana kita tidak boleh menyerah pasrah kepada keadaan. Alam pun demikian, mesti dibaca bahwa keseimbangannya harus dijaga, dengan tidak bergantung pada pestisida. Dan Ruhandi menggiring warga desa untuk kukuh pada pertanian alami.

Syahdan, Jaro Ruhandi adalah aktivis literasi tulen. Segenap sendi yang ada di hadapannya adalah bahan bacaan. Keseimbangan alam, ketaatan pada adat, agama, dan pemerintah, merupakan lingkaran tak terpisah dalam berliterasi. Ia menggiatkan TBM sebagai pekerjaan itu sendiri. Ia sekaligus tak menutup mata akan pemberdayaan sumber daya manusia berkelanjutan. Ia pikir benar nasib para relawannya, yang seyogianya sanggup menemu peluang kerja.

Demikian Jaro Ruhandi, sosok literat tulen.