Oleh. Atep Kurnia*
Setelah dilakukan nasionalisasi tahun 1958 dan diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Prp.Tahun 1960 (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 59), Pabrik Kertas Padalarang diubah menjadi perusahaan negara melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 136 Tahun 1961 tentang Pendirian Perusahaan Negara Padalarang.
Menurut Pasal 1 Ayat 2, “Perusahaan milik Negara BAPPIT Pusat PADALARANG yang ditunjuk sebagai perusahaan milik negara dalam arti Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1959 tanggal 14 Oktober 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 121) tentang penentuan perusahaan Perindustrian Dasar/Pertambangan milik Belanda yang dikenakan Nasionalisasi dan berkedudukan di PADALARANG dengan ini diserahkan kepada P.N. PADALARANG termaksud dalam ayat (1) di atas”.
Pada Pasal 1 Ayat 4 pelaksanaan penyerahan BAPPIT Pusat Padalarang beralih kepada P.N. Padalarang diatur oleh Menteri Perindustrian Dasar/Pertambangan. Sementara mengenai tempat kedudukan perusahaan tersebut diatur pada Pasal 4. Di situ disebutkan bahwa “Perusahaan berkedudukan dan berkantor Pusat di Jakarta dan dapat mempunyai kantor cabang, kantor perwakilan atau koresponden di dalam negeri dengan persetujuan Menteri, di luar negeri dengan persetujuan Pemerintah”.
Tujuan dari P.N. Padalarang adalah “untuk turut membangun ekonomi nasional khususnya dalam industri dasar dan berat, sesuai dengan ekonomi terpimpin dengan mengutamakan kebutuhan rakyat dan ketenteraman serta kesenangan kerja dalam Perusahaan, menuju masyarakat yang adil dan makmur materiil dan spirituil” (Pasal 5). Sedangkan lapangan usahanya adalah “1. membuat pulp dan kertas beserta segala macam hasil pengolahan dari padanya; 2. memberi jasa dalam pembangunan proyek industri pulp dan kertas, reparasi dan pemeliharaan pada umumnya, yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut di atas; dan 3. melakukan pekerjaan dalam arti kata seluas-luasnya yang bersangkutan dengan lapangan usaha Perusahaan” (Pasal 6).
Modal perusahaan tersebut disebutkan sebanyak 23 (dua puluh tiga) juta rupiah (Pasal 7 Ayat 1). Menurut Pasal 26, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 136 Tahun 1961 tentang Pendirian Perusahaan Negara Padalarang ini “mulai berlaku pada hari ditetapkan dan berlaku surut hingga tanggal 1 Januari 1961”. Peraturan tersebut ditetapkan di Jakarta pada 17 April 1961 oleh Pejabat Presiden Republik Indonesia Djuanda.
Pada saat yang sama, Pejabat Presiden Republik Indonesia Djuanda juga menetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 1961 tentang Pendirian Perusahaan Negara Letjes. Bunyi isi pasal-pasalnya sama dengan peraturan yang mengatur mengenai P.N. Padalarang, termasuk misalnya jumlah modal awalnya, dan lain-lain.
Dengan demikian, berdasarkan dua peraturan pemerintah tersebut, P.N. Padalarang berpisah manajemennya dengan P.N. Letjes, berbeda dengan masa antara 1940 hingga 1960 yang pengelolaannya ada pada satu naungan manajemen.
Kursus Industri Kertas
Setelah terbitnya peraturan pemerintah tentang pembentukan P.N. Padalarang dan P.N. Letjes pada tahun 1961, ada beberapa pabrik kertas yang didirikan di Indonesia. Di antaranya Pabrik Kertas Pematang Siantar yang diresmikan pada Rabu, 31 Oktober 1962.
Menurut koran Merdeka edisi 2 November 1962, “Dengan dihadiri oleh Wampa KSAB Djenderal Nasution dan beberapa menteri kerdja dari Djakarta pada hari Rabu telah dilangsungkan peresmian kilang kertas Siantar jang selandjutnya ditimbang terimakan oleh menteri veteran Brigdjen Sambas kepada Menteri Perdatam Chairul Saleh”.
Selain itu dalam berita tersebut juga dinyatakan bahwa produksi maksimal pabrik kertas yang baru tersebut dalam sehari antara 15 hingga 20 ton per hari. Biaya pembangunan pabriknya sebagian berasal dari pampasan perang dari Jepang.
Dalam berita sebelumnya, Merdeka (21 Oktober 1961), dikatakan “Achir tahun ini pabrik Kertas Siantar Siap”. Hal tersebut berdasarkan hasil kunjungan inspeksi Menteri Urusan Veteran Brigdjen Sambas Atmadinata selama limah hari ke Medan. Dalam berita tersebut diketahui bahwa pabrik kertas di Pematang Siantar dimaksudkan sebagai penghasil kertas koran untuk memenuhi kebutuhan seluruh Indonesia. Pembangunan pabriknya didasarkan pada pampasan Jepang dan pelaksanaannya bekerja sama dengan Kanematsu & Co.Ltd, dari Jepang. Luas tanah pabriknya meliputi 35 hektare.
Dengan pinjaman sebesar 21.350.000 dollar dari Jepang yang ditandatangani di Tokyo pada 21 Agustus 1962, Indonesia berencana menggunakannya untuk membangun jembatan, pabrik kertas, dan fasilitas galangan kapal. Untuk pabrik kertas, rencananya adalah pabrik kertas pulp bambu di daerah Jawa Timur dengan biaya sebesar 8.500.000 dollar dan bila selesai dibangun diproyeksikan akan menghasilkan 30 ton kertas tulis dan cetak per harinya (Merdeka, 23 Agustus 1962).
Bagaimana dengan P.N. Pabrik Kertas Padalarang pada awal tahun 1960-an? Dari beberapa guntingan koran dapat diketahui bahwa P.N. Pabrik Kertas Padalarang juga nampak berfungsi sebagai lembaga pendidikan atau tempat diselenggarakannya kursus terkait dengan kertas. Koran yang dimaksud adalah Kedaulatan Rakjat edisi 25 Mei 1962 dan edisi 17 Desember 1962.
Dalam Kedaulatan Rakjat edisi 25 Mei 1962 ada pengumuman ihwal Kursus Pabrik Kertas untuk para calon dan veteran. Menurut pengumuman perwakilan Departemen Urusan Veteran RI Daerah Istimewa Jogjakarta itu dibutuhkan calon 30 orang untuk siswa Kursus Industri Kertas, lama kursusnya 9 bulan di Padalarang, dan setelah lulus akan diangkat menjadi pegawai pabrik kertas dengan pangkat/golongan D/III di Martapura.
Kemudian dalam Kedaulatan Rakjat edisi 17 Desember 1962 tentang “Perkembangan Usaha di Jogjakarta” dikatakan bahwa “Disamping itu ada tjalon2 sbb: tjalon siswa pabrik kertas Padalarang 12 orang, kursus batik 12 orang telah lulus, kursus mengetik 20 orang, kursus montir 25 orang”.
Beberapa bulan kemudian, dalam koran Merdeka edisi 23 April 1963 tersiar berita bertajuk “Praktek Soal2 Kertas di Padalarang”. Isinya berkisar di sekitar selesainya para siswa belajar mengenai industri kertas di Padalarang. Katanya, “Sedjumlah siswa2 kader kertas jang sedjak 25 Maret jl telah mengikut pendidikan ahli kertas jang diselenggarakan oleh PDN Fadjar Bhakti, Sabtu jl telah mengachiri dengan sukses kuliah2 tambahan dan praktikum di P.N. Kertas Padalarang”.
Riset Bahan Kertas
Warta Berita edisi 20 Januari 1966 menyajikan berita tentang perkembangan P.N. Pabrik Kertas Padalarang selama tahun 1965 berikut rencana yang akan dilakukan pada tahun 1966.
Menurut berita tersebut, produksi pabrik itu selama tahun 1965 melebihi target sebanyak 161 ton, meskipun tenaga kerjanya berkurang sebanyak 72 orang yang tergabung dalam SOBSI sebagai akibat dipecat sementaa atas tuduhan tersangkut dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965. Target tahun 1965 adalah sebanyak 3.000 ton, dan hasilnya mencapai 3.161 ton. Salah satu penyebabnya adalah jumlah persediaan bahannya memuaskan serta pemasukan jerami padi kian banyak.
Sedangkan untuk tahun 1966, menurut Direktur P.N. Kertas Padalarang Ir. Soeharto Martohoedojo, perusahaan tersebut berencana untuk meningkatkan produksinya dengan jalan menambah jumlah jam kerja dari yang semula 24 jam x 6 hari, menjadi 24 jam x 7 hari, yang disebutnya sebagai gaya baru. Dengan sistem baru tersebut, diharapkan dapat meningkatkan 10% produksi kertas dan menghemat bahan baku. Selain itu, para pekerja masih dapat libur tetapi secara bergiliran.
Dalam waktu yang berdekatan di Bandung diselenggarakan Pilot Projek Rayon dan Projek Rayon dan Selulosa. Hal ini mengemuka saat Menteri Perindustrian Dasar Hadi Tajeb melakukan kunjungan kerja pada 18 Februari 1966 ke Bandung (Warta Berita, 18 Februari 1966).
Dengan demikian, P.N. Kertas Padalarang juga turut terlibat dalam upaya riset tersebut. Ini antara lain disampaikan oleh Direktur Ir. Soeharto, sebagaimana yang diberitakan Warta Berita edisi 25 April 1966. Menurut Soeharto, pabrik tersebut sedang menyelenggarakan riset untuk memperoleh kertas yang kuat, dengan bahan baku serat rami dari haramai, yang disebut-sebut lima kali lebih kuat dan lebih murah daripada menggunakan kapas.
Untuk mereleasikan niatan tersebut, Direktur Utama P.N. Kertas Padalarang Kol. Samidjo dan Ir. Soeharto mengadakan pembicaraan dengan Ketua G.P. Ampera Djawa Barat Ir. Achmad Djuchjar tengtang kemungkinan pengembangan produksi bahan haramai untuk keperluan produksi kertas kuat itu. Dari pembicaraan tersebut diketahui bahwa yang dibutuhkan adalah batang haramai, terutama pangkal dan ujungnya. Sementara untuk penggunaan bahan pakaian, yang diambil dari haramai adalah bagian tengah-tengah batangnya. Agar dapat memproduksi kertas kuat itu P.N. Kertas Padalarang membutuhkan 5 ton haramai per hari.
Keterangan foto:
Pabrik Kertas Siantar diresmikan pada 1 November 1962. Sumber: Merdeka, 2 November 1962.
*Pengurus Pusat Forum TBM Divisi Litbang