Oleh. Atep Kurnia*
Paling tidak sejak Mei 1937, mulai mengemuka rencana pendirian pabrik cabang N.V. Papierfabriek Padalarang di Leces, Probolinggo, Jawa Timur. Kantor berita Aneta menyiarkan kabar tanggal 26 Mei 1937 tentang rencana tersebut dan disiarkan kembali antara lain oleh De Locomotief, Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, Het Vaderland, dan De Indische Courant.
Dari kabar tersebut diketahui bahwa pabrik kertas dengan kapasitas yang sama dengan di Padalarang akan dibangun di Oosthoek. Pendirian pabrik baru tersebut punya kepentingan sendiri, terutama karena menyediakan outlet untuk jerami. Ada sekitar 500 orang pribumi yang akan dipekerjakan. Namun, lokasi persisnya belum diumumkan.
Lokasi persis untuk tempat pabrik baru itu baru muncul dalam berita minggu kedua September 1937. Dalam Soerabaijasch Handelsblad dan De Indische Courant edisi 10 September 1937 diketahui bahwa N.V. Papierfabriek Padalarang sedang bernegosiasi dengan pihak berwenang di Probolinggo, dalam kerangka pendirian pabrik kertas yang besar di Leces, ibu kota kecamatan yang terletak sekitar 10 kilometer dari Probolinggo ke arah Lumajang.
Di sekitar Stasiun Leces, N.V. Papierfabriek Padalarang telah membeli kompleks tanah dengan total sebanyak 10 hektare. Di lahan itu, seberang stasiun, pabriknya akan didirikan, demikian pula dengan emplasemen jerami, beberapa rumah pegawai, dan di sebelah barat jalan utama akan didirikan perumahan untuk staf. Pembangunan pabriknya sendiri akan berupa dua tahapan, yaitu sebgaian untuk pembuatan bermacam kertas, sementara bagian lainnya akan memproduksi setengah jadi.
Bahan pembuat kertasnya hanya menggunakan jerami, dengan mengadakan organisasi pengadaaan jeraminya serta berbagai agen yang dapat memperolehnya hingga Banyuwangi. Kemudian pabrik itu akan membutuhkan debit air 100 liter per detik, yang akan dipompa dari danau Ronggojalu, tempat pemerintah Kota Probolinggo mendapatkan air melalui sistem ledeng. Tenaga penggeraknya memerlukan listrik dengan energi 800 kW, yang akan disediakan oleh ANIEM. Mesin-mesinnya sudah dipesan di Eropa, sehingga diharapkan bisa beroperasi penuh pada Januari 1939.
Pada waktu yang hampir bersamaan muncul pula gagasan untuk mendirikan pabrik kertas yang ketiga. Menurut De Locomotief (9 Desember 1937), rencana tersebut masih ada dalam tahap pendahuluan. Menariknya, konon, pabrik ketiga yang akan didirikan di Jawa Tengah atau Jawa Timur itu akan menggunakan bubur kertas dari kayu. Bahan tersebut cocok untuk pembuatan kertas yang lebih kuat, kantong, dan lain-lain, karena jerami kurang cocok karena kurang seratnya.
Memasuki tahun 1938, tersiar kabar bahwa pabrik kertas yang akan didirikan di Probolinggo itu akan lebih besar ketimbang yang ada di Padalarang. Fokusnya pada tipe-tipe kertas yang sama, kecuali kertas rokok, karena kertas demikian belum diproduksi di Hindia Belanda. Pembangunan pabriknya akan berlangsung selama setahun. N.V. Internationale Crediet- en Handelsvereeniging Rotterdam akan menjadi perwakilan di Hindia sekaligus agen penjualannya (Bataviaasch Nieuwsblad, 24 Februari 1938; De Indische Courant, 25 Februari 1938).
Dalam Bataviaasch Nieuwsblad (16 Maret 1938) dan De Indische Courant (17 Maret 1938) mengemuka alasan di balik pendirian pabrik baru itu, yaitu karena terutama meningkatnya konsumsi kertas di Hindia, yang terlihat dari sekian banyak jumlah kertas yang harus diimpor setiap tahunnya, padahal kertas-kertasnya dapat dibuat dari bahan-bahan yang tersedia di kalangan pribumi. Peningkatan keberhasilan Pabrik Kertas Padalarang dengan produk barunya yaitu kertas rokok menyebabkan pentingnya ekspansi pabrik.
Pabrik baru di Leces itu merupakan pabrik kedua yang didirikan dan didanai oleh N.V. Paperfabriek Padalarang yang manajemen dan penasihat teknisnya adalah N.V. Paperfabriek Gelderland di Nijmegen, serta seperti Internatio, menjadi pemegang saham paling besar di Padalarang. Modal yang diinvestasikan di Leces sekitar 1,5 juta gulden. Setiap tahunnya akan menghabiskan 65.000 gulden untuk jerami yang dibeli dari pribumi, dan 45.000 akan dihabiskan untuk gaji pegawai. Setiap 4 ton kertas dihasilkan dari 7 ton jerami. Masalah terbesarnya adalah soal air. Lalu manajemen umumnya ada pada Ir. T. Tromp, administratur N.V. Paperfabriek Padalarang (Soerabaijasch Handelsblad, 20 April 1938).
Tender pekerjaannya yang semula dijadwalkan pada Juli 1938 ditunda, sedangkan masalah irigasi mengalami stagnasi karena salah satu alasannya adalah pasokan air (De Indische Courant, 25 Juli 1938). Pekerjaan pembangunannya baru dimulai pada 1 Oktober 1938 dengan tender dimenangkan oleh Ingenieurs-Bureau Ingenegeren-Vrijburg dari Bandung dan Surabaya. Lahan bangunannya lebih dari 15 hektare, yang kompleks pabriknya mencakup sekitar 11.200 meter persegi, emplasemen jerami sebesar 2.500 meter persegi. Air ledengnya akan mencapai 1.700 meter. Untuk tender konstruksi bajanya dimenangkan N.V. Constructie Werkplaatsen De Vries Robbé-Lindeteves dari Semarang (De Locomotief, 13 September 1938).
Menginjak 1939, direksi Koninklijke Papierfabrieken Van Gelder en Zoonen dari Belanda juga berencana mendirikan pabrik kertas yang besar di Hindia. Untuk keperluan tersebut, perusahaan mengirim direktur teknisnya Ir. F. Beukers ke Hindia untuk memeriksa kemungkinan mendirikan pabrik kertas yang berbasis kayu. Ia mengadakan perjalanan di Jawa dan Sumatra, sehingga muncul kemungkinan persiapa dua projek yaitu di Cirebon dan Takengon, Aceh (De Locomotief, 12 Januari 1939, 31 Maret 1939, dan 18 Agustus 1939).
Di sisi lain, menjelang akhir 1939, muncul kabar bahwa pabrik kertas Leces akan mulai dibuka pada Januari 1940 (Soerabaijasch Handelsblad, 28 November 1939). Pada Januari 1940, diwartakan pabrik itu sudah mulai berproduksi dan akan dibuka secara resmi pada 17 Februari 1940. Pabrik baru itu terdiri atas dua bagian. Bagian pertama, proses jerami menjadi bahan mentah kertas, yaitu selulosa, yang telah dioperasikan sebulan yang lalu. Selulosanya kemudian dibawa ke Padalarang, untuk diproses menjadi kertas.
Hari Jum’at lalu, pabrik kertas sebenarnya mulai dioperasikan di Leces, dengan hasil kertas yang bagus, siap untuk ditulisi dan dicetak. Kapasitas produksinya bisa mencapai 15 ton per hari, yang mencerminkan sekitar 75 persen pembuatan kertas di Hindia Belanda. Peresmian pabrik Leces akan berlangsung pada 17 Februari, yang sekaligus menjadi hari ulang tahun ke-17 N.V. Paperfabriek Padalarang (De Locomotief,
16 Januari 1940).
Sesuai rencana, pada Sabtu, 17 Februari 1940, Papierfabriek Letjes dibuka secara resmi. Pestanya dimulai pada pukul 07.00 dengan selamatan untuk pegawai pribumi, kemudian perayaan pembukaannya berlangsung sekitar pukul 10.00. Para tamu undangan disambut oleh administratur kepala N.V. Papierfabriek Padalarang Ir. T. Tromp, kepala perwakilan Internatio M.P. Tielens, dan administratur Papierfabriek Letjes Ir. W. van der Lee.
Van der Lee pula yang menyampaikan pidato pembukaan. Setelah itu disambung sambutan dari Ir. A. Ingenegeren (arsitek), Ir. van Aalst (Hollandsche Beton Mij), Tromp, Ch. O. van der Plas (Gubernur Jawa Timur), H.J. van Mook (Directeur van Economische Zaken), dan Tielens. Secara simbolis, peresmian itu dilakukan oleh Raden Ayu Probolinggo, istri Bupati Probolinggo R.A.A. Poedjo, yang menekan tombol mesin sehingga sejumput jerami masuk ke dalam mesin (De Locomotief, 17 Februari 1940).
Sebagai tambahan, dalam Soerabaijasch Handelsblad (19 Februari 1940), disebutkan bahwa pada 29 April 1938 baru ada konfirmasi jadinya pembangunan projek pabrik kertas Leces. Pada 5 September 1938, tender konstruksi baja dimenangkan oleh N.V. Constructiewerkplaatsen de Vries Robbé-Lindeteves dan melalui tender pula pada akhir September 1938, urusan fondasi dimenangkan oleh Hollandsche Beton Maatschappij. Dengan demikian, 1 Oktober 1938 adalah awal pembangunan sebenarnya dan konstruksinya selesai pada 1 Januari 1940.***
Keterangan foto:
Peresmian Papierfabriek Letjes pada Sabtu, 17 Februari 1940. Sumber: Soerabaijasch Handelsblad, 19 Februari 1940.
*Pengurus Pusat Forum TBM Divisi Litbang