Satu hal yang selalu saya ingat dari guru saya adalah, “Jika ingin perkataan kita didengarkan orang, maka kita juga harus mendengarkan orang. Jika ingin kita disegani orang, maka kita pun harus menyegani orang tersebut.” Ya. Ini menjadi awal cerita pegalaman saya mengajar anak-anak di Wadas Kelir. Sebuah komunitas belajar untuk anak-anak dan siapa saja yang ingin belajar. Tidak terpaut usia. Semuanya boleh belajar bersama di Wadas Kelir.

Satu kalimat pembuka yang terkadang membuat saya terdiam sejenak. Ketika saya mendapati orang-orang di sekitar saya akan berbicara. Sebuah filosofi belajar untuk hidup saya. Dan dari sini saya lebih mengerti arti belajar. Yang tidak melulu belajar harus duduk manis di dalam kelas, lalu mendengarkan guru memberikan materi pembelajarana. Bukan itu. Tapi ini lebih dari sekadar hal itu.

Setiap harinya, anak-anak selalu bertandang menuju Gerobak Baca yang memang sengaja di sajikan di tempat belajar Wadas Kelir. Dan kerap kali anak datang, hal pertama yang mereka lakukan bukanlah menyapa pengajar yang sudah duduk manis menanti anak-anak. Tetapi, anak-anak berlarian, dulu-duluan, mengambil buku, kemudian meminta pengajar untuk membacakan buku yang anak bawa dengan penuh antusias. Potret ini yang selalu hati saya merasa trenyuh. Ya. Trenyuh. Bukan karena saya sedih dengan kebiasaan anak-anak yang lebih dulu mengunjungi gerobak baca dari pada menemui pengajar untuk bersalaman. Bukan itu. Yang membuat saya trenyuh adalah, ketika saya mendapati anak-anak yang sangat semangat sekali membaca dan terlebih belajar.

Ada pepatah yang mengatakan, membaca membuka mata pada dunia. Inilah mengapa saya trenyuh ketika melihat anak-anak kecil berlarian membawa buku kemudian dibacanya. Tidak banyak orang yang menyadari, bahwa kegiatan anak-anak seperti ini adalah kegiatan yang menakjubkan. Saya katakan ini menakbjubkan. Salah satu diantaranya adalah bibit-bibit generasi penerus bangsa yang intelek tumbuh banyak. Ini yang seharusnya para pengajar perjuangkan. Anak-anak yang terus belajar.

MELIHAT INTEGRITAS ANAK DARI BACAAN

Pembelajaran yang baik adalah ketika pengajar mampu mengkondisikan siswa-siswinya untuk belajar. Sebuah perkataan yang lagi-lagi saya ingat dari guru saya. Sebuah pandangan mengenai pembelajaran yang mengedepankan realita dari pada teoritik.

Ini proses pembelajaran yang saya katakan sebagai pembelajaran menanamkan integritas anak melalui buku-buku yang memang sengaja terpajang di Wadas Kelir.

Sore itu, seperti biasa. Anak-anak datang mengunjungi gerobak baca. Kemudian membawa sebuah buku yang diberikan kepada saya untuk dibacakan. Buku baru pemberian dari KPK. Buku yang kini menjadi incarann banyak anak untuk meminta dibacakan. Saya menerima buku itu lalu membacakan di depan anak-anak dengan gaya dan ekspresi penuh mengikuti teks cerita yang ada dalam buku.

Anak-anak sangat antusia mendengarkan cerita sampai habis. Setelah selesai, tiba giliran saya untuk bertanya mengenai isi cerita yang saya bacakan. Hal yang membuat saya terkagum pada mereka adalah ketika ada diantara satu dari mereka yang tidak mau menjawab pertanyaan dari saya. Saat itu, saya mendekati anak tersebut, menanyakan “Kenapa tidak mau menjawab.” Dengan entengnya dia berkata pada saya. “Aku tidak mendengarkan Kakak.” Saya tersenyum kemudian mengusap kepala anak itu. Kemudian saya berkata, “Anak pintar!”

Perkataan anak tersebut yang membuat saya kagum bukan marah. Karena saat itu saya temukan ada hal kecil yang mungkin tidak disadari oleh mereka bahkan kita sendiri sebagai orang dewasa, yaitu kejujuran. Anak itu mengajarkan untuk berkata jujur. Jujur terhadap apa yang kita lakukan dan tidak kita lakukan.

Salam Literasi! []