Categories
Resensi Resensi Buku

Membaca Novel Sang Penandai

Oleh. Okta Ayu Melya Widanti*

Novel Sang Penandai
Karya: Tere Liye

Tahun terbit: 2006

Penerbit: PT Serambi Ilmu Semesta

Tebal buku: 365 halaman

Jim memutuskan untuk ikut dalam ekspedisi menuju Tanah Harapan bersama Armada 40 Kapal Laksamana Ramirez. Di dalam kapal tersebut ia bekerja sebagai pelayan dan bertugas untuk mengurus segala keperluan kapal. Di awal perjalanan tentu bukan hal yang mudah bagi Jim karena ia masih harus beradaptasi dengan lingkungan kapal dan orang- orang di sana. Beberapa kali Jim masih suka menyendiri, dan diam-diam menangis meratapi hidupnya yang malang karena ditinggal kekasih pujaan hatinya yang telah pergi untuk selamanya. Saking seringnya menangis Jim dijuluki si Kelasi Yang Menangis oleh pekerja kapal yang lain.

Seiring berjalannya waktu, bulan menuju bulan berganti Armada Kapal telah melewati lautan yang luas. Seiring berjalannya waktu ini Jim juga sedikit mulai bisa move on terhadap masa lalunya. Ia mulai ceria dan membuka mata serta hati sadar bahwa kehidupan dirinya harus dilanjutkan. Suatu ketika Armada Kapal berhenti di salah satu kota untuk mengisi persediaan kapal sebelum melanjutkan ekspedisi lebih jauh. Saat sedang berdiri di pinggir kapal dari jauh Jim melihat dan mendengar seorang anak laki-laki kecil yang sedang memainkan alat petik (semacam gitar). Entah kenapa tiba-tiba meruak hasrat Jim untuk memainkan kembali alat petik yang sudah berbulan-bulan ia lupakan dan tinggalkan. Jim pun turun dari kapal dan menghampiri anak kecil tersebut untuk melihatnya memainkan alat musik petik tersebut. Keinginan bermain musik Jim sudah kembali. Ia pun di atas kapal membuat alat musik serupa seperti milik anak kecil tadi untuk ia mainkan, Jim coba atur nada dari tiap senar yang ia buat. Setelah jadi Jim pun memainkan alat musik petik buatannya dan tanpa disadari permainannya itu justru cukup banyak membantu menghibur para pekerja lain di atas kapal. Petikan senar Jim yang indah sangat menghibur dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama para pekerja dapat melihat sisi lain Jim yang ceria dan pandai memetik alat musik.

Ternyata kehidupan di atas kapal tidak selamanya berjalan mulus. Di tengah-tengah perjalanan Armada 40 Kapal Laksamana Ramirez mereka dihadapkan dengan para perompak bengis nan jahat yang siap melenyapkan apapun itu di depan mereka. Pertempuran pun terjadi, para perompak berusaha membajak Armada Kapal dengan strateginya dan para pasukan di Armada Kapal pun berusaha mempertahankan posisi mereka yang diserang. Keadaan pun terdesak, semua orang di Armada Kapal yang sebelumnya tidak memiliki kemampuan bertarung kini terpaksa harus ikut mengangkat pedang untuk melawan pasukan perompak termasuk Jim. Keadaan Armada Kapal sempat terdesak karena mereka diserang secara terus-menerus. Sampai akhirnya keadaan berbalik di mana Armada Kapal berhasil menyerang balik pasukan perompak dengan strategi mereka di akhir peperangan dan berhasil menang melewati pasukan perompak tersebut. Kondisi Armada Kapal tentu tidak baik-baik saja, kapal banyak yang rusak, pasukan banyak terluka dan bahan makanan serta bahan bakar semuanya menipis. Laksamana Ramirez memutuskan untuk berlabuh di sebuah kota kecil terdekat untuk memperbaiki kapal, memulihkan kondisi penumpang dan pasukan serta menyetok segala macam persediaan. Di kota tersebut ternyata ada petualangan baru yang telah menanti Jim, melalui petualangan itu Jim banyak belajar dan menemukan arti kehidupan. Salah satunya ia bertemu dengan gadis cantik bermata hijau di sebuah perkampungan yang sesaat rasanya kehadiran gadis tersebut menjadi obat bagi diri Jim yang telah kehilangan Nayla. Hingga sampai pada akhir cerita Jim harus menerima pengeksekusian dirinya yang akan dihukum mati. Meski begitu Jim telah berdamai dengan kenangan masa lalunya. Sampai di akhir hidupnya pun Jim dengan bahagia menyebut nama Nayla tanpa penyesalan.

Cerita pada novel ini cukup menarik karena ada kejutan di setiap petualangan Jim dalam melanjutkan kehidupan melalui pencarian dongeng hidupnya. Karakter Jim dapat menjadi teladan karena yang awalnya ia adalah seorang pengecut, melalui novel ini digambarkan dirinya yang berubah menjadi sosok lebih berani, kuat dan tegar dalam menghadapi hidup. Ia banyak bertemu dengan orang hebat yang banyak memberinya pelajaran akan arti kehidupan.

Akan tetapi novel ini sangatlah imajinatif, pembaca perlu memiliki tingkat khayalan atau imajinasi yang tinggi agar dapat menikmati cerita yang disampaikan. Sehingga bagi pembaca yang kurang suka dengan novel kategori dongeng atau memerlukan daya imajinasi yang tinggi maka novel ini bisa jadi membosankan untuk dibaca.

*Anggota TBM Sigupai Membaco

Leave a Reply