SABTU, 13 JANUARI 2018
Saat libur Jam 10 Pagi, matahari tengah bercakap dengan awan dan bersepakat untuk tidak menurunkan hujan. Ka Hafidz, salah satu relawan wadas kelir mempersiapkan proyektor dan film yang hendak ditayangkan bersama anak-anak.
“Sekarang, mau film apa Kak” tanya Nera yang sudah penasaran.
“Film Boboboy, Ne”. Ka Hafidz menyungging senyum. “Ayo Nera ajak teman-teman yang lain yak”
Anak-anak memang sangat menyukai film. Anak kecil selalu menganggap film adalah hiburan yang menyenangkan. Saya masih ingat dulu, saat kecil setiap hari libur harus menunggu jam 10 pagi untuk menonton film favorit Dragon Ball. Kemudian saat saya bermain bersama teman-teman, saya senang berfantasi seolah-olah menjadi tokoh Goku dalam Dragon Ball.
Saya merasa bangga memiliki kekuatan ‘hamehameha’ dan dapat mengalahkan musuh. Meskipun saat itu saya sadar sedang bermain.
“Kekuataaaan Angin” Ucap Zaka dengan keras. Lalu sekarang giliran Nera yang berteriak “Kekuataaaan Api”
Melihat hal itu saya jadi sadar ternyata mereka mengalami hal yang sama saat saya masih kecil senang sekali berfantasi. Film memang mempengaruhi psikologi mereka. Meskipun mereka sadar mereka tengah bermain. Dalam kompas (5 Januari 2018) sebuah karya sastra novel fenomenal abad 17 yang berjudul “Die Leither Weither Jong” menceritakan penderitaan pemuda bernama Weither yang bunuh diri ternyata membius banyak pembaca sehingga banyak orang yang bunuh diri saat itu. Barangkali film juga memiliki efek psikologi yang sama terlebih film tidak hanya menggunakan daya visual.. Ada 3 efek psikologi yang barang kali muncul juga setelah anak menonton film.
Pertama, Defence Stage. Efek psikologi ini dapat ditunjukkan dengan sikap dan perilaku seseorang yang terpengaruh dengan keadaan apa yang dipertontonkan. Ia sudah menganggap bahwa ia adalah orang yang mengalami hal itu. Kedua, Fantasy Stage. Nah, saat seseorang masih menganggap bahwa ia bukanlah dirinya yang ia lihat. Namun, ia memaklumi fanstasi. Ketiga, Transformation Stage. Saat seseorang sudah meyakini bahwa dia adalah dia dan aku adalah aku. Yang ketiga inilah yang paling ideal untuk membentengi seseorang dari apa yang tonton atau lihat.
Ketiga hal ini baik untuk kita kenali agar dapat melihat psikologi seseorang terutama anak-anak. Dengan begitu, kita sebagai orang dewasa dapat melihat tanda yang ditunjukkan pada sikap dan perilakunya.[]