Categories
KOLOM HERU KURNIAWAN

Menggagas Sekolah Literasi

 

Gagasannya sederhana:
Bagaimana anak-anak akan senang dengan buku, jika di rumah mereka tidak ada buku, anak pun tidak pernah melihat buku?

Saya meyakini bahwa melalui kebiasaan melihat dan mengamati buku inilah, rasa ketertarikan anak-anak pada buku akan terbentuk. Untuk itu, tidak ada cara lain, langkah awal dalam mengenalkan minat membaca pada anak-anak usia dini di sekolah adalah harus dimulai dengan menghadirkan buku di ruang keluarga untuk anak-anak.

Dari sinilah, sekolah sebagai tempat pengondisian belajar anak, yang salah satu tugasnya adalah meningkatkan minat baca, harus ditindaklanjuti. Kemudian yang harus dilakukan adalah: mewajibkan anak dan orang tua untuk setiap hari meminjam buku di sekolah. Tanpa terkecuali.

Untuk itu, jika keaktifan orang tua dan anak dalam meminjam buku di sekolah tidak ada, maka sekolah kemudian harus membuat kebijakan, misalnya, setiap selesai waktu belajar, guru harus dengan sigap mendata anak-anak untuk meminjam buku yang telah disediakan.

Tentu saja menyediakan buku-buku yang sesuai dengan perkembangan anak-anak usia dini. Buku-buku yang menarik minat anak-anak usia dini. Buku bergambar yang berilustrasi warna menarik, dan melalui buku itu, anak-anak akan mendapatkan banyak pemahaman dan kesenangan.

Selanjutnya:
Apa yang akan terjadi setelah orang tua dan anak meminjam buku dari sekolah?

Sederhana saja, pada awalnya buku yang dipinjam itu ditaruh dalam tas anak. Kemudian saat anak membuka tas, buku itu pun tampak. Buku itu akan menarik minat baca anak-anak. Anak-anak akan mendatangi orang tuanya untuk membacakan buku tersebut.

Atau, seharian anak tidak membuka tas. Jika demikian, orang tua harus bertindak. Buka tas sekolah anak. Kemudian ambil buku yang dipinjam dari sekolah. Selanjutnya buku itu ditaruh dimeja belajar anak. Di tempat yang mudah dilihat anak. Biarkan saja. Sebab anak kemudian akan melihat dan dalam keadaan bosan pasti akan mengambil buku itu. Membuka dan melihat-lihat gambarnya.

Dari situ, tidak menutup kemungkinan anak kemudian akan mendatangi orang tuanya. Kemudian meminta untuk membacakan buku.

Saya punya pengalaman ini dengan anak saya, Zakka. Saat buku-buku cerita yang dipinjam dari sekolah di taruh di meja. Dan saat Zakka dalam keadaan mengantuk, tetapi susah tidur. Zakka kemudian mengambil salah satu buku yang dipinjam dari sekolah. Zakka menghampiri ibunya, kemudian berkata, “Ibu, bacakan buku cerita ini!”

Istri saya melirik ke saya dan tersenyum senang. Kemudian membacakan buku ke Zakka sampai kemudian terlelap tidur.

Dari sinilah, saya meyakini bahwa tugas sekolah terpenting dalam mengembangkan budaya literasi di sekolah adalah adanya kewajiban untuk meminjam buku untuk anak dan orang tua. Buku-buku yang akan ditaruh dalam tas sekolah. Kemudian keluar dari tas sekolah akan ditaruh di tempat belajar anak-anak. Dari situ anak akan melihat buku itu.

Tidak saja melihat tentunya, anak kemudian akan tertarik untuk membuka isinya. Melihat gambarnya. Sampai kemudian meminta orang tua untuk membacakannya. Saat itulah, kehadiran buku di rumah akan mengambil sebagian waktu dan kesenangan anak-anak. Di sinilah anak-anak kemudian akan mulai tertarik pada buku. Akan berminat pada buku karena hati kecil anak-anak akan berkata, “Ternyata isi dan gambar buku itu sangat mengesankan!”

Di sinilah, sekolah yang sengaja mendesain dan merekayasa kewajiban untuk membaca telah berhasil mengembangkan budaya dan minat baca pada anak melalui program setiap hari wajib meminjam buku!

Dari setiap hari meminjam buku, kita bias berkhayal tentunya, jika anak-anak usia dini setiap malam dibacakan satu buku oleh orang tuanya. Maka sejak usia dini anak-anak akan suka dengan buku. Akan memiliki minat membaca yang baik. Di sinilah, ujung tujuan dari kewajiban meminjam buku setiap hari.

Akan tetapi, jika anak tidak membaca, maka yakinlah bahwa anak-anak setiap hari sudah melihat buku. Sudah membuka isi dan gambar buku. Ini pasti akan tersimpan dalam ruang pikiran anak. Anak pun jadi tidak asing dengan buku, sehingga suatu saat di ruang pikiran itu bias datang, yang kemudian membuat anak membaca buku.

Karena sesungguhnya, yang menjadi persoalan utama adalah, anak-anak yang tidak memiliki minat membaca, faktor utamanya adalah sejak usia dini anak-anak tidak bersentuhan dengan buku. Tidak heran saat anak-anak, remaja, bahkan dewasa merasa tidak tertarik dengan buku. Buku dipersepsi sumber kemumetan semata karena sejak kecil tidak pernah dekat dengan buku.

Untuk itu, apapun perspektifnya, saya meyakini bahwa pengembangan sekolah literasi untuk anak-anak selalu diawali dengan seruan tegas sekolah pada anak-anak dan orang tua untuk aktif, bahkan setiap hari, meminjam buku dari sekolah. Dari sini, sekolah sebenarnya sedang mengenalkan buku ke anak-anak. Sekolah sedang menyimpan buku dalam perpustakaan kehidupan anak-anak.

Dari sinilah, anak-anak kita tidak hanya kenal buku, tetapi akan minta orang tua membacakan buku, dan anak-anak kita bias sejak usia dini jatuh cinta dengan buku. Dari sinilah sebenarnya ondasi liteari untuk anak usia dini sedang dibangun.

HERU KURNIAWAN adalah pendiri Rumah Kreatif Wadas Kelir

Leave a Reply