*) Catatan ini merupakan resume sharing online via WhatsApp para pegiat literasi
“Hidup itu hakikatnya capek. Tidur terus capek. Bergerak terus capek. Kita tinggal pilih mau capek untuk diri sendiri atau capek untuk orang lain, untuk perjuangan hidup orang lain. Saya sendiri memilih capek untuk orang lain”.
Begitulah kalimat yang diungkapkan Heru Kurniawan sebagai prinsip dalam menjalani perannya sebagai relawan dalam hal ini sebagai pegiat literasi.
Heru Kurniawan lahir di Brebes, 22 Maret 1982. Ia dan sang istri merupakan pendiri Rumah Kreatif Wadas Kelir di Purwokerto.
Ia memiliki sebutan nama tersendiri bagi anak-anak, remaja dan relawan di TBM miliknya yaitu Pak Guru, sedang entah kenapa masyarakat sekitar pun memanggilnya dengan sebutan Juragan (Gan). Ia menuturkan, “Barangkali karena awal-awal saya membujuk anak-anak Wadas Kelir belajar, saya sering mengajak anak-anak makan, tamasya, beli jajan ramai-ramai dan sebagainya. Jadi Pak Guru dan Gan menjadi panggilan sehari-hari saya di Wadas Kelir.”
Saat ini aktivitasnya sehari-hari ialah mengajar dan menulis. Selebihnya ia gunakan untuk meriset dan menonton film. Bersama dengan keempat anaknya yang masih kecil beliau menghabiskan hidup dan waktu untuk merayakan kebahagiaan dengan mengajar literasi di Wadas Kelir. Dengan didukung oleh 20 relawan muda yang handal.
Rumah Kreatif Wadas Kelir, saat ini memiliki beberapa unit kegiatan yaitu, TBM Wadas Kelir, PAUD Wadas Kelir, Sekolah Literasi Wadas Kelir, Toko Buku Wadas Kelir, Paket B dan C Wadas Kelir, Sekolah Literasi Wadas Kelir, Wadas Kelir Studio dan Rumah Seni Wadas Kelir.
Sejak mengembangkan TBM Wadas Kelir pada tahun 2013, serta aktif meriset dan menulis bersama relawan, remaja juga anak-anak Wadas Kelir, ia dan teman-teman relawan sudah menulis 75 buku lebih yang sebagian besar diterbitkan oleh Gramedia Group. Buku yang disusun fokus pada menulis buku bacaan dan aktivitas anak. Bagi beliau, membaca dan menulis menjadi aktivitas yang membahagiakan di Wadas Kelir.
Rumah Kreatif Wadas Kelir yang beralamat di Jln. Wadas Kelir Rt. 07 Rw. 05 Karangklesem Purwokerto Selatan, Banyumas ini telah mendapatkan beberapa penghargaan yaitu, pada tahun 2016 sebagai komunitas Inspiratif dan Original Indonesia, disusul pada tahun 2017 sebgai TBM Kreatif dan Rekreatif dari Kemendikbud RI dan Tali Integritas KPK.
Baginya Pencapaian tersebut tentu saja bukan sesuatu yang mudah, dan bukan pula sesuatu yang sulit untuk dicapai. Di awal merintis bersama istrinya banyak hal yang ia hadapi, mulai dari motivasi anak-anak yang kurang dalam membaca dan belajar, terbatasnya sumber daya manusia yang potensial dan lain sebagainya. Namun tentu saja kegigihan dan semangat perubahan tidak pernah mereda.
Pada sebuah diskusi pada senin 09 Juli 2018 dengan judul “Merawat Relawan yang Ala Kadarnya Ala Rumah Kreatif Wadas Kelir” beliau menuturkan, ada beberapa fase hidup kerelawanan yang dialami:
() Tahun 2013, saya dan istri adalah relawannya. Kami meninjamkan buku kepada anak-anak. Kami pun setiap hari dari pukul 16.00-18.00 WIB membuka kegiatan belajar kreativitas. Seperti menulis, mendongeng, drama sampai renang di kali sambil makan cilok ramai-ramai.
() Tahun 2015, saya dan istri kelelahan, karena anak-anak dan remaja yang bergabung semakin banyak. Kami pun bergerilya, mencari dan merayu (sampai memberikan umpan masa depan yang gak jelas) agar orang muda jadi relawan, dapatlah beberapa relawan (yang terperangkap. Saya kasihan, tapi apa daya saya dan istri butuh teman).
() Tahun 2016, saya dan warga menyepakati agar relawan tinggal di Wadas Kelir, ngekos di rumah warga (sambil warga saya rayu, siapa tahu ada yang berjodoh dengan putra bapak dan ibu warga). Warga setuju. Relawan setuju. Jadilah tahun 2016-sekarang 20 lebih relawan tinggal dan ngekos di rumah warga (tapi sayang belum ada yang berjodoh, relawan kena kutukan jomblo).
Sekarang relawan dan remaja, anak-anak, dan masyakarat bersatu memajukan Rumah Kreatif Wadas Kelir (RKWK) sebagai pusat pendidikan masyarakat. Relawan bekerja di sana tanpa dibayar, kalaupun ada bayaran sekadar bonus hidup sebab tak seberapa (ini yang membuat kami sedih, tapi tak pernah melupakan bahagia yang entah kapan datangnya).
Kesimpulannya, pertama jika kita punya niat dan kemauan maka kita sendirilah terlebih dahulu yang jadi relawan dengan mencurahkan segenap kemampuan. Selanjutnya, libatkan anak-anak muda yang punya minat dan bakat disamping tentu saja mereka sangat potensial untuk menjadi relawan. Kemudian penting untuk menjaga dengan baik, menumbuhkan rasa kebersamaan dan loyalitas relawan dengan membuat kegiatan yang memberikan manfaat dan senantiasa mempererat tali persaudaraan. Sehingga banyak relawan semakin dekat, semakin aktif terlibat, TBM semakin kuat dan besar. Relawan sendiri terberdayakan dan tergali potensinya, relawan akan mampu menjadi pribadi-pribadi yang hebat.
Ia pun memiliki kurikulum sendiri untuk diterapkan kepada para relawan, yaitu dengan, sehari harus baca buku (10-25 halaman), sehari harus menulis apapun (3-5 halaman).
Ia sadar bahwa kapanpun yang namanya hukum kehidupan berlaku. Beberapa relawan mungkin baik secara langsung maupun tidak bahkan ia sendiri akan mempertanyakan dalam hatinya, “ikut jadi relawan apa manfaatnya?” Ia menuturkan “dengan mengajak kerja keras relawan berkarya, mendidik, mengarahkan, dan membina habis-habisan. Sampai mereka bisa jadi pendongeng, juara. Jadi penulis, dapat royalti. dapat beasiswa. Dari situ, relawan akan menyadari dan mengatakan dalam hatinya: DI TBM ini aku dapat hal yang tak bisa kudapatkan di tempat lain.”
Jawabnya jelas. Menurutnya, TBM ADALAH KAWAH CANDRADIMUKA RELAWAN.
Kemudian bagi teman-teman yang tengah mengelola maupun merintis TBM, ingatlah SIKLUS KEGIATAN TBM: Awal akan ramai, pelan-pelan sepi, semua bosan, jika tak kuat bubar. Maka, BERTAHAN DAN BERINOVASI itu pilar utamanya. Bertahan, coba pikirkan dan cari solusinya pasti akan ada.
Ia pun pun menambahkan bahwa, yang harus ia pikirkan agar komunitas tidak habis dan ditinggalkan relawan adalah:
SELALU INGAT: Relawan juga punya usia yang saatnya harus berkeluarga.
SELALU MEMIKIRKAN, agar setelah relawan usai masanya, dia harus memiliki kehidupan yang baik dan sejahtera. Kami menulis buku untuk dapat royalti tabungan. Kami sekolah setinggi mungkin agar kelak dapat pekerjaan berharga, kami harus berperestasi agar dibutuhkan banyak orang untuk tabungan materi kelak.
DARI SINI, Saya berpikir TBM adalah lembaga Peningkatan SDM termasuk relawan. Sebab ia bayangkan jika TBM memberi andil kehidupan yang baik bagi relawan maka kelak, relawan akan demikian berbalik. dan saat itu TBM besar. Bahkan tidak menutup kemungkinan menyumbangkan pemimpin bangsa terbaik untuk negeri ini.
Terakhir, ia berpesan kepada semua teman-teman relawan, pegiat literasi, pengelola TBM dan semua orang pada umumnya. Dimana “kita jangan menjadi orang yang dalam diam selalu membayangkan lelah itu membahagiakan, dan saat bekerja selalu mengeluh lelah itu menyusahkan. Selain itu yakinlah, setiap orang punya luka, dan sebaik-baiknya orang yang terluka adalah orang yang mau menyembuhkan luka nya orang lain.” Tuturnya menggelorakan semangat.
“Jadi apapun masalah kita, terus bergerak untuk KEMAJUAN LITERASI NUSANTARA”
Pemateri:
HERU KURNIAWAN
Founder Rumah Kreatif Wadas Kelir
Jln. Wadas Kelir Rt. 7 Rw. 5 Karangklesem-Purwokerto Selatan
Banyumas-Jawa Tengah WA. 081564777990
IG.rumahkreatifwadaskelir IG.herukurniawan_1982
www.rumahkreatifwadaskelir.com
Email. heru_1982@yahoo.com