Suatu hari ada seekor buaya dan burung penyanyi. Mereka hidup di hutan dan bersahabat sangat akrab. Suatu ketika burung penyanyi bernyanyi di hadapan buaya dengan bertengger di hidungnya. Karena sangat asiknya, mereka bernyanyi dan mendengarkan suara merdu.
Begitulah paragraf pertama cerita anak “Buaya dan Burung Penyanyi” yang dikutip dari ceritaanak.org dan telah jarang dibacakan orang tua kepada anak-anaknya. Jangankan cerita anak dalam buku digital, cerita-cerita anak pada buku cetak pun telah jarang dihadirkan dalam kehidupan keluarga. Barangkali anak-anak hari ini miskin cerita-cerita seusianya yang memiliki pesan kebijaksanaan, adil, hormat, dan nilai-nilai luhur lainnya.
Orang tua zaman now terdesak serba kebutuhan karena risiko hidup semakin tinggi. Salah satu alasan yang barangkali membuat mereka langka mendongeng atau membacakan nyaring cerita dari sebuah buku kepada anak-anaknya. Indikasi tersebut dapat dibuktikan dengan berbagai acara parenting yang bertemakan pendidikan keluarga, membacakan cerita, atau mendongeng terhadap anak-anak. Trend workshop tentang membacakan cerita atau mendongeng diselenggarakan tidak sekadar di lingkugan pendidikan, tetapi lingkungan masyarakat juga.
Apalagi risiko orang tua yang bekerja lebih dari 12 jam, pulang ke rumah hanya membawa sisa energi. Tidak jarang pula menyaksikan anak-anaknya telah berada di dunia mimpi, tidak sempat bercengkerama, apalagi berbagi cerita dengan orang tuanya.
Kegiatan membaca nyaring (read aloud) terkesan tidak popular. Oleh sebab itu, Reading Bugs Jakarta yang didirikan Roosie Setiawan gencar menyosialisasikan kegiatan membaca nyaring di lingkungan sekolah dan keluarga. Hal tersebut dilakukan karena membangun atmosfer generasi pembaca yang diharapkan sebagai generasi emas pada tahun 2045, harus segera dibangun dari sekarang.
Ruang pendidikan pertama dan utama adalah keluarga. Ayah dan ibu berperan sebagai patron literasi keluarga. Orang tua sangat berperan penting dalam menumbuh-kembangkan budaya baca sejak dini terhadap anak-anaknya dengan memberi teladan. Tidak sekadar memerintah anak-anaknya untuk membaca, tetapi wajib memberi contoh terhadap anak-anaknya dengan membaca ‘nyaring’, misalnya. Bahkan, mendongeng dalam waktu-waktu tertentu akan lebih baik, karena dapat memantik kepenasaranan anak-anak untuk membaca lengkap pada bukunya. Apalagi jika dongeng tersebut dibacakan pada saat anak-anak sebelum tidur. Mendongeng pada fase alpha teta (antara sadar dan sebelum terlelap tidur) dapat menyimpan pesan dan hikmah dari cerita, terbenam dalam ingatan hingga mereka dewasa. Sehingga, petuah-petuah dalam cerita akan ia ingat sepanjang hayat. Pesan-pesan tersebut diharapkan dapat menjadi perilaku baik dalam kehidupan nyata mereka.
Balai warga berdiri di Kampung Babut sekitar wilayah Kota Tasikmalaya Utara yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Ciamis. Wilayah yang terkenal memiliki tempat-tempat pemancingan milik warga sering disewa para pecintanya.
Rumpaka Percisa bekerja sama dengan Direktorat Keaksaraan dan Budaya Baca Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, PP FTBM, Pendidikan Antikorupsi KPK, Panglima Tali Integritas, Quick Corp dan RW 16 Jalan Sukagenah Kelurahan Nagarasari Kecamatan Cipedes Kota Tasikmalaya menyelenggarakan acara sosialisasi antikorupsi melalui pendekatan literasi keluarga dengan tema “Orang Tua adalah Tulang Punggung Literasi Keluarga”.
Menyosialisasikan kesadaran literasi antikorupsi sejak dini dalam kehidupan masyarakat, salah satu upayanya dimulai dari keluarga. Sebab orang tua adalah ‘Tulang Punggung Literasi Keluarga’. Acara diselenggarakan di Balai Kampung KB RW 16 Kelurahan Nagarasari Kecamatan Cipedes Kota Tasikmalaya (26/1/2018).
Wanti Susilawati sebagai Panglima Tali Integritas yang diresmikan langsung Saut Situmorang, salah seorang Pimpinan KPK, dalam rangka Hari Antikorupsi Sedunia di Bidakara Hotel, (11 – 13 Desember 2017). Wanti dalam pembahasannya sebagai pemateri pertama, yaitu tentang pengertian korupsi, bentuk dan penyebab korupsi, strategi pemberantasan korupsi, edukasi dan kampanye antikorupsi. Para warga lebih banyak menyimak karena bagi mereka, informasi tersebut merupakan hal baru.
Sedang Yeyen Marhaenia, Ketua Gerakan Literasi Sekolah SD Kota Tasikmalaya sebagai pemateri kedua, menekankan pembahasan tentang penerapan literasi keluarga, mendekatkan anak-anak kepada buku, pendampingan orang tua dalam hal penggunaan gawai, anak diperkenalkan dengan buku, sekali-kali diajak ke toko buku, perpustakaan daerah, dan taman bacaan masyarakat. Selain mengajak dan memerintahkan anak-anak untuk membaca, juga member teladan kepada mereka.
Masyarakat dibangun oleh berbagai latar belakang ekonomi, suku, budaya, dan asal-usul sebuah keluarga. Semua anak yang lahir di dalam keluarga berhak mendapatkan layanan yang baik semacam dibacakan atau didongengkan cerita. Mereka butuh mendengarkan dan menyimak cerita-cerita yang memiliki pesan dan hikmah baik agar dibawa tumbuh hingga dewasa. Baik dan buruk anak-anak dalam lingkungan masyarakat dan sekolah tergantung asuhan keluarganya sendiri. Tidak mungkin, jika seorang anak tumbuh dalam lingkungan yang baik member pengaruh buruk. Semoga keluarga di seluruh Indonesia sepakat untuk membangun anak-anak milenial menjadi generasi bermental.[]