Oleh. ATEP KURNIA

 

Untuk membangun dan mengoperasikan pabrik kertas di Padalarang, banyak insinyur yang dikirimkan dari Belanda ke Bandung. Di antaranya Ir. M. Spillenaar Bilgen, insinyur di Papierfabriek Gelderland, yang berangkat ke Hindia Belanda pada 22 Oktober 1921 dengan menggunakan kapal laut Tabanan (De Preanger-bode, 1 Desember 1921). Demikian pula misalnya dengan H. Sanders Johzn (Apeldoornsche Courant, 25 Februari 1922).

Minggu kedua Mei 1922, sudah diperoleh kabar bahwa modal yang digunakan untuk pabrik kertas Padalarang itu sebesar 2,5 juta gulden. Pabriknya sendiri direncankan selesai dibangun pada akhir tahun 1922 dan produksi pertamanya akan dihasilkan pada awal 1923. Upaya pendirian pabrik tersebut juga didukung oleh pemerintah Hindia Belanda dengan berupa kontrak pembelian kertas 1.000 ton mulai 1923 dan dua tahun selanjutnya sebanyak 1.500 ton dengan harga 1 gulden per kilogram (De Preanger-bode, 9 Mei 1922).

Redaksi De Preanger-bode sendiri menyambangi lokasi pabrik pada 15 Juni 1922 dan melaporkannya pada keesokan harinya. Menurut laporannya, saat itu, pabriknya masih ada dalam tahap pembangunan. J.C. van de Wetering, yang sebelumnya punya posisi penting pada Firma Rupe en Colenbrander di Indramayu bertindak sebagai administratur pabrik kertas Padalarang. Sementara manajer pembanguannya adalah M. Spillenaar Bilgen, yang tiba di Hindia sekitar lima bulan lalu.

Kompleks besar pabrik itu terletak di sebelah barat Stasiun Padalarang, dekat rel kereta api. Tetapi pekerjaan pembangunannya belumlah usai, sehingga diperlukan kerja keras agar dapat dioperasikan sebelum tutup tahun 1922. Konon, Padalarang terpilih sebagai lokasi pabrik karena adanya jaminan resmi bahwa pasokan air tersedia di sana. Kedua karena Padalarang seperti umumnya daerah Bandung memiliki iklim yang menyehatkan bagi para ahli yang akan didatangkan dari Belanda. Tadinya perusahaan akan membeli perumahan milik perusahaan kereta api, tetapi ternyata harganya sangat mahal. Dengan demikian, dibuatkan akomodasi sementara bagi para staf yang bekerja untuk membangun pabrik. Apalagi sewa rumah di Padalarang menjadi meningkat tajam seiring pembangunan pabrik itu.

Pengeboran sumur artesis juga ternyata mengecewakan hasilnya. Sumur yang sebelumnya digali di lokasi pabrik dan menghasilkan 1,5 kubik meter per menit sehingga kapasitasnya cukup ternyata kering, sehingga harus mencari lagi sumur artesis lainnya. Opsi lainnya adalah tidak bersandar pada sumur artesis, tetapi dengan sistem perpipaan (ledeng) dari timur, juga air dari sekitar pegunungan yang ada di sebelah utara yang diminta dari pemerintah Kabupaten Bandung, serta dari irigasi.

Pembuatan rel samping untuk ke pabrik juga ternyata sukar. Semula jalur semacam itu telah diproyeksikan ketika perusahaan kereta api menolak untuk mengizinkan pembangunannya di sana, karena kemiringannya terlalu besar, sehingga dikhawatirkan akan menyebabkan kecelakaan seperti yang terjadi di Garut. Dengan demikian perlu dilakukan penggalian untuk emplasemen, tetapi bila demikian artinya ada 60.000 meter tanah yang harus dipindahkan dan memerlukan ongkos besar. Sekarang, pabrik beserta permukaan tanahnya ada di bawah permukaan jalan.  Dengan kondisi ini, Direktur Gelderland Hooijer, yang tinggal di Padalarang selama empat bulan, harus memutuskan kelanjutannya.

Kerangka besi untuk pabrik besar itu seluruhnya diperoleh dari Belanda dan disediakan oleh Firma De Vries Robbé en Co di Gorinchem, yang lalu mengirimkan ahlinya, Visser, untuk mendirikan dinding dan atap pabrik. Fondasi pabriknya sejak awal dikerjakan oleh Hollandsche Beton Mij dan pekerjaanya dilanjutkan oleh arsitek Bel dari Bandung. Cerobong asapnya yang mencapai ketinggian 32 meter dengan diameter 1,35 meter dipasang di ujung pabrik, di antara kantor dan mesin pemotong jerami.

Semua stok merang dan jerami juga sudah tersedia. Bagian terbesar bahan baku itu berasal dari daerah sekitar Michiel Arnolds, Pamanoekan en Tjiassem-landen (P & T) serta Indramayu. Karena di tempat-tempat tersebut, perusahaan telah menempatkan orang-orang yang akan memburu dan memasoknya. Tahap demi tahap dari Priangan juga akan diperluas. Namun, transportasi jerami yang belum dipress akan memakan banyak biaya karena memerlukan ruang yang besar, sehingga harus dipress terlebih dulu. Harga per kilo jerami itu sebesar 4 sen. Saat itu sudah tersedia 500 ton jerami yang sudah dipress dan menanti untuk diproses, sementara yang belum dipress sudah tersedia sebanyak 200 ton. Sisal dan manila juga akan digunakan sebagai bahan pembuat kertas yang kualitasnya lebih baik. Selain itu juga dari perca.

Untuk mesin-mesin pabriknya dibuat di Zurich dan sedang ada dalam perjalanan. Mesin itu telah dikapalkan sejak 14 Mei 1922. Sementara untuk instalasi kimianya hampir sudah selesai dibangun. Dengan demikian, penyerahan hasil produksi kertas pertama kepada pemerintah Hindia Belanda direncanakan terjadi pada 1923, dengan kontrak selama tiga tahun. Kontrak lainnya belum diputuskan, sedangkan kalangan swasta hendak melihat dulu hasil penyerahan produksinya.

Pasokan listrik untuk pabrik disediakan oleh Gemeenschappelijk Electriciteitsbedrijf Bandoeng en Omstreken (GEBEO). Perusahaan tersebut dapat memenuhi kebutuhan listrik sebesar 25.000 volt yang disalurkan ke garduh yang dibangun bagian barat daya pabrik. Dari sana akan dialirkan daya sebesar 6.000 volt dan pabrik akan mengurangi dayanya menjadi 380 volt. Di dekat garduh dipasang tangki yang menyimpan 150 ton bahan bakar cair.

Secara keseluruhan, bangunan pabrik itu panjangnya 210 meter dengan dinding-dinding batu, sementara lebarnya bervariasi antara 20 hingga 40 meter. Bila mesinnya sudah dapat dioperasikan, maka akan dihasilkan kertas sepuluh ton per harinya. Kertas-kertas itu akan berakhir di ruang pengiriman yang sangat besar. Di sana kertas akan disortir dan dibungkus. Untuk sementara bagian terbesar produksinya akan dikirim ke Landsdrukkerij. Dengan demikian, menurut perhitungan global, dibutuhkan 2 juta gulden untuk instalasi hingga operasi. Komisaris untuk perusahaan ini dijabat E.L. Selleger, direktur teknis N.V. Gelderland.

Menurut asisten wedana alias Camat Padalarang R. Ardiwilaga, dalam suratnya yang dimuat dalam De Preanger-bode (5 September 1922), dengan didirikannya pabrik kertas, beroperasinya rel ganda Padalarang-Bandung, pembangunan perumahan baru, tempat tinggal orang-orang Eropa, dll., menyebabkan perluasan Padalarang berlangsung secara kolosal. Akibatnya, penduduk Padalarang jadi bertambah banyak, termasuk para kuli yang tinggalnya berpindah-pindah, sehingga diperlukan penambahan tenaga pengamanan.***

 

Keterangan foto:

 

Pengangkatan dan keberangkatan Ir. M. Spillenaar Bilgen, insinyur di Papierfabriek Gelderland, ke Jawa pada 22 Oktober 1921 untuk mempersiapkan pendirian pabrik kertas di Padalarang. Sumber: De Preanger-bode, 1 Desember 1921.