Categories
Opini

PENERANG dalam Kegelapan: Louis Braille

“kalau seseorang sungguh-sungguh menginginan sesuatu, seisi jagat raya bahu-memnahu membantu orang itu mewujudkan impiannua”

-Paulo Coelho dalam Novel “Sang Alkemis”-

Siapa yang tidak  tahu huruf Braille? Ya benar! Huruf braille adalah huruf yang digunakan para tunanetra dalam mempelajari baca tulis hitung. Orang-orang tunanetra di zaman ini sudah lebih mudah dalam membelajari baca tulis hitung. Mereka mempunyai kesempatan yang sama dengan orang-orang normal pada umumnya dalam hal pendidikan.

Zaman dahulu sebelum adanya huruf  Braille, orang yang menyandang Tunanetra belajar huruf timbul dengan bentuk dan tulisan yang sama seperti huruf-huruf yang dipelajari orang pada umumnya. Bahannya terbuat dari kayu dan tidak praktis. Cara ini menyulitkan para tunanetra saat itu, karena huruf itu dicetak dalam bentuk yang besar dan tidak memungkinkan tunanetra dalam menulis. Saat itu tercetuslah penciptaan metode titik timbul atau yang biasa kita sebut huruf braille oleh Louis Braille seorang pemuda Prancis. Beliau adalah penyandang cacat mata (tunanetra) sejak usia 3 tahun karena kecelakaan kerja sang ayah.

Ide ini timbul saat ia duduk dibangku sekolah dasar, Louis muda senang sekali pergi ke perpustakaan. Karena kekurangannya, Louis biasa meminta teman-temannya untuk membacakan buku. Namun, terkadang ada beberapa dari mereka yang menolak karena kesibukan masing-masing. Dia selalu berpikir, bagaimana cara dia dan teman yang senasip dengannya, dapat membaca buku dengan baik tanpa harus merepotkan orang lain.

Karena pengalamannya tersebut, Louis bersikeras mewujudkan apa yang yang sudah ada dipikiranyya, dia terus bereksperimen dengan berbagai macam cara, hingga suatu saat datang seseorang yang mengenalkan kode perang menggunakan metode titik. Setelah penemuannya berhasil, penemuan Louis tidak langsung diterima begitu saja. Banyak sekali penolakan yang didapat saat ia memperkenalkan huruf brailler di sekolahnya. Kejadian yang membuat Louis sedih adalah ketika mereka menolak menggunakan penemuannya justru karena fakta bahwa ide brilian itu datang dari seorang anak yang buta. Mereka berpendapat bahwa orang buta tidak secerdas mereka yang bisa melihat. Orang buta (tunanetra) dianggap seharusnya sudah cukup dengan kemampuan memebaca kalimat sederhana saja, yang artinya orang buta tak perlu membaca buku.

Namun, seperti kutipan diatas seseorang yang sungguh-sungguh menginginan sesuatu kebaiakan, maka seisi jagat raya akan bahu-membahu membantu orang itu mewujudkan impiannya. Saat banyaknya orang yang menolak keras penelitiannya, maka ada pula orang-orang yang sangat mendukung penemuan yang sudah diciptakannya. Guru dan teman-teman Louis Brailler sangat mendukung metode yang telah diciptakan Louis. Mereka bahu-membahu membantu Louis untuk mendapatkan pengakuan. Hingga pada akhirnya metode titik timbul atau huruf Braille diakui sekolahnya, di negara-negara Eropa, hingga kini sampai seluruh dunia.

Itu adalah kisah singkat dari seorang Louis Braille yang sangat terkenal. Dengan ide brilian yang ditemukan, namanya menjadi abadi tidak hanya di Negara asalnya, Prancis tapi juga seluruh dunia. Berkat tekad kuat dan kegigihan yang dipunyanya dia berhasil memenangkan hak-hak para penyandang cacat mata. Tidak hanya dalam bentuk abjad, kini huruf braille bahkan sudah dibuat dalam bentuk al-quran bagi umat islam. Banyangkan apabila saat itu huruf Brailler tidak di akui? Mungkin saat ini orang-orang tunanetra akan lebih merasa gelap. Gelap mata, dunia, dan pikiran. Tidak dapat membaca, apalagi menulis.

Mengingat nama Louis Brailler membuat saya teringat salah satu literasi yang disampaikan salah satu kakak relawan wadas kelir saat kegiatan Litum (Literasi Tujuh Menit) yang biasa diadakan saat malam hari dengan semua relawan dan pak guru, tentang kehidupan yang abadi. Ada tiga hal yang membuat manusia abadi. Karya, Ilmu dan kenangan. Louis Braille membuktikan itu semua. Nama beliau abadi karena ketiga hal itu.

Terimakasih Louis Braille sang penerang dalam kegelapan.[]

Leave a Reply