Categories
Kabar TBM

PERAN FORUM TBM DI TENGAH BENCANA BERUNTUN

Hidup memang fana,Ma
itu gampang aku terima
tetapi duduk memeluk lutut sendirian di savana
membuat hidupku tak ada harganya

(Hai Ma!, WS Rendra)

Penggalan puisi Rendra di atas, bukan untuk kemudian menjadikan lemah atau menerima kenyataan yang terjadi, melainkan membuat menjadi kuat. Rendra sedang meyakinkan bahwa hidup tidak melakukan apa-apa menjadi tidak berharga, atau dalam bahasanya tidak ada harganya. Maka berbuatlah sesuatu serta bertindak. Tentu tindakan yang diambil setelah dipikirkan dengan matang.

Baru-baru ini bencana terjadi secara beruntun di setiap daerah di Indonesia, mulai dari  gempa bumi, banjir, tanah longsor, erupsi gunung, pesawat jatuh, hingga pandemi COVID-19 yang masih menjadi momok bagi masyarakat Indonesia. Kejadian-kejadian ini tentu menimbulkan rasa haru, iba, dan lain sebagainya. Banyak para pakar menganalisis kejadian bencana yang terjadi di Indonesia, mulai dari alih fungsi lahan menjadi pemukiman, alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit, dan lain sebagainya.

Di satu sisi, terjadinya bencana ada faktor campur tangan manusia serta, seperti adanya kepentingan berbagai pihak juga terjadi akibat pemanasan global. Di sisi lain, Indonesia ada pada kawasan cincin api serta pertemuan antar sesar. Hampir setiap tahun terjadi bencana.

Literasi Bencana

Karena banyak terjadi bencana di setiap daerah, terutama pada zona merah bencana, masyarakat mulai sadar terhadap bencana. Terlebih para pegiat literasi sering mensosialisasikan mengenai literasi bencana. Seperti yang dilakukan oleh kawan-kawan Forum Taman Bacaan Masyarakat di Sulawesi Tengah. Neni Muhidin sebagai ketua Forum TBM di sana gencar mensosialisasikan pada masyarakat. Begitu pula di daerah-daerah lain, seperti di Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, Aceh, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogjakarta, Jawa Tengah, dan yang lainnya.

Literasi bencana penting, karena seperti yang disebutkan di awal, Indonesia sangat rawan bencana. Pengetahuan (melek) bencana, mulai dari antisipasi hingga penanggulangan bencana. Bahkan sampai pada pertolongan pertama serta apa yang harus dilakukan apabila terjadi bencana.

Mengutip dari Japan Official Development Assistence Indonesia bahwa “Indonesia, dari segi topografi, banyak sekali terjadi bencana alam, seperti gempa bumi, tsunami, ledakan gunung, banjir, longsor, kekeringan kebakaran hutan, dan lain-lain. Sejak tahun 1999 sampai 2008, selama 10 tahun, bencana alam telah mencatat kerugian yang sangat besar seperti, 180 ribu orang meninggal, 8,4 juta orang menjadi korban. Kerugian ekonomi mencapai US$.10 milyar.

Pertama, Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah gempa bumi dengan kekuatan diatas 4 pada skala Richter yang terbanyak, yaitu rata-rata lebih dari 400 kali per tahun (Fig.1: catatan sejarah gempa). Terdapat 129 gunung berapi di Indonesia, diantaranya ada 17 yang masih aktif seperti gunung Merapi (Fig.2: lokasi gunung berapi). Belum lagi gempa dan letusan gunung berapi yang menyebabkan tsunamipun sering kali terjadi. Konon, sejak tahun 1600, selama kurun waktu 400 tahun, telah terjadi 100 kali tsunami yang menimbulkan korban lebih dari 340 ribu orang meninggal (Fig.3: sejarah tsunami).

Ada pula sebagian dari wilayah Indonesia yang termasuk dalam wilayah Monsoon Asia. Karena pada musim hujan hujan turun dengan derasnya , maka setiap tahun terjadi banjir yang menimbulkan korban banjir Misalnya, ketika tahun 2007, Jakarta dilanda banjir yang menelan korban meninggal dan hanyut sebanyak 80 orang, kerugian ekonomi sebesar 5,18 trilyun rupiah. Kemudian, karena banyaknya wilayah yang memiliki gunung berapi serta yang struktur geologinya tidak kuat, maka banyak sekali daerah-daerah seperti ini yang menimbulkan bencana longsor ketika turun hujan atau ketika gempa bumi.

Jepang dan Indonesia sama-sama berada di garis Pasifik dan Monsoon Asia. Selain dari topan dan badai salju yang hanya terjadi di Jepang, sejak jaman dahulu kala, kedua negara seringkali menjadi korban bencana alam yang sama.”

Indonesia dan Jepang termasuk negara yang sering dilanda bencana, namun penanggulangan bencana di Indonesia dan Jepang sangat berbeda. Salah satu faktor pembenadanya adalah literasi bencana.

Peran Forum TBM

Forum Taman Bacaan Masyarakat tidak melulu mengurusi organisasi literasi semata, namun sudah menjadi organisasi kemanusiaan (maksud saya sudah menjadi satu organisasi yang peka terhadap lingkungan serta kemanusiaan). Hal ini diakibatkan karena literasi dekat sekali dengan lingkungan serta kemanusiaan.

Sebut saja Forum TBM Jawa Barat dan Forum TBM Sumedang, ketika terjadi bencana longsor di Kecamatan Cimanggung, Kab. Sumedang, langsung mengambil peran dengan cara membantu apa yang dapat forum perbuat untuk membantu bencana tersebut. Mereka menggalang dana, hingga terjun langsung, ikut evakuasi. Peran lain diambil oleh Forum TBM Kab. Bandung, mengajak anak-anak mendongeng serta memulihkan trauma paska terjadi bencana.

Forum TBM Sulawesi Tengah, Pustaka Kabanti, menggalang dana serta langsung koordinasi dengan Forum TBM di Sulawesi Barat. Bahkan Neni Muhidin (Ketua Forum Sulawesi Tengah) langsung turun membantu ke tempat bencana di Mamuju dan Majene. Begitu pula dengan kawan-kawan Forum TBM di Sinjai dan Riau.

Kedekatan emosional kemanusiaan ini menjadi penting di Taman Bacaan Masyarakat, yang notabene ada di setiap daerah. Di mana dapat saling membantu, bukan hanya saling meminjam buku semata, melainkan melihat literasi yang lebih luas lagi. Atau bagaiman kemudian menciptakan “Literasi yang Berdaya”, supaya Indonesia benar-benar tangguh dari apapun.

Setiap Forum TBM atau TBM di setiap daerah, saya meyakini mereka mengambil peran dalam porsinya masing-masing. Dan mereka tetap terus bergerak, bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk kepentingan orang banyak. Tidak harus dipanggil, mereka akan “bergerak dan menggerakan” seperti analogi tubuh, tangan yang satu sakit, tangan yang lain akan membantu mengusap hingga mengobatinya. Sehingga terjalin sesuatu yang harmonis.

Semoga bencana cepat berlalu. Indonesia kembali hangat oleh pelukan-pelukan cinta, hangat oleh senyum-senyum para petani, nelayan, hangat oleh keriangan seorang pekerja kantoran, hangat oleh apapun yang menjadikan kita tetap bertahan.

Leave a Reply