Categories
Artikel Opini

Peran TBM dalam Literasi Transformatif

Oleh. Heri Maja Kelana

Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang tersebar dari Aceh hingga Papua sangat banyak, yang terdaftar hinga tulisan ini dunggah sudah mencapai 3215 TBM. Belum yang tidak mendaftarkan diri ke Forum TBM. Hal ini menjadi modal penting dalam meningkatkan literasi di Indonesia, karena TBM berada di akar rumput, di mana dekat sekali dengan masyarakat.

TBM juga menjadi salah satu tempat yang dapat menyebarluaskan informasi juga sebagai tempat belajar serta praktik-praktik literasi di masyarakat. Sehingga dengan adanya TBM, masyarakat dapat terpenuhi nutrisi-nutrisi pemahaman terkait dirinya sendiri maupun pada konteks yang lebih luas, seperti dunia sekarang yang semakin kompleks.

Dalam dunia yang semakin kompleks, ketegangan akibat perbedaan budaya, etnis, agama, hingga latar belakang sosial terus bermunculan, menuntut upaya untuk membangun jembatan yang dapat menghubungkan berbagai kelompok masyarakat. Salah satu pendekatan yang dapat menjawab tantangan ini adalah literasi transformatif, sebuah konsep yang tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga untuk membentuk individu yang mampu berpikir kritis, empati, serta siap berdialog. Literasi transformatif menjadi alat yang esensial dalam menciptakan saling pengertian, membangun keselarasan sosial, dan mendorong perdamaian yang berkelanjutan.

Saling Pengertian Melalui Literasi Transformatif

Salah satu aspek penting dari literasi transformatif adalah kemampuannya untuk meningkatkan saling pengertian. Literasi transformatif tidak hanya memfokuskan pada penyerapan informasi, tetapi juga mengajak individu untuk melihat berbagai sudut pandang dengan lebih kritis. Dengan menanamkan kesadaran kritis, individu diharapkan mampu memahami konteks sosial, politik, dan budaya yang melatarbelakangi berbagai fenomena. Misalnya, melalui pembacaan teks-teks dari budaya atau perspektif yang berbeda, seseorang dapat belajar untuk memahami pandangan dunia orang lain, menghindari prasangka, dan mengembangkan sikap lebih terbuka terhadap keragaman.

Lebih dari sekadar memahami perspektif, literasi transformatif juga memainkan peran penting dalam membangun empati. Dengan membaca dan terlibat dalam cerita-cerita dari berbagai kelompok masyarakat, individu dapat memahami lebih dalam pengalaman hidup orang lain, merasakan emosi yang dirasakan oleh kelompok-kelompok tersebut, dan akhirnya dapat lebih memahami masalah dan tantangan yang mereka hadapi. Dengan demikian, literasi transformatif menciptakan ruang untuk saling memahami, yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik berbasis perbedaan.

Keselarasan Sosial sebagai Dampak dari Literasi Transformatif

Selain meningkatkan saling pengertian, literasi transformatif juga memiliki kekuatan untuk membangun keselarasan sosial. Keselarasan sosial terbentuk ketika masyarakat memiliki rasa saling percaya dan kesatuan, serta mengurangi fragmentasi yang sering kali disebabkan oleh prasangka. Literasi transformatif mendorong individu untuk mendekonstruksi prasangka yang sering kali muncul akibat kurangnya pemahaman atau informasi yang salah. Dengan memperkenalkan narasi yang lebih inklusif, literasi ini memungkinkan masyarakat untuk melihat kesamaan di tengah keragaman.

Lebih jauh lagi, literasi transformatif membuka ruang bagi dialog yang bermakna. Dialog ini tidak berfokus pada perdebatan untuk memenangkan argumen, melainkan untuk saling mendengarkan dan memahami sudut pandang masing-masing. Dalam dialog seperti ini, orang-orang dari latar belakang yang berbeda dapat terlibat dalam percakapan yang konstruktif, berbagi pengalaman, dan mencari solusi bersama untuk masalah yang dihadapi. Keselarasan sosial yang dihasilkan dari dialog semacam ini bukan hanya bersifat sementara, tetapi dapat mengakar kuat dalam masyarakat yang menghargai perbedaan dan mengutamakan kesamaan.

Perdamaian Berkelanjutan Melalui Literasi Transformatif

Literasi transformatif juga berperan signifikan dalam mendorong perdamaian. Salah satu kunci untuk menciptakan perdamaian adalah kemampuan untuk menyelesaikan konflik melalui cara-cara yang damai. Literasi transformatif mengajarkan keterampilan komunikasi, mediasi, dan penyelesaian konflik yang berbasis dialog. Dalam konteks ini, individu yang terlibat diajak untuk memahami akar penyebab konflik, tidak sekadar melihat permukaannya. Proses ini memungkinkan mereka untuk mencari solusi yang adil dan saling menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat.

Selain itu, literasi transformatif juga mendukung prinsip keadilan sosial dan inklusivitas, yang merupakan fondasi bagi terciptanya perdamaian jangka panjang. Dengan memahami ketidakadilan yang ada di masyarakat, literasi ini mendorong individu untuk aktif mengupayakan perubahan sosial yang lebih adil. Perdamaian yang dihasilkan bukanlah perdamaian semu yang hanya menutupi ketegangan di permukaan, tetapi perdamaian yang didasarkan pada rasa keadilan dan penghargaan terhadap hak-hak semua kelompok masyarakat.

Literasi transformatif menawarkan pendekatan yang holistik untuk mengatasi berbagai tantangan sosial yang ada di masyarakat. Dengan meningkatkan saling pengertian, memperkuat keselarasan sosial, dan menciptakan perdamaian melalui dialog dan keadilan, literasi ini tidak hanya berfokus pada aspek akademis, tetapi juga membentuk masyarakat yang lebih inklusif dan harmonis. Dalam dunia yang semakin kompleks, literasi transformatif menjadi salah satu kunci untuk membangun masyarakat yang damai dan berkeadilan.

Secara tidak langsung, literasi transformatif telah dilakukan oleh TBM. Sebagai contoh, di Sulawesi Tengah, ada TBM Kandepe Topelinja, di mana salah satu praktik literasi yang dilakukannya adalah mendampingi masyarakat yang masih trauma dalam tragedi Poso, meskipun sudah lama, namun rasa trauma tersebut masih ada. Kandepe Topelinja mendampingi masyarakat yang masih trauma.

Di Kalimantan Barat, di mana kita tahu bahwa ada tiga etnis besar, Thionghoa, Dayak, dan Melayu, yang hidup berbarengan denganĀ  keselarasan sosial yang sangat tinggi. TBM Fitrah Berkah Insani, mentransformasikan Tari Tidayu (tarian tiga etnis) dalam kontaks kekinian. Supaya generasi muda terus melestarikan dan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi. Praktik-praktik literasi transformatif ini juga banyak dilakukan oleh TBM yang lainnya.

Pada dasarnya, TBM sudah memiliki peran yang sangat signifikan dalam masyarakat. Hal ini perlu dan harus disambut baik oleh berbagai kalangan dari mulai pemerintah hingga pihak swasta dalam mendukung gerakan-gerakan TBM. Supaya gerakan-gerakan yang sudah baik ini memiliki dukungan yang banyak dari berbagai kalangan.

Selamat Hari Literasi Internasional 2024. Salam.

 

Sumber: https://www.unesco.org/en/days/literacy

Leave a Reply