MENULIS DI MATAHARI
Seorang anak kecil membuat catatatan dilangit ia tuliskan bahwa ia ingin menjadi serdadu matahari
Berlari memburu cahaya
Anak kecil tak ingin pulang sebelum tulisannya dibaca raja yang konon sedang ziarah ke dinding yang kelam sambil membawa balatentara yang padat dan meninggalkan negrinya sambil membawa persenjataan yang lengkap
Berabad ia menuggu hingga purnama berganti matahari, hingga kali menjadi sungai, hingga laut menjadi samudra, hingga ombak menjadi gelombang, hingga bukit menjadi gunung, hingga batu lebur menjadi tanah.
Seorang anak kecil membuat tulisan di dinding perpustakaan yang berwarna-warni yang penuh dengan gambar matahari, bulan dan bintang. Ada juga laut disana
Seorang anak kecil menulis di matahari. Ia tuliskan kalimat sederhana “aku ingin sekali bertemu dengan Tuhan”
Rangkasbitung, Desember 2017
MATAHARI SEPERTI DI DALAM BUKU YANG KAU TULIS BERABAD LALU
matahari seperti didalam buku yang kau tulis berabad lalu
tak satu puisipun yang kau tulis setelah seharian bermain matahari di samping perpustakaan dengan seorang bocah yang mengepal kertas catatan tentang mimipinya untuk menjadi koboy dengan kuda jantan yang berwarna hitam.
kepada si anak kau berikan lukisan tentang ombak, laut dan karang; ia hanya suka menjadi koboy menunggang kuda hitamnya berpacu menuju langit.
tak satu puisipun yang kau tulis setelah buku-buku yang berjejer dirak menjadi penghuni kampung sebab anak-anak tak hanya sekedar menanam mimpi disitu mereka cukup memelihara cita-cita seperti seekor ikan yang berada didaratan yang merindukan setetes air; saat hujan datang kau menggali lobang dan menguburnya.
Seorang anak yang mengepal catatan setelah bermimpi menjadi koboy diruang perpustakaan lalu pergi dengan menambatkan siang di tiang rumah yang penuh dengan matahari;
matahari seperti didalam buku yang kau tulis berabad lalu
Rangkasbitung, Desember 2017
PEMBERONTAK KATAseorang anak menjadi pemberontak hanya karena tidak pernah mau lagi diperintah oleh fikirannya. ia tidak suka dengan tanda seru dan kata kerja.sekian lama ia meredam amarah. matanya merah dahinya bergaris-garis. bibirnya berwarna lebam kebiruan dan hijaulalu ia bersembunyi di dalam sebuah buku yang begitu tabalnya.berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun ia menghilang. di dalam buku. ia menyelinap diatara hurup, diantara kata yang ia sukai. ia suka tanda tanya, titik, spasi, kutif dan lain-lain. asal tidak tanda seru dan kata kerja.kedua orang tuanya kehilangan bahkan hampir putus asa. berhari-hari berminggu-minggu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun..si anak hilang terus dicari keseluruh pelosok desa. menelusuri sawah-sawah, melawati sungai, hutan, bukit, lereng dan gunung-gunung yang menjulang. merertas lautan menebas samudra hingga larut. jika malam tiba, penghuni kampung memasang lentera disetiap pojok rumah. kopi pahit, ayam bakar dan menyanpun dibakar sebagai tanda puja agar roh jahat tak ikut campur pada pristiwa ini. tak ayal kampung itu menjadi sunyi. kawatir jika ini adalah peristiwa penculikan yang di inisiasi oleh roh yang jahatnya bukan kepalangdidalam buku. si anak makan dengan kata-kata. minum dengan kata-kata. tidur dengan kata-kata. bernafas dengan kata-kata. mandi dengan hanya menyusun kata-kata, tidurpun hanya membalikkan kata-kata.seorang anak bersembunyi di dalam sebuah buku yang begitu tebalnya.semua orang lelah mencarinya. kedua orang tuanya pun pasrah untuk kesekian kalinya. sang ibu selalu saja menagis jika mengenang anaknya yang semata wayang itu. jika rindu sang ibu masuk kekamar anaknya . sesekali si ibu membuka album kenangan yang tergeletak di pojok kamar.didalam kamar anaknya, sebuah buku tebal tergeletak di meja. buku itu begitu tebal. tapi isinya hanya ada beberapa puisi dan sajak selebihnya hanya halaman kosong putih sedikit buram. sebagian hurup kabur dan tak jelas.si ibu mengambil buku itu lalu dibakar didepan halaman rumah sambil tersenyum.
Rangkasbitung, Akhir tahun 2017